Dr. Ahmad Zain An Najah, MA*
وَآمِنُواْ بِمَا أَنزَلْتُ مُصَدِّقاً لِّمَا مَعَكُمْ وَلاَ تَكُونُواْ أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ وَلاَ تَشْتَرُواْ بِآيَاتِي ثَمَناً قَلِيلاً وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ
Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Quran) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa. ( Qs Al Baqarah : 41 )
Beberapa pelajaran dari ayat di atas :
Pelajaran Pertama :
َوآمِنُواْ بِمَا أَنزَلْتُ
” Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Quran )” Ayat ini menunjukkan empat hal :
1/ Menunjukkan bahwa Bani Israil diperintahkan untuk beriman terhadap apa yang diturunkan Allah di dalam Al Qur’an, termasuk di dalamnya beriman kepada nabi Muhammad saw
2/ Ayat ini merupakan dakwah atau ajakan kepada Bani Israel agar masuk dan memeluk Islam, setelah pada ayat sebelumnya mereka diingatkan tentang nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada nenek moyang mereka ([1]).Ini merupakan cara Al Qur’an berdakwah, yaitu mengingatkan nikmat Allah yang diberikan kepada mereka, atau mengingat kelebihan yang diberikan Allah kepada mereka, setelah itu baru diajak untuk mengikuti ajaran Allah. Atau dengan kata lain : Mengingatkan tauhid rubiyah, kemudian baru diajak untuk bertauhid uluhiyah. Dan cara seperti ini, sangat banyak kita dapatkan dalam Al Qur’an, sebagiannya sudah diterangkan.
3/ Allah dalam ayat ini tidak menyebut Al Qur’an secara langsung, akan tetapi menyebut dengan ” apa yang Aku turunkan, ” hal ini dimaksudkan bahwa alasan kenapa Bani Israel diperintahkan untuk beriman kepada Al Qur’an ? karena Al Qur’an adalah kitab yang diturunkan Allah sama dengan kitab Taurat yang juga diturunkan dari Allah. ([2])
4/ Menunjukkan juga bahwa Tajdid al Iman atau pembaharuan Iman, atau bahkan Tazkiyah Nafs ( pembersihan diri ) yang paling efektif adalah dengan menggunakan Al Qur’an. ( [3] )Dalam sebuah ceramah yang disampaikan oleh seorang ulama di Madinah Munawarah, salah seorang pendengar bertanya tentang buku terbaik dalam tazkiyah nafs, maka syekh tersebut mengatakan bhawa sebaik –baik buku untuk tazkiyah nafz adalah Al Qur’an.
Pelajaran Kedua :
مُصَدِّقاً لِّمَا مَعَكُمْ
” yang membenarkan apa yang ada padamu, yaitu Taurat ”
(1) Ayat ini menunjukkan bahwa Bani Israil dilarang untuk menyembunyikan kebenaran yang terdapat dalam kitab Taurat, yaitu berita diutusnya nabi Muhammad saw di akhir zaman untuk membenarkan apa yang ada di dalam Taurat dan Injil. Mereka merubah sifat-sifat nabi Muhammad saw karena ingin mengambil keuntungan dunia darinya ( [4] )
(2) ” yang membenarkan apa yang ada padamu ” maksudnya Al Qur’an yang dibawa oleh nabi Muhammad saw ini membenarkan kitab suci-kitab suci yang diturunkan kepada Bani Israel , yang meliputi : At Taurat, Injil, Zabur, Asy’iya’ , Armiya’, Hazqiyal, Danial, dan lain-lainnya
( 3 ) Yang dimaksud ” membenarkan ” adalah bahwa isi Al Qur’an mencakup petunjuk yang dibawa oleh para nabi sebelumnya, seperti ajakan kepada ajaran Tauhid, dan perintah untuk berbuat baik, menjauhi kejelekan, menegakkan keadilan. Jika terjadi perbedaan, itupun hanya karena perbedaan zaman, keadaan dan tempat, akan tetapi semuanya berasal dari satu sumber yaitu Allah swt. Oleh karenanya, Al Qur’an dikatakan menghapus hukum-hukum yang ada pada kitab-kitab sebelumnya, karena perbedaan tempat, zaman dan maslahat. Penghapusan ini dalam istilah ushul fiqh disebut ” Naskh ” , dan tidak dikatakan ” Ibthal ” ( pembatalan ) ataupun ” takdzib ” ( pendustaan ) . Inilah arti bahwa Al Qur’an merupakan ” pembenar ” dari kitab-kitab sebelumnya . ([5])
Pelaran Ketiga :
وَلاَ تَكُونُواْ أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ
” Janganlan kalian menjadi orang-orang pertama yang mengkafirinya “, Maksudnya : wahai Bani Israel yang di Madinah janganlah kalian menjadi golongan pertama dari orang-orang Yahudi yang mengkafiri Al Qur’an ini. Karena sebelum mereka orang-orang Quraisy telah terlebih dahulu mengkafiri Al Qur’an ini sebelum mereka. ( [6] )
Pelajaran Keempat
وَلاَ تَشْتَرُواْ بِآيَاتِي ثَمَناً قَلِيلاً
” janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah ”
( 1 ) Ayat ini diturunkan karena sebagian pendeta Bani Israil tidak mau mengajarkan kebenaran yang mereka ketahui kepada manusia, kecuali dengan meminta uang dari pekerjaannya tersebut, maka Allah melarang mereka untuk berbuat seperti itu.
