Hukum Membaca Surat Setelah Membaca Al-Fatihah Didalam Shalat Dan Sunah-sunahnya

Disunnahkan bagi setiap muslim untuk membaca satu surat atau ayat-ayat dari al-Qur’an setelah membaca surat Al-Fatihah didalam shalat. Dan sunnah ini berlaku didalam dua rakaat shalat Shubuh, dan dua rakaat awal shalat lima waktu yang lain. Hal ini berdasarkan dalil dan ijma’ para ulama’.

Adapaun dalil atsar, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasaanya beliau berkata,

في كلِّ صلاةٍ قراءةٌ، فما أَسْمَعَنَا النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أَسْمَعْناكم، وما أخفى منَّا أَخْفَيْناه منكم، ومَن قرَأَ بأمِّ الكتابِ فقد أَجْزَأَتْ عنه، ومَن زادَ فهو أفضلُ.

 “Dalam setiap shalat terdapat suatu bacaan, maka sesuatu yang diperdengarkan oleh Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, niscaya kami memperdengarkannya kepada kalian. Dan sesuatu yang disembunyikan oleh beliau, niscaya kami menyembunyikannya dari kalian, dan barangsiapa yang membaca Umm al-Kitab, maka sungguh telah cukup baginya, dan barangsiapa menambahkan, maka itu adalah lebih baik.” (Hadits Riwayat Bukhari no. 772 dan Muslim no. 396)

Sedangkan dari ijma’, para ulama seperti Ibnu Sirrin, Ibnu Qudamah dan Imam an-Nawawi telah bersepakat bahwa membaca surat setelah membaca Al-Fatihah adalah sunnah. Imam Ibnu Sirrin berkata,

“Kami tidak mengetahui bahwa para ulama berselisih pendapat tentang sunnahnya membaca surat setelah Al-Fatihah didalam dua rakaat pertama, dan mencukupkan dengan Al-Fatihah dirakaat setelahnya.” (Fathul Bari karangan Ibnu Rajab juz 4 halaman 477)

Imam an-Nawawi juga menambahkan, “Didalam permasalah membaca surat setelah Al-Fatihah, maka hukumnya adalah sunnah. Dan ini merupakan ijma’ para ulama’ untuk membacanya di dua rakaat shalat Shubuh, dua rakaat shalat jum’at dan dua rakaat pertama dari seluruh shalat. Sedangkan kabar yang disampaikan oleh al-Qodhi bin ‘Iyadh bahwasannya para pengikut Imam Malik mewajibkan untuk membaca surat setelah Al-Fatihah adalah syad dan tertolak.” (Syarah an-Nawawi ala’ Muslim juz 4 halaman 105).

Sedangkan hukum membaca surat dirakaat ketiga dan keempat, maka para ulama berbeda pendapat. Namun, pendapat yang mendekati kebenaran adalah pendapat yang mengatakan bahwa tidak disunnahkan untuk membaca surat dirakaat ketiga dan keempat. Imam asy-Syirazi dalam kitabnya al-Muhadzab berkata,

وَإِذَا كَانَتْ الصَّلَاةُ تَزِيدُ عَلَى رَكْعَتَيْنِ. فَهَلْ يقرأ السورة فيما زَادَ عَلَى الرَّكْعَتَيْنِ؟ فِيهِ قَوْلَانِ. قَالَ فِي الْقَدِيمِ: لَا يُسْتَحَبُّ؛ لِمَا رَوَى أَبُو قَتَادَةَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ- أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي صَلَاةِ الظُّهْرِ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الْأُولَيَيْنِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَسُورَةٍ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ، وَكَانَ يُسْمِعُنَا الْآيَةَ أَحْيَانًا، وَكَانَ يُطِيلُ فِي الْأُولَى مَا لَا يُطِيلُ فِي الثَّانِيَةِ. وَكَانَ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الْأَخِيرَتَيْنِ بفاتحة الكتاب.

Adapun shalat yang jumlah rakaatnya lebih dari dua, apakah harus membaca surat dirakaat ketiga dan keempat? Maka dalam hal ini terdapat dua pendapat. Imam asy-Syafi’i didalam qoul qadimnya berpendapat bahwa hal tersebut tidak disunnahkan. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ketika melaksanakan shalat Zhuhur, maka di dua rakaat pertama beliau membaca Al-Fatihah dan dilanjutkan dengan sebuah surah. Dan Rasulullah terkadang memperdengarkan ayat yang dibacanya kepada kami. Rasulullah juga memperpanjang bacaan dirakaat pertama, namun tidak melakukannya dirakaat yang kedua. Dan Rasulullah didalam dua rakaat terakhir hanya membaca Al-Fatihah saja.

