Dari Buraidah r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Kehormatan isteri para mujahid yang sedang keluar berjihad atas orang-orang yang tidak keluar berjihad seperti kehormatan ibu-ibu mereka sendiri. Tidaklah seorang laki-laki yang tidak keluar berjihad yang diamanahi menjaga isteri seorang mujahid yang sedang keluar berjihad lalu ia berkhianat kecuali ia akan dibawa ke hadapannya pada hari Kiamat lalu mujahid itu mengambil pahala amalnya sesukanya. Menurut kalian apakah ia akan menyisakannya’?” (HR Muslim [1897]).
Kandungan Bab:
- Haram hukumnya mengganggu isteri-isteri para mujahid yang sedang berjihad dengan mengintipnya, berkhalwat dengannya atau berbincang dengan perbincangan yang diharamkan atau gangguan-gangguan lainnya.
- Kerasnya pengharaman mengkhianati para mujahidin dengan mengganggu isteri-isteri mereka. Karena para mujahidin sedang melaksanakan tugas membela agama dan melindungi keselamatan orang-orang yang tidak ikut serta berjihad. Maka tidaklah boleh bagi mereka mengganggu isteri para mujahidin, apapun bentuk gangguannya. Menjaga isteri para mujahidin bertujuan meneguhkan mereka di medan perang. Ketika mereka mengetahui bahwa keluarga mereka di bawah naungan orang-orang bertakwa dalam keadaan aman dan terlindung, maka hati mereka tidak akan terganggu dengan keluarga, isteri, anak dan harta yang mereka tinggalkan.
- Menyamakan kehormatan isteri para mujahidin atas orang-orang yang tidak ikut berperang seperti kehormatan ibu-ibu mereka, hal itu memberikan suatu petunjuk yang agung, di antaranya:
Pertama: Mengganggu wanita yang masih mahram atau berzina dengannya merupakan kejahatan yang dosanya merupakan kejahatan yang dosanya berlipat ganda.
Kedua: Merupakan adat kebiasaan orang-orang yang berakal adalah mereka tidak berpikiran negatif terhadap ibu-ibu mereka, melainkan mereka pasti berbakti dan berbuat baik kepada ibu mereka. Demikianlah seharusnya yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak ikut berperang terhadap isteri-isteri para mujahidin.
Ketiga: Kejahatan zina bertingkat-tingkat menurut kedudukan wanita yang dizinai. Berzina dengan isteri tetangga lebih berat daripada berzina dengan wanita lainnya. Berzina dengan isteri para mujahidin lebih berat daripada berzina dengan perempuan lainnya. Sampai-sampai hal itu disamakan dengan berzina dengan mahram, kita berlindung kepada Allah dari fitnah, amal dan akhlak yang buruk.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 2/493-494.