Larangan Mendahului Ramadhan dengan Berpuasa Satu atau Dua Hari Sebelumnya

Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah saw. beliau bersabda, “Janganlah kamu mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dau hari sebelumnya kecuali bagi seseorang yang sudah rutin berpuasa, hendaklah ia berpuasa pada hari itu,” (HR Bukhari [1914] dan Muslim [1082]).

Kandungan Bab:  

  1. Larangan menyambut Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya dengan niat untuk berjaga-jaga. At-Tirmidzi berkata (III/69), “Inilah yang diamalkan oleh ahli ilmu. Mereka menganggap makruh mendahului berpuasa sebelum sebelum masuk bulan Ramadhan dengan anggapan puasa itu termasuk puasa Ramadhan.” 
  2. Barangsiapa yang bertepatan dengan jadwal puasa sunnah yang rutin dikerjakannya, misalnya ia rutin mengerjakan puasa Senin Kamis atau puasa Dawud, maka hendaklah ia tetap berpuasa menurut jadwal rutinnya. Oleh sebab itu, larangan tersebut ditujukan kepada orang yang sengaja berpuasa mendahului Ramadhan untuk berjaga-jaga, bukan puasa wajib atau puasa qadha’ ataupun puasa sunnah yang rutin ia kerjakan. 
  3. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Fathul Baari (IV/128), “Hadits ini merupakan bantahan terhadap sebagian orang yang mendahulukan puasa sebelum ru’yat (hilal Ramadhan) seperti kaum Rafidhah. Dan juga merupakan bantahan terhadap orang yang membolehkan mengerjakan puasa Sunnah mutlak (satu atau dua hari sebelum Ramadhan).” 
  4. Para ulama berbeda pendapat tentang hikmah larangan mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, ada yang mengatakan, Menyiapkan fisik untuk menyambut Ramadhan sehingga masuk Ramadhan dengan fisik yang prima dan bergairah. Ada yang mengatakan: Kekhawatiran tercampur baurnya puasa sunnah dengan puasa wajib, namun pendapat ini perlu ditinjau ulang kembali. Ada yang mengatakan, karena hukum berpuasa bergantung kepada ru’yat, barangsiapa mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari berarti ia berusaha menggugat hukum tersebut. Pendapat inilah yang dipilih oleh ahli ilmu.

    Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Baari (IV/128), “Itulah pendapat yang dipegang oleh ulama.” Dan disetujui oleh asy-Syaukani dalam Nailul Authaar (IV/350).

    Saya katakan, “Begitulah yang dinyatakan secara jelas dalam hadits Hudzaifah r.a, ia berkata, ‘Rasulullah saw. bersabda, ‘Janganlah mendahului Ramadhan (dengan berpuasa) hingga kalian melihat hilal atau menyempurnakan bilangan bulan. Kemudian berpuasalah apabila telah melihat hilal atau menyempurnakan bilangan bulan (tiga puluh hari)’,” (Shahih, HR Abu Dawud [2326], an-Nasa’i [IV/135], Ibnu Khuzaimah [1911], al-Baihaqi [IV/208] dan Ibnu Hibban [3458]).

    Hadits ini diriwayatkan juga dari ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a, diriwayatkan oleh an-Nasa’i, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Takhrijnya akan kami sebutkan pada bab berikut insya Allah.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/160-161.