Larangan Menyendiri

Dari ‘AbduUah bin ‘Umar r.a. dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, “Sekiranya orang-orang tahu bahaya menyendiri seperti yang aku ketahui niscaya tidak akan ada orang yang berani berpergian seorang diri pada malam hari,” (HR Bukhari [2998]).

Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, yakni ‘Abdullah bin ‘Amr r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Musafir seorang diri adalah syaitan, dua orang adalah dua syaitan, tiga orang jauh dari syaitan’,” (Hasan, HR Abu Dawud [2607], at-Tirmidzi [1673], Malik [II/978/35], Ahmad [II/186, 214], al-Hakim [II/102], al-Baihaqi [V/267], al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah [2675]).

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a, “Bahwa Rasulullah saw. melarang menyendiri, yaitu seseorang bermalam seorang diri atau bersafar seorang diri,” (Shahih, HR Ahmad [11/9]).

Kandungan Bab:

  1. Larangan menyendiri tatkala bermalam dan bersafar. Karena hal itu dapat menimbulkan beberapa kerusakan terhadap agama ataupun dunia seseorang, di antaranya:

    Pertama: Orang yang sendirian menjadi sasaran gangguan syaitan. Terlebih lagi bila ia punya pikiran kotor dan hati yang lemah. Syaitan pasti akan mempermainkannya.

    Kedua: Orang yang sendirian apabila tiba-tiba mati, maka tidak akan ada yang menangani jenazahnya, memandikannya, menguburkannya dan menyiapkan pengurusan jenazahnya. Dan tidak ada orang yang ia titipi wasiat. Tidak ada orang yang akan membawa harta warisannya dan mengabarkan tentang berita kematiannya kepada keluarganya. Juga tidak akan ada orang yang membantunya membawa barang-barang perbekalan dan yang lainnya.

    Ketiga: Orang-orang jahat seperti para perompak akan lebih berani melakukan kejahatan terhadap orang yang sendirian ketimbang terhadap sekelompok orang. 

  2. Batas minimal jama’ah yang dibolehkan dalam safar adalah tiga orang. 
  3. Disebutkan dalam riwayat yang shahih bahwa Rasulullah saw. mengirim sejumlah Sahabat seorang diri. Hal itu dibolehkan dalam kondisi darurat dan maslahat yang tidak mungkin didapat kecuali dengan cara itu, seperti mengirim mata-mata dan intelijen, wallaahu a’lam.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 2/482-484.