Ayat 79, yaitu firman Allah ta’ala,
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani , karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (Ali Imran: 79)
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Ishaq dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Abu Rafi’ al-Qarzhi, berkata, ‘Ketika para pendeta Yahudi dan pendeta Nasrani dari Najran berkumpul di tempat Rasulullah dan beliau mengajak mereka untuk masuk Islam, mereka berkata, ‘Apakah engkau ingin agar kami menyembahmu sebagaimana orang-orang Nasrani menyembah Isa?’ Maka Rasulullah menjawab, ‘Na’udzu billah (Kami berlindung kepada Allah dari hal itu?.”
Maka Allah menurunkan firman-Nya pada peristiwa itu, ‘Tidak mungkin bagi seseorang…,’ hingga firman-Nya, ‘…setelah kamu menjadi muslim? (Ali Imran: 79-80)
Abdurrazaq dalam tafsirnya meriwayatkan dari Hasan al-Bashri dia berkata, “Sampai kepada saya bahwa seorang lelaki berkata kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, kami akan mengucapkan salam kepadamu sebagaimana kami mengucapkan salam kepada sesama kami. Lalu apakah kami perlu bersujud kepadamu?’ Rasulullah menjawab,
‘Tidak, akan tetapi muliakan Nabi kalaian dan ketahuilah hak dan keluarganya. Karena sesunguhnya tidak sepantasnya seorang sujud kepada selain Allah.’
Lalu Allah menurunkan firman-Nya,
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani , karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?”” (Ali Imran: 79-80)
Ayat 86, yaitu firman Allah ta’ala,
“Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keteranganpun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang yang zalim.” (Ali Imran: 86)
Sebab Turunnya Ayat
An-Nasa’i, Ibnu Hibban, dan al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Dulu ada seorang lelaki dari Anshar yang masuk Islam lalu dia murtad. Kemudian dia menyesal dan mengirim pesan kepada kaumnya yang isinya, ‘Tanyakan kepada Rasulullah apakah saya masih bisa bertobat?’
Maka turunlah firman Allah,
“Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keteranganpun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang yang zalim. Mereka itu, balasannya ialah: bahwasanya la’nat Allah ditimpakan kepada mereka, (demikian pula) la’nat para malaikat dan manusia seluruhnya, mereka kekal di dalamnya, tidak diringankan siksa dari mereka, dan tidak (pula) mereka diberi tangguh, kecuali orang-orang yang taubat, sesudah (kafir) itu dan mengadakan perbaikan . Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran: 86-89)
Setelah kaumnya itu mengirimkan berita gembira itu kepadanya, lalu dia masuk Islam lagi.” (54)
Musaddad dalam musnadnya dan Abdurrazaq meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata, “Al-Harits bin Suwaid mendatangi Rasulullah dan masuk Islam. Kemudian dia kafir lagi dan kembali kepada kaumnya. Lalu Allah menurunkan firman-Nya atasnya, ‘Bagaimana Allah akan memberi petunjuk kepada suatu kaum yang kafir setelah mereka beriman,…’ hingga firman-Nya, ‘…maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Ali Imran: 86-89)
Lalu seseorang dari kaumnya menyampaikan tentang ayat tersebut kepadanya dan membacakan kepadanya. Maka al-Harits berkata, ‘Demi Allah, sungguh engkau adalah orang yang sangat jujur. Sesungguhnya Rasulullah lebih jujur darimu. Dan sesungguhnya Allah paling jujur.’ Lalu dia masuk Islam lagi dan berislam dengan baik.”
54. HR. An-Nasa’i dalam Kitabu Tahriimid Dam, No. 4000, HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak, No. 2579 dan Ibnu Hibban dalam shahihnya No. 4554.
Sumber: Diadaptasi dari Jalaluddin As-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul, atau Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, terj. Tim Abdul Hayyie (Gema Insani), hlm. 124 – 129.