Dari Abu Musa al-Asy’ari r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. mendengar seorang laki-laki memuji temannya dan berlebih-lebihan dalam memberi sanjungan, Rasulullah berkata, ‘Kalian telah membinasan -atau memutuskan- punggung orang ini’,” (HR Bukhari [2663] dan Muslim [3001]).
Dari Abu Bakrah r.a, bahwa seorang laki-laki disebutkan dihadapan Nabi saw, salah seorang memujinya dengan pujian yang baik. Rasulullah saw. berkata, “Celakalah engkau, engkau telah memutus lebar leher temanmu -Rasulullah mengatakannya berulang kali- Apabila kalian harus memuji, maka hendaklah ia katakan, ‘Aku kira seperti ini dan ini, jika ia mengira memang seperti itu, cukuplah Allah sebagai penghisabnya dan aku tidak memuji seorang pun dihadapan Allah’,” (HR Bukhari [2662] dan Muslim [3000]).
Dari Abu Ma’mar, ia berkata, “Seorang laki-laki bangkit memuji salah seorang penguasa. Kontan saja al-Miqdad melemparinya dengan tanah. Beliau berkata, ‘Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk melempari dengan tanah wajah orang-orang yang mengumbar pujian’,” (HR Muslim [3002]).
Dari Mu’awiyah r.a, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Hindarilah sanjung-menyanjung karena hal itu merupakan penyebelihan,” (Hasan, HR Ibnu Majah [3743]).
Kandungan Bab:
- Haram hukumnya sanjung-menyanjung karena perbuatan tersebut merupakan kejahatan terhadap orang yang disanjung karena dapat merasuk penyakit kibr (sombong) dalam hatinya hingga ia binasa, seolah-olah ia telah memotong lehernya. Demikian pula orang yang memuji jarang sekali selamat dari kedustaan dalam pujiannya.
- Boleh memberi hukuman terhadap orang yang mengumbar pujian yang menjadikan pujian sebagai kebiasaannya dan menjadikannya sebagai usaha untuk mencari keuntugan dari orang yang dipujinya. Yaitu dengan melempar tanah pada wajahnya sebagaimana yang dilakukan oleh al-Miqdad, ia adalah perawi hadits tersebut, pahamnya tentu lebih didahulukan daripada pendapat yang mengatakan bahwa maksudnya adalah barangsiapa mengumbar pujian dan sanjungan kepadamu, maka janganlah diberi dan tahanlah pemberian kepadanya.
- Barangsiapa mengetahui kebaikan pada seseorang, maka hendaklah ia katakan, “Aku kira ia begini dan begini, cukuplah Allah sebagai penghisabnya dan aku tidak memuji seorang pun dihadapan Allah.” Ia menghukumi lahiriyahnya dan menyerahkan urusan ghaib kepada SWT. Karena Dia-lah Yang mengetahuinya dan Dia-lah yang memberinya balasan. Tidaklah dikatakan, “Aku yakin atau aku tahu pasti.”
- Dahulu para Salaf apabila dipuji oleh seseorang dihadapannya, maka ia mengatakan, “Ya Allah ampunilah aku atas apa yang tidak mereka ketahui dariku janganlah siksa aku karena ucapan yang mereka katakan dan jadikanlah aku lebih baik daripada yang mereka kira.” Perkataan ini telah dari Abu Bakar r.a.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 2/430-432.