Diriwayatkan dari Abu Nu’amah, bahwasanya ‘Abdullah bin Mughaffal mendengar anaknya berdo’a, “Ya Allah, aku meminta kepada-Mu istana putih di sebelah kanan Surga, bilamana aku memasukinya.” Maka ia pun berkata, “Hai anakku, mintalah Surga kepada Allah dan berlindunglah kepada-Nya dari api Neraka. Karena aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya, akan ada nanti di tengah ummat ini orang-orang yang melampaui batas dalam bersuci dan berdo’a’,” (Shahih, HR Abu Dawud [96] dan Ibnu Majah [3864]).
Diriwayatkan dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakenya (yakni ‘Abdullah bin ‘Amr r.a.), ia berkata, “Ada seorang Arab Badui datang menemui Rasulullah saw. dan bertanya kepada beliau tentang tata cara wudhu. Beliau memperlihatkan tata cara berwudhu, yakni membasuh setiap anggota wudhu masing-masing tiga kali. Kemudian beliau berkata, ‘Begitulah tata cara berwudhu, barangsiapa menambah-nambahinya, maka ia telah berbuat kesalahan atau melampaui batas atau berbuat zhalim’.” (HR Abu Dawud [135], an-Nasa’i [I/88], Ibnu Majah [422], dan al-Baghawi [228]).
Kandungan Bab:
- Boleh berwudhu sekali-sekali, dua kali-dua kali atau tiga kali-tiga kali. Barangsiapa menambah lebih dari itu, maka ia termasuk orang yang melampaui batas dalam berwudhu.
Ibnul Mubarak telah berkata, “Dikhawatirkan orang yang menambah-nambahi lebih dari tiga kali-tiga kali dalam berwudhu jatuh dalam perbuatan dosa.”
Imam Ahmad dan Ishaq mengatakan, “Hanya orang yang celaka sajalah yang menambah-nambahi lebih dari tiga kali-tiga kali.” (Sharhus Sunnah [I/445]).
- Tidak boleh berlebih-lebihan dalam penggunaan air, walaupun jumlah basuhan sesuai dengan ketentuan yang disyari’atkan.
Al-Bukhari berkata dalam kitab Shahihnya, Kitaab Wudhuu Bab: Perihal Wudhu’, Rasulullah saw. telah menjelaskan bahwa kewajiban berwudhu itu adalah sekali-sekali, dua kali-dua kali atau tiga kali-tiga kali dan tidak boleh lebih dari itu. Para ahli ilmu mebenci israf (berlebih-lebihan menggunakan air) dalam berwudhu dan menambah-nambahi tata cara yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
- Menambah-nambahi dari jumlah yang telah disyari’atkan akan menyebabkan pelakunya jatuh dalam perasaan waswas (ragu-pent.) yang tercela.
- Larangan israf tersebut tidak boleh diartikan karena air sedikit. Telah dinukil dari Abu Darda, Ibnu Mas’ud dan Hilal bin Yasaf bahwa mereka berkata: “Salah satu perkara yang dilarang dalam wudhu adalah israf, meskipun engkau berwudhu di tepi sungai.” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (I/66-67).
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 1/282-284.