( 2 ) Sebagian ulama mengatakan bahwa Bani Israil tidak mau beriman kepada Al Qur’an karena kecintaan mereka kepada dunia. ( [7] ) Mereka mengira bahwa dengan beriman kepada Al Qur’an dan mengikuti apa yang dibawa nabi Muhammad saw, mereka akan menjadi golongan yang tersingkir, karena nabi Muhammad saw berasal dari keturunan Arab, sedang mereka dari keturunan Yahudi, yang selama ini menjadi golongan yang terhormat di kota Yastrib ( Madinah ). Itulah yang disebut menukar keimanan dengan dunia, atau menukar keimanan dengan jabatan yang harganya sangat sedikit.
Pelajaran Kelima:
Ayat di atas walaupun diturunkan kepada Bani Israel, akan tetapi berlaku kepada siapa saja yang mempunyai sifat seperti sifat Bani Israel. Berkata Imam Al Qurtubi : ” Dan ayat ini , walaupun khusus untuk Bani Israel, akan tetapi juga mencakup semua orang yang berbuat seperti perbuatan mereka. Maka barang siapa yang mengambil uang suap untuk memanipulasi suatu hak, atau menghilangkannya, atau tidak mau mengajar sesuatu yang wajib diajarkannya kepada orang lain, padahal itu menjadi kewajibannya kecuali dengan meminta upah dari pekerjaannya itu,maka sungguh termasuk dalam larangan ayat di atas. Wallahu A’lam . ( [8] )
Oleh karenanya, kita sebagai umat Islam dilarang untuk belajar suatu ilmu yang seharusnya dilakukan dengan ikhlas, tetapi justru kita mencari ilmu tersebut demi mencari keuntungan dunia yang sedikit itu. Dalam suatu hadist Rosulullah saw pernah bersabda :
من تعلم علما مما يبتغي به وجه الله لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضا من الدنيا
“ Barang siapa yang belajar suatu ilmu yang seharusnya dilakukan dengan ikhlas, tetapi dia menuntutnya demi untuk mencari keuntungan dunia darinya, maka dia tidak akan bisa menyium baunya syurga pada hari kiamat “ ( HR Abu Daud no : 3664 )
Maka, orang seperti ini ada kesamaannya dengan orang-orang Yahudi yang menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit.
Dari situ timbul suatu pertanyaan : Bagaimana hukum belajar di perguruan tinggi atau sekolahan untuk mencari ijazah ? Jawabannya adalah bahwa hukumnya tergantung kepada niat, jika ia berniat dengan ijzahnya tersebut hanya sekedar untuk mencari pekerjaan, maka ia termasuk yang dilarang dalam hadits tersebut. Sebaliknya jika ia berniat dengan ijazah tersebut untuk menegakkan kebenaran dan mengajarkan Islam kepada masyarakat, maka tidak termasuk dalam larangan dalam hadits tersebut. ( [9] )
Pelajaran Ke-enam:
Disana ada beberapa pertanyaan yang ada kaitannya dengan ayat di atas , diantara pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah :
Pertanyaan Pertama : Bolehkah kita mengajar Al Qur’an kepada orang lain dan mengambil gaji darinya ?
