Al-Qur’an adalah kitab yang Allah turunkan kepada nabi-Nya Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia. Di dalamnya, terdapat tujuan hidup manusia, pelajaran, pendidikan, hikmah, bahkan fakta sejarah. Namun, tidak setiap manusia bisa menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya. Tidak setiap manusia bisa mengambil hikmah dan pelajaran darinya, karena hikmah dan ibrah hanya diperuntukan bagi ulul albab. Allah ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
Artinya : “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi ulil albab.” (Yusuf : 111)
Dan Allah juga berfirman,
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Artinya : “Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali ulul albab.” (Al-Baqarah : 296)
Karakteristik Ulul Albab
Lalu siapakah mereka yang dijamin oleh Allah untuk mendapatkan hikmah? Siapakah mereka yang dijamin untuk mendapatkan petunjuk, rahmat, dan hidayah? Siapakah mereka yang diberi gelar oleh Allah sebagai ulul albab dan bagaimana karakteristik mereka? Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ.
Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (Ali-Imran : 190)
Imam Ibnu Katsir didalam kitabnya Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim berkata bahwa yang dimaksud sebagai ulul albab adalah mereka yang memiliki akal yang sempurna yang dapat mengetahui sesuatu secara hakiki. Mereka tidak seperti orang buta dan tuli yang mengindahkan firman Allah tentang mereka. (Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, Ibnu Katsir juz 2 hal. 184)
كَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ. وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ
Artinya: “Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling dari padanya.” (Yusuf: 105).
Kemudian Allah Ta’ala juga memberikan sifat kepada mereka sebagai syarat untuk menjadi ulul albab. Allah berfirman,
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Artinya: (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Ali-Imran 191).
Sifat pertama yang Allah berikan kepada mereka adalah bahwa mereka selalu ingat kepada Allah dalam keadaan apapun. Mereka selalu berdizikir kepada-Nya ketika duduk maupun berdiri, dalam keadaan lapang maupun susah. Mereka menjadikan dzikir kepada Allah sebagai sebuah keharusan layaknya nafas. Karena bagi mereka, berdzikir kepada Allah adalah salah satu bentuk cinta mereka kepada-Nya. Ar-Rabi’ bin Anas Rahimahullah berkata, “Tanda-tanda seseorang mencintai Rabbnya adalah banyak mengingat-Nya. Sungguh kalian tidak akan mencintai sesuatu kecuali kalian akan terus mengingatnya.” (Madarij As-Salikin 2/163).
Sifat kedua yang Allah sematkan bagi ulul albab adalah mereka selalu bertafakkur dan merenungi tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya. Dalam setiap hal yang mereka temui, mereka akan mendapatkan bahwa kebesaran-Nya meliputi segala sesuatu. Sehingga dengan itu, tingkat keimanan mereka akan terus bertambah. Hal ini sejalan dengan apa yang telah dijelaskan oleh Abdullah Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, beliau berkata, “Merenung sesaat lebih baik dari bangun pada malam hari untuk melasanakan shalat.” (HR Al-Ashbahani dalam kitab Al-Udzmah 1/297).
Imam As-Sa’di didalam tafsirnya berkata, “Merenungi tanda-tanda kebesaran Allah adalah ibadah yang dilakukan oleh para wali-wali-Nya yang arif. Jika mereka merenungi segala sesuatu (yang ada dilangit dan dibumi), maka mereka akan mendapati bahwa Allah tidak menciptakannya dalam keadaan sia-sia.” (As-Sa’di, Taisir al-Karim ar-Rahman hal. 161).
Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Syaikh Abu Sulaiman Ad-Darani, ia berkata, “Sungguh ketika aku keluar dari tempat tinggalku, maka tidaklah aku meletakkan pandanganku terhadap sesuatu kecuali disana aku melihat Allah memberikan nikmat kepadaku atau Allah memberikan pelajaran bagiku.” (Tasir al-Qur’an al-Adzim juz 2 hal. 184).
Sesungguhnya didalam penciptaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada didalamnya terdapat tanda-tanda kebesaran Allah. Tugas dari seseorang yang menghamba kepada-Nya adalah merenungi setiap kejadian dan penciptaan sehingga ia mendapati dirinya menjadi ulul albab.
Sifat ketiga yang melekat pada ulul albab adalah rasa takut kepada Rabbnya, sehingga ia berdoa kepada-Nya,
سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Artinya: “Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Ali-Imran: 191)
Ulul albab adalah mereka yang kenal dengan Allah, dan paham dengan ancaman yang Allah berikan berupa api neraka yang menyala-nyala. Dengan rasa takut tersebut, mereka selalu berusaha untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Mereka merealisasikan ilmu dan pengetahuan yang mereka miliki menjadi rasa takut mengecewakan Rabbnya jika mereka bermaksiat kepada-Nya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Abdullah ibnu Abbas,
لَيْسَ الْعِلْمُ لِلْمَرْءِ بِكَثْرَةِ الرِّوَايَةِ وَلَكِنَّ الْعِلْمَ الْخَشْيَةُ
Artinya: “Tidaklah seseorang dikatakan berilmu dengan banyak riwayat yang dia riwayatkan, akan tetapi orang berilmu adalah yang takut kepada Rabb-nya.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Ady)
Hal ini senada dengan firman Allah,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
Artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Fathir : 28)
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Ayat tersebut menunjukkan bahwa setiap orang yang takut kepada Rabbnya, maka dia adalah orang yang berilmu (ulul albab). Namun tidak setiap orang yang berilmu takut kepada Rabbnya. Maka menjadi sebuah kewajiban bagi orang yang berilmu untuk takut kepada Rabbnya.” (Majmu’ Fatawa juz 7 hal. 539)
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ulul albab adalah mereka yang menggabungkan 3 hal di dalam dirinya, yaitu; rasa cinta kepada Rabb-nya dengan melazimi dzikir disetiap waktu dan keadaan, rasa harap kepada Rabb-nya dengan merenungi tanda-tanda kebesaran-Nya, dan rasa takut kepada adzab-Nya sebagai bentuk implemantasi dari keilmuan mereka.
Wallahu a’lam