Hal ini diperkuat dengan pendapat Imam Ibnu Qadamah didalam kitabnya al-Mughni, beliau berkata, “Tidak disunahkan untuk menambah bacaan setelah Al-Fatihah didua rakaat shalat kecuali dua rakaat pertama.”

Sunah-Sunah dalam bacaan

Disunnahkan untuk memanjangkan bacaan ketika melaksanakan shalat Shubuh. Pendapat ini menurut jumhur ulama’ dari kalangan Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah. Dan kadar panjang bacaan menurut mereka adalah  thiwalul mufashol (surat-surat dari Qhaf sampai al-Mursalat). Sedangkan menurut Hanafiyah panjang bacaan adalah sekitar 40 sampai 60 ayat. Sedangkan dalam riwayat lain menyebutkan bahwa panjang bacaan adalah sekitar 60 sampai 100 ayat. Pendapat ini disandarkan kepada perbuatan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana yang disampaikan oleh Abu Barzah Radhiyallahu anhu,

كان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يقرَأُ في الفجرِ ما بين السِّتِّينَ إلى المائةِ آيةٍ

Bahwasannya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam membaca didalam shalat Shubuh antara 60 sampai 100 ayat.” (Hadits Riwayat Bukhari no. 541 dan Muslim no. 461)

Adapun shalat Zhuhur, maka para ulama’ berbeda pendapat tentang panjang bacaan surah setelah Al-Fatihah. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa didalam pelaksanaan shalat Zhuhur disunnahkan untuk menggunakan aushatul mufashal (surat-surat dari an-Naba’sampai adz-ad-Dhuha). Ini adalah pendapat dari madzhab Hanabilah, Hanafiyah. Ibnu Bazz dan Ibnu ‘Utsaimin.

Pendapat ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Sumrah Radhiyallahu anhu bahwasannya dia berkata,

كان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يقرَأُ في الظُّهرِ والعصرِ بـ: (وَالسَّمَاءِ وَالطَّارِقِ، وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوجِ) ونحوِها مِن السُّوَرِ.رواه أبو داود ، والترمذي ، والنسائي.

Adapun Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam didalam shalat Zhuhur dan Ashar membaca surat at-Thariq dan surat al-Buruj dan surat-surat semisalnya.” (Hadits Riwayat Abu Daud no. 805, at-Tirmidzi no. 307 dan an-Nasa’i juz 2 no. 166)

Sementara jumhur ulama’, yaitu Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafiiyah berpendapat disunnahkan untuk menggunakan thiwalul mufashol. Adapun dalil yang mereka gunakan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu, beliau berkata,

“Kami menaksir (lama) berdiri Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika salat Zuhur dan Asar. Kami menaksir dua rakaat pertama salat Zhuhur setara pembacaan surah As-Sajdah. Dan kami menaksir dua rakaat terakhir itu setara setengahnya. Kami juga memperkirakan dua rakaat pertama salat Ashar itu setara lamanya dengan dua rakaat akhir beliau salat Zhuhur. Dan dua rakaat akhir beliau pada salat Ashar itu setara dengan setengahnya.” (Hadits Riwayat Muslim no. 452)

Adapun shalat Ashar, jumhur ulama’ dari madzhab Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat untuk menggunakan aushatul mufashal setelah Al-Fatihah. Hal ini dikaitkan dengan hadits nabi yang yang diriwayatkan oleh Jabir bin Sumrah Radhiyallahu anhu,

“Adapun Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam didalam shalat Zhuhur dan Ashar membaca surat at-Thariq dan surat al-Buruj dan surat-surat semisalnya.” (Hadits Riwayat Abu Daud no. 805)

Sedangkan shalat Maghrib, maka 4 imam madzahib bersepakat untuk menggunakan qisharul mufashol (surat-surat dari al-Insyirah sampai an-Nass). Mereka menggunakan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu sebagai landasan.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah dia berkata; “Aku belum pernah shalat di belakang imam yang lebih mirip dengan shalatnya Rasulullah Shallallallahu’alaihi wasallam daripada shalat di belakang si Fulan.” Sulaiman berkata; ‘la memperlama dua rakaat pertama pada shalat Zhuhur dan meringankannya pada dua rakaat terakhir. la juga meringankan shalat Ashar, membaca surat-surat pendek pada shalat Maghrib, membaca surat yang sedang pada shalat Isya dan membaca surat yang panjang pada shalat Shubuh.” Hadits Riwayat Ahmad no. 7978 dan an-Nasa’i no. 972

Adapun untuk shalat Isya’, maka 4 imam madzahib juga telah bersepakat untuk menggunakan aushatul mufashol setelah membaca Al-Fatihah.

Wallahu a’lam bish showab

Refrensi : https://dorar.net/feqhia/936/ المطلب-الأول:-قراءة-ما-زاد-على-الفاتحة،-وما-يسن-قراءته-في-الصلاة