Diantara bentuk kasih sayang Allah kepada semua hamba-Nya ialah bahwa dengan mimpi Dia menunjukkan apa yang di sukainya dan apa yang di bencinya. Kemudian pertanyaannya ialah, apa yang harus dilakukan jika bermimpi baik?? Jawabannya sebagai berikut.
- Hendaknya seorang hamba menyadari jika mimpi seperti ini datang dari Allah Azza wa Jalla sebagaimana sabda Nabi shallallahu Alaihi wa Sallam yang artinya:
“Mimpi yang baik itu dari Allah”.(H.R Bukhari)
Rasulullah juga bersabda yang artinya:
“Apabila salah seeorang diantara kalian bermimpi melihat sesuatu yang di sukai, sesungguhnya mimpi tersebut datangnya dari Allah.” (H.R Bukhari)
Penisbatan Ar-Ru’ya kepada Allah adalah bertujuan untuk memuliakan-Nya.
- Hendaknya dia memuji Allah atas mimpinya.
Dalilnya adalah sabda Nabi yang diriwayatkan Abu Said Al-Khudriy yang artinya: “Hendaknya ia memuji Allah terhadap mimpi baik tersebut…” (H.R Bukhari)
- Hendaknya ia menceritakan mimpi yang didalamnya kepada orang lain yang di percaya.
Dalam hal ini dasrnya ialah terdapat dalam hadits yang diriwayatkan Abu Said Al-Khudriy sebagaimana yang telah kami sebutkan diatas dan yang kami sebutkan tempo hari tentang ta’bir mimpi. Tetapi yang perlu di perhatikan disini hendaknya menceritakannya bukanlah kepada setiap orang tetapi hanya kepada orang-orang yang di percaya dan yang di cintainya. Sebab dalam sebagian periwayatan hadits di sebutkan yang artinya:
“Apabila salah seorang diantara kamu bermimpi melihat sesuatu yang ia sukai, hendaknya ia tidak memberitahukannya kecuali kepada orang yang ia cintai,,,, (H.R Bukhari)
- Hanya boleh menceritakannya kepada orang yang pandai, bijaksana, berilmu, dan menasehati.
Abu Razin Al-‘Aqili meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda yang artinya:
“Mimpi seorang mukmin adalah satu bagian dari empat puluh bagian kenabian. Mimpi itu ada pada kaki burung selagi ia tidak menceritakannya. Namun jika ia menceritakannya, maka ia akan jatuh…”(H.R Tirmidzi di shahihkan oleh Al-Albani)
Abu Zarin juga berkata, “Saya mengira beliau Rasulullah juga bersabda yang artinya:
“Dan janganlah kamu menceritakannya, kecuali kepada orang yang bijak yang kamu cintai..”(H.R tirmidzi dishahihkan oleh Al-Albani)
Pada riwayat lain di sebutkan yang artinya:
“Dan seseorang tidak boleh menceritakan mimpinya, kecuali kepada waddin (orang yang bijak) dan pintar..” (H.R Ahmad, di shahihkan oleh Al-Albani)
Demikianlah beberapa dalil yang menunjukkan bahwa setiap orang yang bermimpi hendaknya tidak menceritakan mimpinya tersebut, kecuali kepada orang yang dikenal alim, suka memberi nasehat dan bijak dalam menafsirkannya.
Al-Qadhi Abu bakar bin Al-Arabi dalam menerangkan hikmah di balik pemaparan mimpi kepada orang yang alim dan bijak berkata, “Orang alim akan berusaha menafsirkan mimpi orang atas dasar kebaikan selagi memungkinkan. Orang bijak akan membimbing serta menolong orang tersebut menuju hal yang bermanfaat baginya. Orang pintar merupakan orang yang ahli dan mengetahui tafsir mimpi, yang ia akan mengajarkan sesuatu yang bermanfaat baginya dari mimpi tersebut atau akan diam. Adapun orang yang dicintai, kalau ia mengetahui hal yang baik, ia akan menceritakannya, sedangkan jika ia tidak tahu atau merasa ragu, ia akan diam… (Fathul Bari’)
Karena itu nasihat saya kepada setiap orang yang bermimpi melihat sesuatu yang baik dan indah serta ingin tahu tafsir atau takwilnya, hendaknya ia mencari tahu orang yang memiliki sifat dan karakter sebagaimana yang digambarkan dalam hadits-hadits Rasulullah di atas. Sementara kalau ia tidak mematuhinya, berarti ia telah melanggar sunnah Rasulullah. Inilah peringatan yang perlu saya sampaikan khususnya pada zaman sekarang yang banyak terjadi Ru’ya dan Ahlam.
Sumber: Dhawabith Ta’birur Ru’ya karya Syaikh Abdul bin Muhammad Ath-Thayyar dalam bahasa Indonesia berjudul “Anda Bermimpi Ulama Menjawab” di terjemahkan oleh Sarwedi Muhammad Amin. Penerbit Darul Furqan, Riyadh, Saudi Arabia