Jawabannya adalah : menurut mayoritas ulama, diantaranya adalah Imam Malik, Syafi’I, dan Ahmad menyatakan bahwa hal itu dibolehkan, adapun alasan mereka sebagai berikut : ( [10] )
( 1 ) Dalil Pertama : Sabda Rosulullah saw :
إن أحق ما أخذتم عليه أجرا كتاب الله
“ Sesungguhnya yang paling berhak untuk diambil upahnya adalah mengajar Al Qur’an. “ ( HR Bukhari no : 2276 )
(2 ) Dalil Kedua : Bahwa mengajar Al Qur’an bukan semata-mata ibadat ansich, akan tetapi juga mengandung unsur memberikan manfaat kepada orang lain, seperti halnya mengajar menulis Al Qur’an
( 3 ) Dalil Ketiga : Larangan untuk menjual ayat Allah di atas ditujukan kepada orang yang memang sangat dibutuhkan untuk mengajar Al Qur’an dan tidak ada yang lain, kemudian dia menolaknya kecuali dengan mengambil gaji darinya, khususnya bagi orang-orang yang sebenarnya kurang membutuhkan upah tersebut. Adapun bagi orang yang mengajar Al Qur’an bukan suatu kewajiban baginya, apalagi dia sangat membutuhkan uang untuk hidup, maka dalam hal ini dibolehkan.
( 4 ) Dalil Keempat : Ketika Abu Bakar As Siddiq diangkat menjad khalifah, dia sangat membutuhkan uang untuk nafkah keluarganya, sehingga ia terpaksa pergi ke pasar berjualan baju. Mengetahui hal tersebut , para sahabat sepakat untuk memberinya gaji atas pekerjaannya sebagai khalifah.
( 5 ) Ibnu Katsir ( [11] ) menambahkan dalil yang kelima , yaitu kisah seorang sahabat yang menikah dengan mahar yaitu dengan mengajarkan Al Qur’an, Rasulullah bersabda :
زوجتكها بما معك من القرآن
” Saya menikahkan kamu dengan perempuan ini dan maharnya adalah mengajarkannya Al Qur’an “ ( HR Ahmad : 5/ 315 )
Pertanyaan kedua : Bagaimana hukum membaca Al Qur’an kemudian mengambil upah darinya ?
Jawabannya : Para ulama membedakan antara mengajar dengan membaca, mereka membolehkan mengambil upah dari pengajaran Al Qur’an , karena manfaatnya langsung bisa dirasakan oleh yang diajar, ini dikuatkan dengan adanya contoh dari dari sahabat pada zaman Rosulullah saw sebagaimana yang dijelaskan di atas. Adapun membaca Al Qur’an sebenarnya manfaatnya kembali kepada diri pembaca, maka tidak kita dapatkan para ulama salaf melakukan hal tersebut. Apalagi dikuatkan dengan suatu hadist yang menyebutkan :
عن عمرا بن حصين أنه مر على قاص يقرأ ثم سأل ، فسترجع ثم قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : من قرأ القرآن فليسأل الله به ، فإنه سيجئ أقوام يقرءون القرآن يسألون به الناس
” Dari Imran bin Hushain, pada suatu hari dia melewati tukang cerita yang membaca Al Qur’an kemudian meminta upah dari bacaannya, makanya dia segera mengucapkan : Inna lillah wa inna ilahi rojiun, kemudian berkata : ” Aku pernah mendengar Rosulullah saw bersabda : ” Barang siapa yang membaca Al Qur’an, hendaknya meminta Allah dengannya, karena akan datang suatu kaum yang membaca Al Qur’an dan meminta upah dari manusia darinya. “ ( HR Tirmidzi , no : 2926, Ahmad : 4/ 432 )
Dengan demikian, bisa kita katakan bahwa mengambil upah dari pekerjaan membaca Al Qur’an hukumnya Khilaf Al –Sunnah ( menyelisihi Sunnah ) dan sebaiknya dihindari. ( [12] )
Pertanyaan ketiga : Bagaimana hukumnya menjual Mushaf Al Qur’an ? Jawabannya : Mayoritas ulama, yang diwakili oleh madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’I dan riwayat dari madzhab hambali membolehkan jual beli mushaf Al Qur’an. Mereka berdalil dengan firman Allah swt :
وأحل الله البيع والربا
” Dan Allah menghalalkan jual beli, dan mengharamkan riba ” ( Qs Al Baqarah : 275 )
Menjual mushaf Al Qur’an termasuk dalam keumuman ayat di atas.
