Matan
وقدر لهم أقداراً وضرب لهم آجالاً
“Dan Allah telah menentukan bagi mereka takdir mereka, dan telah menentukan batas ajal mereka.”
Keterangan
Allah berfirman,
اِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنٰهُ بِقَدَرٍ
“Sungguh, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Al-Qamar: 49)
Demikian juga telah dinukil dari sabdanya Shalallahu alaihi wa sallam dalam hadits Jibril, “Dan engkau mengimani takdir baik dan buruknya.” (Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya di kitab al-Iman wal Islam wal Ihsan VIII/1, IX/5)
Beliau juga bersabda, “Allah telah menetapkan takdir para makhluk-Nya lima puluh ribu tahun sebelum diciptakan-Nya langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 2653)
Perselisihan pendapat dikalangan manusia sehubungan dengan persoalan takdir ini sudah demikian masyhur. Yang diyakini oleh Ahlussunnah adalah segala sesuatu itu terjadi atas Qahda dan Qadar Allah. Allah-lah yang menciptakan perbuatan hamba. Allah berfirman,
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَه تَقْدِيْرًا
“Dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat.” (Al-Furqan: 2)
Sesungguhnya Allah-lah yang menginginkan dan menghendaki kekufuran pada diri orang kafir. Namun Allah tidak menyukai dan meridhainya. Allah menghendaki keberadaannya, namun secara ajaran agama, Allah tidak meridhainya.
Dalam hal itu, kaum Mu’tazilah dan Qadariyyah menyalahinya. Mereka berkeyakinan bahwa Allah menghendaki keimanan pada diri orang kafir. Namun orang kafir itu menghendaki kekufuran. Mereka terpaksa mengatakan itu, karena khawatir terjerumus pada keyakinan bahwa Allah menghendaki kekufuran pada diri orang yang kafir, tetapi Dia juga yang menyiksanya? Namun akhirnya mereka justru menjadi seperti kata pepatah:
“Seperti orang yang lari dari terik matahari di padang sahara namun justru menuju api.
Lari dari mulut singa, terperangkap dalam mulut buaya.”
Sesungguhnya mereka melarikan diri dari sesuatu, tetapi akhirnya terjerumus pada sesuatu yang lebih buruk lagi. Keyakinan mereka itu berkonsekuensi bahwa kehendak si kafir mengalahkan kehendak Allah. Karena menurut keyakinan mereka Allah menghendaki keimanan sedangkan orang kafir itu menghendaki kekufuran. Sehingga kehendak orang kafir mengalahkan kehendak Allah. Dan ini jelas keyakinan yang paling bobrok dan salah.
Umar bin Al-Hutsaim meriwayatkan, “Kami pernah bepergian dengan perahu. Kami ditemani oleh seorang Majusi dan seorang berpaham Al-Qadariyyah. Orang Qadariyyah itu berkata kepada Majusi, ‘Masukklah Islam.’ Orang majusi itu menjawab, ‘Kalau Allah menghendakinya.’ Orang Qadariyah menjawab, ‘Allah menghendaki, tetapi setan tidak menghendaki.’ Si Majusi menanggapi, ‘Allah berkehendak dan setan juga berkehendak. Tetapi kehendak setanlah yang terjadi. Setan yang ini memang kuat!’ Dalam riwayat lain ia mengatakan, ‘Saya mengikuti mana yang lebih kuat saja.”
Dalil-dali Dari Pendapat Ahlussunnah
Allah berfirman,
وَلَوْ شِئْنَا لَاٰتَيْنَا كُلَّ نَفْسٍ هُدٰىهَا وَلٰكِنْ حَقَّ الْقَوْلُ مِنِّيْ لَاَمْلَـَٔنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ
“Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami berikan kepada setiap jiwa petunjuk (bagi)nya, tetapi telah ditetapkan perkataan (ketetapan) dari-Ku, “Pasti akan Aku penuhi neraka Jahanam dengan jin dan manusia bersama-sama.” (As-Sajdah: 13)
Allah juga berfirman,
وَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَاٰمَنَ مَنْ فِى الْاَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيْعًاۗ اَفَاَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتّٰى يَكُوْنُوْا مُؤْمِنِيْنَ
“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya. Tetapi apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman?” (Yunus: 99)
Pangkal mula kesesatan adalah dari penyamarataan antara kehendak dan keinginan dengan kesukaan dan keridhaan. Al-Jabbariyyah dan Al-Qadariyyah menyamakan antara keduanya, namun kemudian mereka sendiri yang berbeda jalan. Al-Jabbariyyah mengatakan bahwa segala sesuatu ada atas takdir Allah, maka berarti Allah menyukai dan meridhainya. Al-Qadariyyah yang justru menolak takdir mengatakan bahwa kemaksiatan tidaklah disukai dan diridhai oleh Allah. Sehingga tidak pula ditakdirkannya. Semua itu diluar kehendak dan penciptaan-Nya.
Perbedaan antara kehendak dengan kesukaan telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, dan fitrah yang sehat. Allah berfirman,
اِنْ تَكْفُرُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ ۗوَلَا يَرْضٰى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَۚ وَاِنْ تَشْكُرُوْا يَرْضَهُ لَكُمْۗ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰىۗ ثُمَّ اِلٰى رَبِّكُمْ مَّرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَۗ اِنَّه عَلِيْمٌ ۢبِذَاتِ الصُّدُوْرِ
“Jika kamu kafir (ketahuilah) maka sesungguhnya Allah tidak memerlukanmu dan Dia tidak meridai kekafiran hamba-hamba-Nya. Jika kamu bersyukur, Dia meridai kesyukuranmu itu. Seseorang yang berdosa tidak memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sungguh, Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam dada(mu).” (Az-Zumar: 7)
Dalam hadits shahih dari Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam beliau bersabda,
إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلاَثًا: قِيلَ وَقَالَ، وَإِضَاعَةَ المَالِ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ
“Sesungguhnya Allah membenci tiga perkara dari diri kalia; kabar-kabar burung, banyak bertanya, dan membuang-buang harta.” (Hadits Riwayat Bukhari no. 1477 dan Muslim no. 593)
Maka dalil-dalil tersebut, maka jelaslah beda antara kehendak dan keridhaanya. Sungguh Allah berkehendak pada kemaksiatan seseorang, akan tetapi Allah tidak meridhainya.
Wallahu A’lam bish-Shawab
Sumber: Tahdzib Syarh Ath Thahawiyah, Abdul Hammad Al-Ghunaimi, Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, Dasar-dasar Aqidah menurut ulama salaf. Penerbit Pustaka Tibyan, Solo