Pembatal Kedua: Orang Yang Membuat Perantara Antara Dirinya Dengan Allah
Syaikh Rahimahullah menyatakan, “Siapa saja yang menjadikan perantara-perantara antara dirinya dengan Allah, yang kepada perantara-perantara itu ia berdoa atau ia meminta syafaat serta bertawakal kepadanya, maka ia telah kafir berdasarkan ijma’.
Saya katakan bahwa pembatal kedua ini merupakan pembatal yang paling banyakterjadi dan paling berbahaya bagi setiap orang. Sebab cukup banyak orang-orang yang menamakan dirinya dengan nama islam, padahal sebenarnya ia tidak tahu islamdan tidak tahu hakekatnya. Ia telah menjadikan perantara-perantara antara dirinya dengan Allah Ta’alaa yang ia seru agar perantara-perantara itu menghilangkan bencana melenyapkan kesedihandan kesulitan.
Mereka itu kafir berdasarkan ijma’ kaum muslimin karena Allah Ta’alaa tidaklah menurunkan kitab-kitab-Nya tidak pula mengutus para Rasul-Nya melainkan agar semua makhluk ini beribadah hanya kepada-Nya saja yang tiada sekutu bagi-Nya. Akan tetapi ternyata para penyembah kubur enggan lalu mereka menjadikan perantara-perantara yang mereka mintai untuk mendatangkan manfaat dan menolak mudharat dan mereka menganggap hal itu sebagai suatu ibadah yang di perintahkan oleh Allah. Apabila ada orang yang mengingkarinya maka mereka dengan segera memberi tuduhan sebagai orang-orang yang tidak mengagungkan auliya’ dan orang-orang shaleh.
Mereka seperti itu di sebabkan keyakinan mereka yang rusak. Mereka tidak memohon kepada Allah secara langsung sebagai perwujudan pengagungan mereka kepada Allah seraya mengatakan: “Sesungguhnya untuk Allah itu harus ada perantara (washilah) sebagaimana halnya untuk memohon sesuatu kepada seorang rajapun harus denga perantara “ajudannya” dan Allah tentu lebih layak untuk itu daripada seorang raja.” Mereka itu, na’udzubillah berarti mereka telah menyamakan Allah dengan makhlukyang pada hakekatnya lemah. Melalui pintu inilah mereka masuk sehingga mereka keluar dari islam.
Di dalam Kitab dan Sunnah banyak sekali dalil yang menganggap mereka itu rusak dan membatalkan pendapat mereka. Barang siapa merenungi Al-Qur’an dalam rangka mencari hidayah dan untuk mendapatkan kebenaran. Maka hal itu akan tampak jelas bginya serta tampak pula di matanya “keasingan” agama dan kejahilan kebanyakan manusia, mengenai agama Rabb semesta alam ini.
Diantara ayat al-qur’an yang kita maksudkan adalah firman Allah yang artinya:
“Katakanlah: Serulah mereka yang kamu anggap sebagai ilah selain Allah mereka tidak memiliki kekuasaan seberat dzarahpun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai andil dalam penciptaan langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada diantara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya dan tiadalah berguna syafa’at di sisi Allah melainkan bagi orang-orang yang telah di izinkan-Nya memperoleh syafaat itu.” (Saba’ : 22-23)
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلَا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلَا تَحْوِيلًا #أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Katakanlah: “Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (Al-Isra: 56-57)
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ #وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ ۚ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۚ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim. Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yunus: 106-107)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۚ قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ ۚ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ ۖ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab: “Allah”. Katakanlah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nya-lah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” (Zumar: 38)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang lain di dalam Al-Qur’an yang menunjukan wajibnya mengikhlaskan ibadah kepada Allah saja serta tidak menjadikan perantara-perantara antara Allah dengan makhluk-Nya.
Demikian juga ketika di katakan kepada Nabi “Masya Allah wa Syi’ta” (atas kehendak Allah dan kehendakmu) maka beliau bersabda: “Apakah kamu menjadikan diriku sebgai tandingan Allah? Masya Allah Wahdah (atas kehendak Allah semata). (H.R Ahmad, hasan)
Sebab huruf “wawu” pada kalimat wa syi’ta (dan atas kehendakmu) itu menuntut arti kesamaan. Maka hal ini tidak di perbolehkan. Hanya Allah saja yang memiliki hak ilahiyah. Sehingga ubudiyah pun wajib di berikan hanya kepada-Nya saja, dan tidak boleh disamakan dengan seorang pun diantara para makhluk-Nya dalam mendatangkan manfaat dan menolak mudharat.
Nabi telah bersanda dalam hadits yang di riwayatkan oleh Tirmidzi dan sahabat Ibnu Abbas, yang di nilai sebagai hadits hasan, yang artinya :
“Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya kamu dapati Dia berada di hadapanmu. Jika kamu memohon, maka memohonlah kepada Allah. Dan jika kamu meminta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah bahwa jika ummat yang ada itu berkumpul bersatu padu untuk memberimu suatu manfaat maka mereka tidak akan memberimu manfaat kecuali telah di tetapkan oleh Allah untukmu, dan jika mereka bersatu untuk memberimu suatu mudharat maka mereka tidak akan bisa memberimu mudharat kecuali yang telah di tuliskan oleh Allah akan menimpamu. Pena telah diangkat dan lembaran telah mengering.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: sejalan dengan pengetahuan setiap mukmin bahwa Allah adlah Rabb segala sesuatu dan juga pemiliknya, maka dia tidak akan mengingkari adanya sebab-sebab washilah yang telah diciptakan oleh Allah seperti Allah menjadikan hujan sebagai sarana tumbuhnya tumbuh-tumbuhan.
Allah berfirman:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (Al-Baqarah: 164)
Sumber: Syarh An-Nawaqidhil Islam karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi