Hukum Suami Yang Mengharamkan Isterinya Atau Budak Perempuan

Dari Anas r.a. bahwa Rasulullah saw. pernah mempunyai seorang budak perempuan yang beliau gauli. Kemudian Aisyah dan Hafshah berusaha keras (supaya beliau mengharamkannya) hingga beliau betul-betul mengharamkannya atas diri beliau. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, ”Hai Nabi mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan untukmu; kamu mencari kesenangan hati istrimu-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (Shahihul Isnad: Shahih Nasa’i  no:3695 dan Nasa’i VII:71). Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, ”Jika seorang suami mengharamkan isterinya, maka itu menjadi sumpah yang harus ia tebus dengan membayar kafarah.” Lebih lanjut Ibnu Abbas membaca ayat, ”Sungguh bagi kalian terdapat suri tauladan pada diri Rasulullah.” (Muttafaqun ’alaih: Muslim II:1100 no:1473 lafazh bagi Imam Muslim, dan Fathul Bari IX:374 no:5266).

Barangsiapa yang berkata kepada isterinya, “Engkau haram atas diriku”, maka ia harus menebusnya dengan membayar kafarah sumpahnya itu sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah SWT, “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak termasuk (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah yang kamu sengaja, maka kafarah (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budan. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian itu, maka kafarahnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kafarah sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar).” (Al-Maa’idah:89). (618-620).

Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 618 -620.