Matan
ونؤمن باللوح والقلم، وبجميع ما فيه قد رقم، فلو اجتمع الخلق كلهم على شيء كتبه الله تعالى فيه أنه كائن ليجعلوه غير كائن لم يقدروا عليه، ولو اجتمعوا كلهم على شيء لم يكتبه الله تعالى فيه ليجعلوه كائناً لم يقدروا عليه، جف القلم بما هو كائن إلى يوم القيامة، وما أخطأ العبد لم يكن ليصيبه، وما أصابه لم يكن ليخطئه
“Kita juga mengimani adanya Al-Lauh Al-Mahfudz, Al-Qalam (pena), dan segala yang tercatat di dalamnya. Seandainya seluruh makhluk bersepakat terhadap suatu urusan yang telah Allah tetapkan akan terjadi untuk dibatalkannya, maka mereka tak akan mampu melakukannya. Seandainya seluruh makhluk bersepakat terhadap suatu urusan yang telah Allah tetapkan tidak akan terjadi untuk direalisasikannya, maka mereka tak akan mampu melakukannya. Pena untuk mencatat apa yang akan terjadi hingga hari Kiamat telah kering. Apa yang tidak menjadi takdir seorang hamba, tidak akan menimpanya dan apa yang menjadi takdirnya, tidak akan meleset.”
Keterangan
Allah ta’ala berfirman:
بَلۡ هُوَ قُرۡاٰنٌ مَّجِيۡدٌ فِىۡ لَوۡحٍ مَّحۡفُوۡظٍ
“Bahkan (yang didustakan itu) ialah Al-Qur’an yang mulia, yang (tersimpan) dalam (tempat) yang terjaga (Lauh Mahfuzh).” (Al-Buruj: 21-22)
Al-Lauh yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah tempat dituliskannyatakdir-takdir para makhluk. Al-Qalam adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah yang digunakan untuk menulis takdir-takdir tersebut di Lauh Mahfudz. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sunan Abu Daud, dari Ubadah bin Ash-Shamit ia bercerita bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda,
.أولُ ما خلق اللهُ القلمُ فقال له: اكتبْ فقال: يا ربِّ وما أكتبُ؟ قال: اكتب القدرَ ما هو كائنٌ من ذلك إلى قيامِ الساعةِ
“Mahluk yang pertama kali Allah ciptakan adalah al-qalam (pena), lalu Dia berkata kepada pena tersebut, ‘Tulislah.’ Pena berkata, ‘Apa yang aku tulis?’ Allah berkata, ‘Tulislah apa yang akan terjadi dan apa yang telah terjadi hingga hari Kiamat.” (Hadits Riwayat Abu Daud 4700 dan At-Tirmidzi 2155)
Para ulama berbeda pendapat apakah makhluk pertama adalah Al-Qalam atau ‘Arsy. Terdapat dua pendapat dalam masalah ini. Pendapat yang benar adalah bahwa Allah terlebih dahulu menciptakan ‘Arsy sebelum Al-Qalam. Hal ini dipertegas oleh hadits dari Abdullah bin Amru, dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda, “Allah telah menciptakan takdir-takdir para makhluk lima puluh ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Sedangkan kala itu ‘Arsy-Nya ada di atas air.”
Ini adalah nash yang sangat jelas bahwa takdir terjadi setelah diciptakannya ‘Arsy. Sedangkan takdir itu bermula pada awal diciptakannya Al-Qalam.
Beberapa Macam Al-Qalam
Sebagaiman telah ditunjukkan dalam As-Sunnah bahwa Al-Qalam memiliki empat macam, yaitu:
Pertama, yang bersifat umum dan menyeluruh meliputi seluruh makhluk. Itulah yang telah disebutkan secara beriringan dengan lauh.
Kedua, yang diciptakan bersamaan dengan diciptakannya Adam. Ia juga bersifat umum, namun hanya meiputi umat manusia. sehubungan dengan Al-Qalam ini, ada beberapa ayat yang menunjukkan bahwa Allah telah menakdirkan amal perbuatan anak keturunan Adam, rezeki-rezekinya, ajal, dan kebahagiaanya seusai penciptaan Adam.
Ketiga, yang diciptakan ketika dikirimkan malaikat ke dalam janin di dalam perut ibu, lalu ia meniupkan ruh ke dalamnya dan diperintahkan dengan menulis empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, bahagia atau celaka. Hal ini sebagaimana diceritakan dalam beberapa hadits shahih.
Keempat, yang diletakkan di atas diri seorang hamba yang sudah baligh. Yaitu yang berada di tangan para malaikat yang mulia lagi cermat, yang menuliskan apa yang diperbuat oleh anak keturunan Adam.
Maka, apabila seorang hamba telah mengetahui bahwa segalanya berasal dari Allah, sudah sepantasnya ia mentauhidkan Allah di dalam ibadah dengan penuh rasa takut dan ketakwaan. Allah berfirman,
فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ
“Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku.” (Al-Maedah: 44)
Sumber: Tahdzib Syarh Ath Thahawiyah, Abdul Hammad Al-Ghunaimi, Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, Dasar-dasar Aqidah menurut ulama salaf. Penerbit Pustaka Tibyan, Solo