Matan
ونؤمن بالبعث، وجزاء الأعمال يوم القيامة، والعرض، والحساب، وقراءة الكتاب، والثواب، والعقاب، والصراط، والميزان
“Kita mengimani Hari Kebangkitan dan balasan amal perbuatan pada Hari Kiamat. Kita juga mengimani penyingkapan amal perbuatan, hisab, pembacaan catatan amal,ganjaran baik dan siksa, juga shirat dan mizan di Hari Kiamat.”
Keterangan
Mengimani Hari Kemudian termasuk petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah serta akal sehat dan fitrah sebagai manusia. Allah ta’ala mengabarkan di dalam kitab-Nya yang mulia, menegakkan dalilnya dan menyanggah mereka yang mengingkari keberadaan Hari Akhir. Para nabi seluruhnya telah bersepakat tentang Iman kepada Hari Akhir. Iman kepada Rabb adalah sebuah keumuman bagi Bani Adam, karena iman tersebut sesuai dengan insting setiap manusia kecuali bagi mereka yang membandel seperti Fir’aun. Lain halnya dengan iman kepada Hari Akhir. Sungguh banyak sekali yang mengingkarinya. Dan Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi wa Sallam selaku penutup para nabi menjelaskan secara rinci keadaan di akhirat dengan penjelasan yang tidak pernah ada di dalam kita-kitab suci para nabi terdahulu.
Iblis pernah meminta untuk ditangguhkan usianya sampai pada hari manusia dibangkitkan. Allah berfirman:
قَالَ رَبِّ فَاَنْظِرْنِيْٓ اِلٰى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ قَالَ فَاِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِيْنَۙ اِلٰى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُوْمِ
“(Iblis) berkata, ‘Ya Tuhanku, tangguhkanlah aku sampai pada hari mereka dibangkitkan.’ (Allah) berfirman, ‘Maka sesungguhnya kamu termasuk golongan yang diberi penangguhan, sampai pada hari yang telah ditentukan waktunya (hari Kiamat).” (Shad: 79-81)
Begitu juga dengan Nabi Nuh Alaihi Salam, beliau menyatakan:
وَاللّٰهُ اَنْۢبَتَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ نَبَاتًاۙ ثُمَّ يُعِيْدُكُمْ فِيْهَا وَيُخْرِجُكُمْ اِخْرَاجًا
“Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah, tumbuh (berangsur-angsur), kemudian Dia akan mengembalikan kamu ke dalamnya (tanah) dan mengeluarkan kamu (pada hari Kiamat) dengan pasti.” (Nuh: 17-18)
Bahkan Nabi Ibrahim dan Nabi Musa Alaihima Salam juga mengabarkan tentang Hari Akhir. Nabi Ibrahim berkata:
وَالَّذِيْٓ اَطْمَعُ اَنْ يَّغْفِرَ لِيْ خَطِيْۤـَٔتِيْ يَوْمَ الدِّيْنِ
“Dan Yang sangat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari Kiamat.” (Asy-Syu’ara: 82)
Nabi Musa berkata:
اِنَّ السَّاعَةَ اٰتِيَةٌ اَكَادُ اُخْفِيْهَا لِتُجْزٰى كُلُّ نَفْسٍۢ بِمَا تَسْعٰى فَلَا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لَّا يُؤْمِنُ بِهَا وَاتَّبَعَ هَوٰىهُ فَتَرْدٰى
“Sungguh, hari Kiamat itu akan datang, Aku merahasiakan (waktunya) agar setiap orang dibalas sesuai dengan apa yang telah dia usahakan. Maka janganlah engkau dipalingkan dari (Kiamat itu) oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti keinginannya, yang menyebabkan engkau binasa.” (Thaha: 15-16)
Beberapa Argumentasi Al-Qur’an Tentang Adanya Hari Kebangkitan
Di antaranya firman Allah Ta’ala:
وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَّنَسِيَ خَلْقَهۗ قَالَ مَنْ يُّحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيْمٌ
“Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan asal kejadiannya; dia berkata, ‘Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang, yang telah hancur luluh?” (Yasin: 78)
Kalaupun orang yang paling fasih serta berkemampuan membuat untaian kata-kata indah berkehendak untuk membuat yang lebih baik dari hujjah ini atau yang semisal dengannya, tentulah ia tidak akan pernah mampu untuk melakukannya. Karena Allah Ta’ala telah membuka firman-Nya ini dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh orang atheis langsung disertai dengan jawabannya. Dalam firman-Nya, “Dan dia lupa akan kejadiannya” sudah terkandung jawaban yang cukup. Allah telah menegakkan hujjah-Nya dan menghilangkan kerancuan, meskipun -misalnya- Allah tidak menekankan kembali dan menguatkan hujjah-Nya. Allah lalu berfirman
قُلۡ يُحۡيِيۡهَا الَّذِىۡۤ اَنۡشَاَهَاۤ اَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلۡقٍ عَلِيۡمُ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (Yasin: 79)
Kemampuan-Nya memulai ciptaan-Nya dijadikan sebagai hujjah bahwa Allah mampu mengulanginya. Dan kemampuan-Nya untuk menciptakan yang pertama kali dijadikan hujjah bahwa Dia mampu menciptakan untuk kedua kalinya. Maka setiap orang yang berakal secara otomatis akan mengetahui jika Dia mampu menciptakan ini, tentulah ia lebih mampu menciptakan sesuatu yang lain. Karena kalau untuk menciptakan yang kedua kali Dia tidak mampu, tentunya untuk menciptakan yang pertama kali lebih tidak mampu lagi.
Kemudian Allah lebih menguatkan lagi dengan pemberian contoh sesuatu yang lebih besar dan lebih agung. Agar manusia berfikir jika Dia mampu menguasai yang lebih besar, tentulah Dia lebih menguasai sesuatu yang lebih kecil dan remeh. Allah berfirman
اَوَلَيۡسَ الَّذِىۡ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضَ بِقٰدِرٍ عَلٰٓى اَنۡ يَّخۡلُقَ مِثۡلَهُمۡ بَلٰی وَهُوَ الۡخَـلّٰقُ الۡعَلِيۡمُ
“Dan bukankah (Allah) yang menciptakan langit dan bumi, mampu menciptakan kembali yang serupa itu (jasad mereka yang sudah hancur itu)? Benar, dan Dia Maha Pencipta, Maha Mengetahui.” (Yasin: 81)
Allah mengabarkan bahwa sebagai Pencipta langit dan bumi yang begitu kolosal, begitu besar ukurannya, begitu luas hamparannya, dan begitu menakjubkan bentuk ciptaanya, tentu Dia lebih kuasa lagi untuk sekedar menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur untuk dikembalikan kepada bentuk yang semula. Allah berfirman:
لَخَلۡقُ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِ اَكۡبَرُ مِنۡ خَلۡقِ النَّاسِ وَلٰـكِنَّ اَكۡثَرَ النَّاسِ لَا يَعۡلَمُوۡنَ
“Sungguh, penciptaan langit dan bumi itu lebih besar daripada penciptaan manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ghafir 57)
Wallahu A’lam Bish-Shawab
Sumber: Tahdzib Syarh Ath Thahawiyah, Abdul Hammad Al-Ghunaimi, Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, Dasar-dasar Aqidah menurut ulama salaf. Penerbit Pustaka Tibyan, Solo