Bagaimana Cara Kita Shalat di Pesawat?

Haji

Jawaban:

1. Cara mengerjakan shalat sunnah di pesawat cukup duduk di kursi ke arah manapun pesawat berjalan, lalu merunduk pada saat rukuk dan sujud, sedangkan pada saat sujud harus merunduk lebih rendah.

2. Tidak boleh shalat di pesawat, kecuali jika memungkinkan untuk menghadap kiblat dari awal hingga akhir, bisa ruku’, sujud, berdiri dan duduk.

3. Jika tidak mungkin mengerjakannya seperti itu, dia harus mengakhirkannnya hingga turun di bandara dan shalat di daratan. Jika dia takut waktunya habis sebelum pesawat landing, dia bisa mengakhirkannya hingga waktu shalat kedua dengan cara dijamak, seperti shalat Dhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isyak. Jika dia takut waktu kedua habis, dia boleh mengerjakan keduanya di pesawat sebelum waktunya dan mengerjakan syarat-syarat, rukun-rukun, dan kewajiban-kewajiban shalat semampunya.

Misalnya, jika pesawat terbang sebelum matahari tenggelam dan matahari tenggelam ketika dia di angkasa, maka dia tidak boleh shalat Maghrib hingga mendarat di bandara dan turun lalu shalat di darat. Jika dia takut waktu Maghrib habis, maka dia mengakhirkannya hingga waktu Isyak dan menjamaknya dengan jamak takhir setelah turun. Jika dia takut waktu Isyak habis juga, yaitu di pertengahan malam, maka dia mengerjakan keduanya sebelum waktunya habis di pesawat.

4. Adapun cara shalat fardhu di pesawat adalah dengan berdiri dan menghadap kiblat lalu bertakbir, membaca doa Al-Iftitah,lalu Al-Fatihah, beberapa ayat Al-Qur’an, kemudian rukuk, I’tidal, sujud, dan duduk di antara dua sujud dengan tumakninah, kemudian sujud kedua, dan seterusnya hingga selesai. Jika tidak bisa sujud, maka dia duduk sebagai isyarat dari sujud. Jika dia tidak mengetahui kiblatnya dan tidak seorangpun yang memberitahunya secara meyakinkan, maka dia berijtihad sendiri dan mengerjakan shalat dengan menghadap ke arah kiblat yang sesuai dengan ijtihadnya.

5. Shalat seorang musafir di pesawat adalah dengan cara diqashar untuk shalat-shalat yang empat rakaat sehingga tinggal dua rakaat-dua rakaat, seperti layaknya para musafir lainnya.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Fataawaa Arkaanil Islam, atau Tuntunan Tanya-Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, Haji: Fataawaa Arkaanil Islam, terj. Muniril Abidin, M.Ag (Darul Falah, 2005), hlm. 546 – 547.