WHO: Rokok Baik untuk Ekonomi Adalah Propaganda

Wakil Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, pemahaman industri tembakau baik untuk ekonomi merupakan propaganda yang dibuat oleh perusahaan rokok.

“Pengertian industri tembakau, meski buruk untuk kesehatan, tetapi baik untuk ekonomi negara merupakan propaganda yang dibuat oleh perusahaan rokok,” kata Direktur Tobacco Free Initiative WHO, Dr. Douglas Bettcher, saat diskusi dengan media mengenai bahaya rokok di kantor perwakilan WHO di Jakarta, Rabu (27/10).

Ia menyatakan, dalam Forum Ekonomi Dunia, tempat berdiskusinya para pemimpin bisnis dunia yang biasa diadakan setiap tahun di Jenewa, menghasilkan konsensus yang sama, yaitu penyakit tidak menular menjadi resiko global terbesar ketiga yang mungkin terjadi, dan keempat terbesar dalam membawa beban ekonomi, lebih beresiko daripada penyakit menular.

Menurutnya, enam dari delapan penyakit tidak menular yang menjadi penyebab kematian di dunia diakibatkan oleh konsumsi tembakau.

WHO: Rokok Baik untuk Ekonomi Adalah Propaganda

Ia juga menjelaskan, kerugian yang diakibatkan oleh rokok mencapai 1,2 miliar dolar AS, sekitar 5-7 kali keuntungan pemerintah dari cukai produk tembakau tersebut, sehingga jelas lebih merugikan.

Ada beberapa bukti bahwa dengan menaikkan pajak menurunkan angka perokok, namun tetap meningkatkan pendapatan negara, jelas wakil WHO berwarga negara Kanada itu.

“Thailand memberlakukan 75 persen cukai pada rokok yang secara sukses mengurangi angka perokok dan menaikkan pendapatan negara,” kata Bettcher.

Mesir, lanjutnya, menaikkan 40 persen cukai rokok, yang pendapatan tersebut digunakan untuk mendanai layanan kesehatan bebas biaya.

Di lain pihak, ia memaparkan bahwa strategi pabrik rokok itu sama di seluruh dunia, yaitu menyerang anak-anak muda untuk menjadi konsumen berikutnya.

“Cuma perbedaan di Indonesia, ialah masyarakatnya yang permisif, dengan tidak memberikan pembatasan pada iklan di media dan sponsor pada acara atau kegiatan anak muda, seperti musik dan acara olah raga,” katanya

WHO mengakui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), tetapi tidak mengakui kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan tembakau, kata Bettcher.

“Perusahaan tersebut pada dasarnya membunuh setengah dari konsumennya, jadi tidak bisa dibilang sebagai bertanggung jawab secara sosial,” kata Bettcher yang akan berada di Jakarta hingga Jumat.

Ia memberi saran langkah yang dapat diimplementasikan pemerintah Indonesia untuk mengurangi angka perokok, antara lain larangan merokok di tempat umum, ada gambar peringatan pada bungkus rokok, pelarangan iklan dan sponsor musik dan olah raga sepenuhnya, serta membuka jalur telepon untuk perokok yang ingin berhenti.

“Kami bukan ingin mematikan industri tembakau, tetapi hanya ingin aturan ketat supaya masyarakat dapat hidup dalam lingkungan sehat dengan membuat keputusan benar,” katanya. (ant/Fani)