Selasa, 11 Mei 2010, sidang ke-12 pimpinan sekaligus pemilik Ar-Rahmah Media, M Jibriel kembali digelar. Dalam sidang yang sudah memakan waktu 3 bulan ini, terdakwa imajinatif M Jibriel mengungkapkan penyiksaan dan pelecehan yang dialaminya semenjak penangkapan hingga penyusunan BAP. M Jibriel juga membantah semua tuduhan jaksa yang terlalu dipaksakan dan tidak memiliki bukti yang kuat. Satu-satunya yang diakui M Jibriel adalah penggunaan passport yang tidak menggunakan namanya, itupun tidak dia sengaja dan karena tergesa untuk berangkat umrah. Akankah kebebasan M Jibriel segera terwujud? BAP Ditandatangani Setelah Siksa & Pelecehan
Ada hal yang sangat ironis dan sangat tidak manusiawi menimpa M Jibriel, khususnya sejak beliau ‘diculik’ Densus 88 hingga beliau menandatangani BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Hal ini terungkap dalam persidangan M Jibriel yang ke-12 di PN Jakarta Selatan, Selasa, 11 Mei 2010.
Setelah Hakim Ketua mengetukkan palu, tepat pukul 12.50 (waktu sidang kembali molor), JPU (Jaksa Penuntut Umum) Firmansyah langsung mencecar M Jibriel dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan. M Jibriel dalam kesempatan tersebut mengungkapkan bahwa dirinya berulang kali mendapatkan siksaan dan pelecehan, sebelum akhirnya di-BAP oleh penyidik.
M Jibriel menceritakan, kurang lebih 4 atau 5 hari, sejak penculikan dirinya oleh Densus 88, dirinya dibawa ke sebuah tempat yang tidak dia ketahui dan di sana dirinya dipaksa untuk mengaku bertemu dengan Noordin M Top. M Jibriel tentu saja menolak dan menyatakan bahwa dirinya tidak pernah bertemu dengan Noordin M Top, dan ketika itulah dia mendapatkan siksaan secara fisik dan pelecehan.
Bahkan, yang paling menyedihkan adalah ketika M Jibriel dipaksa untuk membuka semua pakaiannya alias ditelanjangi, dan diambil gambar beliau, lalu diancam akan diekspos jikalau M Jibriel tidak mengakui dirinya pernah bertemu dengan Noordin M Top. Sungguh keterlaluan, dan sangatlah zalim. Baru pada hari ke-5, dirinya disodorkan BAP yang sudah disusun dan langsung disuruh menandatangani. Ironis!
Dalam persidangan tersebut juga terungkap bahwa tim penyidik berbeda dengan tim ‘penyiksa’. Penyiksaan dan pelecehan yang dialaminya, menurut M Jibriel membuat dirinya merasa ditekan secara mental, hingga BAP yang disusun menurutnya mau tidak mau harus ditandatangani. Berkali-kali takbir menggema di ruang sidang menanggapi kezaliman yang dialami M Jibriel tersebut serta untuk memberikan support kepadanya.
Passport Umroh & Email yang Tak Terpakai Lagi
Dalam sidang kali ini, M Jibriel juga menjelaskan bagaimana dirinya sampai menggunakan nama dan passport yang berbeda dengan nama aslinya. Beliau menceritakan bahwa pada saat itu dirinya sudah ditunggu oleh keluarganya untuk umroh, namun passport yang dibuat atas namanya belum juga selesai dibuat oleh seorang calo yang sudah dibayarnya mahal.
Tiba-tiba, dua hari kemudian, tanpa sepengetahuan M Jibriel, calo tersebut, telah membuatkan dirinya sebuah nama dan passport lain yang siap untuk dipakai. Karena sudah terdesak oleh waktu dan karena sudah membayar mahal, yakni 9 juta rupiah untuk sebuah passport, maka M Jibriel tanpa berpikir panjang langsung berangkat menggunakan nama dan passport tersebut.
M Jibriel juga menjelaskan bahwa email prince of diary yang menjadi dakwaan jaksa selama ini sejak tahun 2007 sudah tidak bisa dan tidak pernah digunakan lagi olehnya. Jadi bagaimana bisa email itu kemudian dibuka dan dituduhkan telah dipergunakan olehnya pada tanggal 23 Agustus 2008 ? M Jibriel tegas-tegas mengatakan bahwa hal itu tidak benar!
Begitu pula dengan tuduhan JPU tentang chatting yang katanya pernah M Jibriel lakukan dengan menggunakan ID atau nama Pendeta. M Jibriel menjawab bahwa dirinya tidak pernah chatting sebagaimana yang dituduhkan dan bagaimana mungkin dirinya yang seorang muslim bisa menggunakan nama pendeta, “saya khan bukan orang Kristen”, begitu ungkapnya!
M Jibriel: Saya Merasa Dizalimi!
Dalam kesempatan tersebut, kuasa hukum M Jibriel dari TPM, Achmad Michdan menanyakan bagaimana proses BAP dilakukan dan menanyakan apakah ketika mengisi BAP tersebut terdakwa didampingi oleh kuasa hukum. M Jibriel menjawab bahwa ketika di BAP, dirinya tidak pernah didampingi oleh kuasa hukum, hanya ketika mau tanda tangan BAP, dirinya didampingi oleh kuasa hukum yang ditunjuk oleh aparat.
Kuasa hukum M Jibriel lainnya, Hariyadi Nasution, dari LBH Muslim menanyakan legalitas formal dari Ar-Rahmah Media sebagai perusahaan yang dimiliki dan dipimpin M Jibriel. M Jibriel menjelaskan bahwa Ar-Rahmah Media awalnya berbentuk CV dan kini telah menjadi PT. Setiap film yang diproduksi oleh Ar-Rahmah Media harus selalu lolos dari LSF atau Lembaga Sensor Film, jadi tidak ada yang disembunyikan dan ditutup-tutupi.
M Jibriel juga menjelaskan bahwa Ar-Rahmah Media didirikan untuk menyeimbangkan berita kaum muslimin yang selama ini didominasi oleh media Barat. Karena kerja kita adalah jurnalistik, maka setiap ada berita tentang dunia Islam, pasti akan kita muat, termasuk pernyataan yang mengatasnamakan tandzim Al Qaeda pimpinan Noordin M Top ketika itu, jelas M Jibriel. Jadi, tidak ada yang salah menurut saya tentang hal tersebut. Pernyataan M Jibriel tersebut langsung disambut oleh takbir dari sebagian besar pengunjung sidang.
Pada akhir sidang, hakim ketua menanyakan kepada M Jibriel apakah sebelumnya dirinya pernah berurusan dengan masalah hukum, dan dijawab tidak pernah oleh M Jibriel. Lalu, ketika ditanyakan apa perasaan dan pendapatnya, M Jibriel menjawab bahwa dirinya merasa dizalimi karena dituduh hal-hal dan perbuatan yang tidak pernah dilakukannya. Ditanya tentang pemalsuan passport, M Jibriel menjawab bahwa dirinya tidak sengaja karena tergesa-gesa ingin umrah dan mengakui kekeliruan tersebut. Hakim akhirnya mengakhiri sidang dan menunda sidang hingga kamis depan, yakni Kamis, tanggal 20 Mei 2010. Semoga sidang ini segera berakhir dan M Jibriel bisa kembali bebas menghirup udara segar. Insya Allah! [Vis/M Fachry]