Sejarah Perjalanan Nabi Dari Kenabian Hingga Hijrah Ke Habasyah

Khalwat dan Ubudiyyah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Sebelum Kenabian

Ketika masa kenabian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan tiba, di kalangan bangsa-bangsa lain, tlah tersebar berita bahwa Allah ta’alaa akan mengutus seorang nabi pada zaman ini dan masa itu telah dekat. Mereka yang mempunyai kitab mengenali hal tersebut dari kitab mereka. Sementara yang tidak memiliki kitab. Mereka mengenalnya dari tanda-tanda lain.

Ibnu Ishak berkata, “Para pendeta dari Yahudi dan para pendeta dari Nashrani dan dukun-dukun dari kalangan Arab , mereka semua telah ramai membicarakan Nabi terakhir menjelang kedatangannya. Adapun para pendeta yahudi dan Nashrani, sumber berita mereka adalah pesan-pesan dari kitab mereka tentang ciri-ciri Nabi itu dan ciri-ciri zaman ketika nabi itu akan diutus. Adapun para dukun, maka sumber berita mereka adalah para jin yang telah mencuri berita dari langit dan merekalah yang memberitahukan kepada para dukun tersebut. Dukun wanita dan laki-laki selalu menyebut hal itu, tetapi bangsa Arab tidak menghiraukannya hingga Allah mengutus Nabi tersebut. Dan apa yang mereka sebutkan itu ternyata benar terbukti. Maka pada saat itulah, bangsa Arab baru menyadarinya.”

Di antara yang selalu dibicarakan oleh orang-orang Yahudi dan Nashrani mengenai Nabi adalah seperti riwayat yang menjelaskan bahwa seorang Yahudi dari tetangga Bani Abdu al-Asyhal di Madinah, ia bercerita kepada mereka tentang hari kebangkitan, perhitungan, timbangan, surga dan neraka. Namun warga Madinah mengingkarinya dan meminta tanda dan buktinya, hingga orang Yahudi itu berkata, “Akan datang seorang Nabi yang diutus dari sekitar wilayah ini.” Sambil menunjuk ke arah Yaman dan Mekkah.”

Kisah al-Haiban yang telah datang dari Syam menuju Madinah beberapa tahun menjelang kenabian, dia menjelaskan kepada orang Yahudi di Madinah tentang sebab kedatangannya. Yaitu karena memperkirakan akan datangnya seorang Nabi yang akan dia ikuti. Kemudian mengajak orang Yahudi untuk mengikutinya.

Kisah Salman al-Farisi yang datang dari negeri Persia mencari agama yang benar, hingga pendeta memberikan petunjuk tentang tempat akan diutusnya seorang nabi dan telah dekatnya masa itu.

Sebelum usia Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menginjak empat puluh tahun, beliau sangat suka menyendiri karena cara seperti itu membuat akal jernih, jiwa tenang, dan membuka peluang untuk bertafakkur tentang alam semesta, makhluk ciptaan-Nya, dan keagungan Sang Pencipta. Beliau menyendiri di gua Hira pada bulan Ramadhan setiap tahunnya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan itu karena kesesatan yang telah menjangkiti kaumnya. Kegemaran beliau untuk menyendiri semakin kuat begitu masa kenabian semakin dekat dan jika pulang, beliau melakukan thawaf di Ka’bah kemudian kembali ke rumah beliau.

Banyak riwayat yang menjelaskan tentang cara peribadatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada mas itu. Az-Zarqani pada kitab Syarh al-Mawaahib berkata, “Tidak ada kejelasan tentang cara beribadah  beliau di gua Hira, maka secara umum dipahami bahwa sebatas menyendiri dan menjauhi masyarakatnya yang jahiliyyah. Dan itulah bentuk ibadahnya. Selain itu, Ibnu al-Murabith serta lainnya mengetakan bahwa beliau berta’abbud dengan tafakkur, dan ini sesuai dengan pendapat jumhur.”

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, “Ulama berbeda pendapat tentang ibadah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum kenabian, apakah sesuai syariat atau tidak, jika sesuai, maka syariat itu bentuknya apa? Ada yang mengatakan sesuai dengan syariat Nabi Nuh, ada yang mengatakan sesuai dengan syariat Nabi Ibrahim dan itulah yang lebih dekat dan lebih kuat. Ada yang mengatakan sesuai dengan syariat nabi Musa, ada yang mengatakan sesuai dengan syariat Nabi Isa, ada yang mengatakan bahwa semua yang beliau ketahui bahwa itu pernah disyariatkan, maka beliau ikuti dan amalkan.

