Barang Siapa yang Mendapatkan Perlakukan  Baik, Balaslah dengan Kebaikan

حدثنا سعيد بن عفير قال حدثني يحيى بن أيوب عن عمارة بن غزية عن شرحبيل مولى الأنصار عن جابر بن عبد الله الأنصاري قال قال النبي صلى الله عليه وسلم من صنع إليه معروف فليجزه فإن لم يجد ما يجزيه فليثن عليه فإنه إذا أثنى فقد شكره وان كتمه فقد كفره ومن تحلى بما لم يعط فكأنما لبس ثوبى زور

Telah mengabarkan kepada kami Sa’ad bin Ufair, ia berkata telah mengabarkan kepadaku Yahya bin Ayyub, dari Umarah bin Ghaziyah, dari Syurahbil –budaknya orang Anshar- dari Jabir bin Abdillah Al-Anshari berkata, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa salam bersabda, “Barang siapa yang diperlakukan dengan baik, balaslah dengan kebaikan pula. Jika tidak dapat membalasnya maka berilah  pujian (semacam terima kasih). Sesungguhnya bila ia telah berterima kasih berarti ia telah mensyukurinya. Dan jika ia menyembunyikan (tidak berterima kasih) berarti ia telah mengkufurinya. Dan, barang siapa yang merasa senang dengan sesuatu yang tidak ia berikan, maka ia seolah-olah memakai pakaian kedustaan.” (HR. Ahmad).

Pelajaran dari Hadits

  1. Anjuran agar  membalas kebaikan orang dengan kebaikan juga.
  2. Bila tidak memiliki sesuatu untuk membalas kebaikan tersebut, maka berikan pujian untuknya. Dan pujian terbaik adalah ucapan jazakallahu khairan (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan). Sebagaimana dalam hadits disebutkan

من صنع اليه معروف فقال لفاعله جزاك الله خيرا فقد أبلغ في الثناء (صحيح سنن الترمذي)

“Barang siapa yang mendapatkan kebaikan, lalu ia berkata kepada orang yang memberikan kebaikan itu, “Jazakallah khairan” (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka ia telah memujinya.” (Shahih Sunan At Tirmidzi).

  1. Lawan syukur adalah kufur. Kufur memiliki banyak macam dan bentuk. Kufur yang dimaksud di sini adalah  menutup dan menolak (kebaikan). Maka siapa yang menyembunyikan kebaikan yang diberikan kepadanya, maka ia telah menentang atau menutupnya dengan diam.
  2. Orang yang diberi kebaikan, lalu menampakan kebaikan itu di tengah manusia dan tidak menyebutkan siapa yang memberinya,  ia seperti orang yang senang dengan apa yang tidak diberikan untuknya. Karena manusia akan mengira kebaikan itu berasal dari dirinya, padahal itu berasal dari orang lain.

Sumber:  Syarkh Adabul Mufrad, Husain bin Audah Al-Awayisyah