JAKARTA (voa-islam.com) – Berita pengeroyokan mujahidin di LP Klas II A Salemba, Jakarta Pusat begitu simpang siur diberitakan media sekuler.
Seperti dikutip antaranews.com, narapidana kasus penyerangan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD), Irene Sophia Tupessy, terlibat bentrokan dengan terpidana kasus tindak pidana teroris di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Salemba, Jakarta Pusat.
“Kejadiannya Senin pagi,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Rikwanto di Jakarta, Senin.
Rikwanto mengatakan petugas masih menyelidiki penyebab bentrokan antarpenghuni Lapas Salemba tersebut. Kejadian bentrokan antarpenghuni lapas berlangsung sekitar sejam, namun tidak ada korban pada pertikaian tersebut.
Tak ingin terjebak dengan informasi satu arah yang menyesatkan tersebut, jurnalis voa-islam.com melakukan investigasi dan menemui langsung mujahidin korban pengeroyokan di LP Salemba. Mereka pun akhirnya menyampaikan kronologis kejadian pengeroyokan tersebut.
Menurut informasi dari salah seorang sipir, delapan orang preman Ambon sudah mulai gusar. Selama dua minggu di Mapenaling (Masa pengenalan lingkungan) di Blok B (Baharuddin Suryobroto) mereka tak mau dipindah. Bahkan preman Ambon dengan berani memarahi sipir dan menyobek surat mutasi.
Sekitar pukul 10.00 WIB pagi waktu itu Hendra Ali turun dari lantai 2 Blok B karena mendengar suara teriakan. Namun ketika dilihat tidak ada kejadian apapun. Saat hendak kembali ke sel di lantai 2 salah seorang preman Ambon bertanya dengan kasar; “mau kemana kamu?” namun dijawab dengan biasa saja oleh Hendra Ali yang mengatakan mau ke lantai 2.
Tak puas, preman Ambon pun memulai cekcok. Mereka akhirnya terlibat perkelahian lalu dipisahkan oleh sipir penjara dan Hendra Ali pun dibawa ke kantor KPLP.
Usai diamankan, Hendra Ali hendak kembali ke sel di Blok B yang dihuni mujahidin. Namun saat berjalan di tengah lapangan, pihak preman Ambon yang terlibat perkelahian lalu melakukan provokasi para preman lainnya di Blok A.
Anehnya, kunci Blok A yang dihuni preman Ambon justru terbuka dan tidak dikunci. Padahal saat bentrok pertama seharusnya semua Blok dikunci oleh petugas LP. Mujahidin pun mensinyalir ada upaya pembiaran atau setidaknya kelalaian dari pihak LP.
Saat itulah Hendra Ali dikeroyok ratusan preman Ambon dari Blok A yang kuncinya terbuka. Hendra tak kuasa menghadapi pukulan lalu jatuh diinjak-injak. Bukan hanya itu, diantara preman Ambon itu ada yang membawa senjata tanjam dan menusuk Hendra. Mujahidin lainnya yang mencoba membantu pun menjadi sasaran pengeroyokan.
Hendra akhirnya pingsan tak sadarkan diri setelah dikeroyok, di tubuhnya banyak luka memar, ada luka sobek di belakang telinga, di perut dan pergelangan kaki. Ia lalu dibawa ke klinik untuk mendapatkan pengobatan.
Usai terjadinya kasus pengeroyokan, para pelaku tidak mendapatkan sanksi hukum apa pun dari pihak LP, namun hanya dipindahkan ke LP Klas I Tangerang.