Jawaban:
Seperti halnya mengerjakan haji untuk mayit, mengerjakan umrah untuk mayit diperbolehkan. Begitu juga mengerjakan amalan-amalan shalih lainnya untuk mayit diperbolehkan. Imam Ahmad Rahimahullah berpendapat bahwa setiap pendekatan kepada Allah yang dikerjakan dan menjadikan pahalanya untuk orang yang masih hidup atau orang telah mati hukumnya boleh, tetapi mendoakan lebih baik daripada menghadiahi pahala kepadanya. Dalil dalam hal ini adalah sabda Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam, “Jika manusia mati maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal; shadaqoh jariyah, atau ilmu yang bermanfaaat atau anak sholeh yang mendoakannya.” (Diriwayatkan Muslim).
Wajhu dhilalah dari hadits ini bahwa Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam tidak bersabda, “atau anak sholeh yang beribadah, membaca Al-Quran, sholat, umrah atau puasa untuknya dan sebagainya”, padahal hadits tersebut berbicara tentang amal, yaitu amal yang terputus setelah kematian. Seandainya yang diminta adalah agar manusia beramal untuk ayah dan ibunya tentu Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda, “Dan anak shalih yang beramal untuknya.”Tetapi jika seseorang beramal sholeh dan menghadiahkan pahalanya kepada salah seorang Muslim, maka hal itu hukumnya boleh.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Fataawaa Arkaanil Islam, atau Tuntunan Tanya-Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, Haji: Fataawaa Arkaanil Islam, terj. Muniril Abidin, M.Ag (Darul Falah, 2005), hlm. 536 – 537.