Larangan Membenarkan Ahli Kitab dan Larangan Mendustakannya

Allah SWT berfirnan, “Katakanlah (hai orang-orang Mukmin): ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'kub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan ‘Isa, serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabb-Nya. kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya’.” (Al-Baqarah: 136). 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, “Dahulu, Ahli Kitab membaca Kitab Taurat dengan bahasa Ibrani dan menafsirkannya ke dalam bahasa Arab untuk kaum Muslimin. Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘Janganlah kalian benarkan perkataan Ahli Kitab dari jangan pula kalian dustakan mereka, akan tetapi katakanlah, ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami’.” (HR Bukhari [4485]).

Diriwayatakan dari Namlah bin Abi Namlah al-Anshari, bahwa ayahnya bercerita kepadanya, ketika ia sedang duduk di dekat Rasulullah saw., datanglah seorang laki-laki Yahudi dan berkata, “Apakah jenazah ini bisa berbicara?” Rasulullah saw. Menjawab, “Allahu a’lam.” Lelaki Yahudi itu berkata, “Aku bersaksi bahwa jenazah itu dapat berbicara!” Maka Rasulullah saw. pun bersabda, “Janganlah membenarkan apa yang dikatakan oleh Ahli Kitab dan jangan pula mendustakannya. Namun katakanlah, ‘Kami beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, dan para Rasul-Nya.’ Jika perkataannya itu bathil, kalian juga tidak membenarkannya.” (HR Abu Dawud [3644], Ahmad [IV/136], ath-Thabrani dalam al-Kabiir [XXII/874-879], al-Baihaqi [II/10], Ibnu Hibban [6257] dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah [124]).

Kandungan Bab:

Berita yang dinukil dari Bani Israil terbagi tiga: 

  1. Berita yang kita ketahu keshahihannya dan kita yakini kebenarannya melalui Al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih. Berita seperti ini benar dan wajib membenarkannya. Sebab kebenarannya yang ada pada kita turut membenarkannya.
  2. Berita yang kita ketahui kebathilannya dan kita yakini kebohongannya karena bertentangan dengan apa yang ada pada kita. Berita seperti wajib didustakan dan ditolak.
  3. Berita yang tidak diketahui pasti kebenarannya dan kebathilannya. Dalam masalah ini ada perinciannya.

Pembahasan dalam bab ini berkisar tentang masalah tersebut: 

  1. Apabila berita itu termasuk jenis yang ketiga, maka tidak boleh dibenarkan dan tidak boleh pula didustakan. Sebab mengandung kemungkinan benar salah. Jika ternyata benar sementara kita terlanjur mendustakannya atau jika ternyata benar sementara kita terlanjur membenarkannya, tentu kita akan jatuh dalam kesalahan. Ini merupakan dasar wajibnya menutup mulut dalam perkara yang masih dalam kontroversi dan tidak memberi penegasan dalam masalah-masalah yang masih bersifat praduga. Janganlah menetapkan hukum boleh atau tidak boleh. Demikianlah pedoman generasi Salafush Shalih r.a.
  2. Berita jenis ketiga ini boleh dihikayatkan atau riwayatkan dengan menisbatkannya kepada Bani Israil. Berdasarkan sabda Nabi saw., “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat. Sampaikanlah riwayat dari Bani Israil tanpa harus merasa keberatan. Barangsiapa sengaja berdusta atas namaku, silahkan menempati tempat duduknya di Neraka.” (HR Bukhari [3461]).
  3. Akan tetapi, tidak boleh menjadikan riwayat Bani Israil itu sebagai materi tafsir Al-Qur’an atau sebagai riwayat dalam menafsirkan makna ayat, atau sebagai penjelasan bagi perkara-perkara yang belum dijelaskan, atau sebagai perincian bagi perkara yang masih global dalam Al-Qur’an. Menyertakannya bersama Kalamullah yang tidak ada kebathilan di dalamnya baik dari depan maupun dari belakang dalam bentuk seperti ini tentu lebih condong menguatkan pengesahan riwayat Bani Israil itu. Dan hal tersebut bertentangan dengan maksud hadits-hadits Nabi di atas. Perkara itulah yang disinyalir oleh ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a. dalam perkataannya, “Buat apa kalian bertanya kepada Ahli Kitab, sedang Kitabullah yang diturunkan kepada Rasulullah saw. lebih benar. Kalian dapat membacanya tanpa ada perubahan di dalamnya. Rasulullah telah mengabarkan kepada kalian bahwa Ahli Kitab telah merubah-rubah Kitabullah. Mereka menulisnya dengan tangan mereka lalu berkata, ‘Ini berasal dari sisi Allah!’ Mereka menjualnya dengan harga yang murah. Ilmu yang dibawa oleh Rasulullah telah cukup bagi kalian dan kalian tidak perlu bertanya kepada mereka (Ahli Kitab). Demi Allah, kita juga tidak pernah melihat seorang pun dari mereka yang bertanya kepada kalian tentang ilmu yang diturunkan kepada kalian’!” (HR Bukhari [7363]).

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 1/208 – 210.