Mereka juga beralasan bahwa yang dijual dalam hal ini bukanlah ayat-ayat Al Qur’an, akan tetapi yang dijual adalah kertas, tinta, dan sampul yang ada dalam mushaf. ( [13] )
Pelajaran Ke-tujuh :
ثَمَناً قَلِيلاً
“dengan harga yang sedikit “
maksudnya adalah dunia dengan seluruh kesenangannya. ( [14] ) Kenikmatan dan kesenangan dunia ini menurut pandangan kebanyakan orang adalah kenikmatan yang sangat banyak, akan tetapi menurut pandangan Allah adalah sesuatu yang berharga rendah dan sedikit, karena sifatnya yang menipu dan tidak kekal. Sebagai contoh saja, kalau seseorang membeli makanan yang sangat mahal dan hanya ada di luar negri, maka ketika ia memakannya, nikmat yang ia rasakan hanya beberapa menit, tepatnya ketika makanan itu melewati tenggorakan, setelah itu sirna kembali. Bukanlah ini adalah nikmat yang sedikit dan menipu, dan begitu seterusnya.
Pelajaran Ke-delapan :
وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ
” dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa ”
( 1 ) Taqwa menurut Talq bin Habib adalah beramal dengan mentaati Allah, mengharapkan rahmat Allah, dengan pijakan cahaya Allah, sambil meninggalkan maksiat kepada Allah, di atas pijakan cahaya Allah, serta takut dengan siksaan Allah.( [15] )
( 2 ) Pada ayat sebelumnya Allah memerintahkan Bani Israel untuk takut hanya kepada Allah, sedang dalam ayat ini Allah memerintahkan bani Isarel untuk bertaqwa kepada Allah , apa rahasianya ? Paling tidak ada dua hal yang bisa dipetik darinya :
– Pertama : Sebuah ketaqwaan harus didahului dengan rasa takut kepada Allah, karena ketaqwaan itu sendiri merupakan hasil dari rasa takut kepada Allah swt. .( [16] )
– Kedua : Karena ayat sebelumnya mengandung perintah untuk menepati janji,maka Allah mengancam kepada siapa saja yang menyelesihi janji tersebut, sehingga diakhiri dengan perintah untuk takut hanya kepada Allah saja. Sedang ayat ini mengandung perintah untuk beriman kepada Al Qur’an yang banyak didustakan oleh para pemimpin mereka, sehingga sangat tepat kalau Allah memerintahkan agar mereka bertaqwa kepada Allah saja. ([17])
( 3 ) Ayat ini juga merupakan ancaman kepada siapa saja yang menyembunyikan kebenaran padahal dia mengetahuinya .( [18] )
( [1] ) Ibnu Asyur, Al Tahrir wa Al Tanwir, juz I , hlm : 259
( [2] ) Ibid
( [3] ) Al Biqa’I, Nudhumu al Durar fi Tanasub al Ayat wa al Suwar, juz I , hlm : 77
( [4] ) Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Adhim, Juz I, hlm : 132
( [5] ) Ibnu Asyur, Op.Cit,
( [6] ) Ibnu Katsir, Op. Cit.
( [7] )Tafsir Syekh Ibnu Utsaimin
( [8] ) Al Qurtubi, Al Jami’ Li Ahkam Al Qur’an ,( Beirut : Dar Al Kutub Ilmiyah ) 1996, Cet, ke V, Juz I, hlm : 228-229
( [9] ) Tafsir Syekh Ibnu Utsaimin
( [10] ) Al Qurtubi, Op. Cit, hlm : 229
( [11] ) Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Adhim, Juz I, hlm : 132
( [12] ) Fatawa Kibar Ulama Al Ummah, ( Kairo : Al Maktabah Al Islamiyah ), 2002, Cet ke : II, hlm : 1013
( [13] ) Syekh Adil Yusuf Al Azazy, Tamam Al Minnah fi Fiqh Al Kitab wa Shohih As Sunnah,Kitab Al Buyu’ ( Kairo : Muasyasyah Qurtubah ),2005, Cet. I, hlm : 78
( [14] ) Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Adhim, Juz I, hlm : 133
( [15] ) Ibid
( [16] ) Al Biqa’i, Op. Cit .
( [17] ) Ibnu Asyur, Op. Cit, , hlm : 267
( [18] ) Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Adhim, Juz I, hlm : 133
Kairo, 2 Juli 2007 M
*Direktur Pesantren Tinggi Al-Islam, Pondok Gede, Bekasi. (ahmadzain.com)