Ibnu Hajar Rahimahullah berkata, “Tidak ada penjelasan tentang cara ubudiyyah yang dilakukan oleh beliau, tetapi riwayat Ubaid bin Umar sesuai dengan riwayat Ibnu Ishak yang berbunyi, ‘Kemudian dia memberi makan kepada orang-orang miskin yang datang kepadanya.’ Ada juga yang meriwayatkan dari beberapa Masyayikh bahwa cara ibadahnya adalah melalui tafakkur. Selain itu, mungkin juga Aisyah menyebut bahwa sekedar khalwat adalah ibadah. Karena meninggalkan aktivitas manusia yang berada dalam kebatilan adalah bagian dari ibadah, seperti yang terjadi pada diri Ibrahim Alaihissalaam, “Saya akan pergi meninggalkan kalian menemui Rabb-ku.’”

Syaikh Utsaimin Rahimahullah berkata, “Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam naik ke gua Hira kemudian bertahannuts dan beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla sesuai dengan yang Allah berikan petunjuk kepadanya.”

Hikmah yang bisa dipetik:

  1. Bahwa kedatangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dibicarakan dan dinanti oleh sebagian orang, itu terjadi melalui dua hal; Wahyu, Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa ‘Alaihissalaam dan Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa ‘Alaihissalaam. Keduanya telah menyebutkan ciri-ciri Nabi yang akan diutus dan ciri-ciri zaman kemunculannya, ditambah berita dari para dukun yang mendapat bocoran informasi dari jin. Selanjutnya, mengetahui kejadian yang sedang berlangsung dan membandingkannya dengan berita dari nash serta berita yang berasal dari paranormal yang dikemas dengan fakta-fakta yang terjadi memunculkan tanda-tanda yang menunjukkan telah dekatnya masa nabi akhir zaman diutus, dan bahwa hasil pembocoran berita yang dibawakan oleh jin telah dibuktikan dengan kenyataan.
  1. Pentingnya mengikuti kejadian yang sedang berlangsung dan mengaitkannya dengan nash-nash syar’i, kemudian mengambil pelajaran darinya dalam memprediksi masalah yang akan datang, karena mereka yang memiliki pengetahuan dan mengikuti perkembangan berita, mereka itulah yang mengetahui dekatnya masa kedatangan Nabi akhir zaman. Sementara mereka yang tidak mengikuti perkembangan dan tidak peduli dengan fenomena kejadian, mereka itulah yang menganggap masa kenabian sebagai kejadian yang mengagetkan dan asing.
  2. Bahwa apa yang kita rasakan sekarang ini, dari semakin banyaknya penganut agama Islam, semangat yang tinggi untuk mengenalnya dan mengamalkan ajarannya adalah bukan sesuatu yang kebetulan. Sebagaimana Yahudi dan Nashrani serta para dukun-dukun mengenal masa kenabian. Kita juga menemukan orang yang menulis fenomena maraknya manusia dewasa ini untuk mengenal Islam bukanlah termasuk meraba-raba perkara ghaib. Tetapi pengamatan dan penelitianlah yang mengantar mereka sampai kepada prediksi itu.

Pentingnya khalwat (menyendiri) dalam kehidupan seorang muslim. Menyendiri, mengintrospeksi diri, merenungi ketidakberdayaannya di hadapan kekuasaan Allah, dan bertafakkur tentang semesta ini, dengan berupaya mengambil dua pelajaran utama dari penyendirian itu; Pertama, mengenal kekurangan diri seperti membanggakan diri sendiri, merendahkan orang lain, dengki, riya dan lain-lain, kemudian beristighfar, bertaubat, dan kembali kepada Allah. Kedua, berdzikir kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya, serta mengingat surga dan neraka serta hari akhirat, dan akhir perjalanan seorang manusia, dan hal-hal lainnya yang bisa mengantarkan kepada ketaatan, dan jauh dari kemaksiatan.

Sumber: Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim az-Zaid, “Fiqh Sirah Nabawiyyah”, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2016