Diriwayatkan dari Abu Juhaifah, ia berkata, "Aku pernah bertanya kepada Ali r.a, 'Apakah kalian memiliki sesuatu selain dari al-Qur'an?' Ia menjawab, 'Demi Dzat yang menumbuhkan bibit dan menciptakan ruh, kami tidak memiliki apa-apa kecuali pemahaman yang dianugerahkan Allah kepada seseorang tentang al-Qur'an dan apa yang terdapat dalam lembaran-lembaran ini.' Aku bertanya lagi, 'Apa yang tercantum dalam lembaran-lembaran ini?' Ia menjawab, 'Tebusan, hukum pembesan tawanan, dan seorang muslim tidak dihukum mati karena membunuh orang kafir'," (HR Bukhari [6915]). Diriwayatkan dari Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Kaum muslimin setara dalam jiwa mereka. Mereka sama-sama menjaga jaminan yang diberikan oleh muslim lainnya meskipun yang memberikan jaminan adalah orang yang paling rendah dari mereka atau kedudukannya jauh dari mereka. Kaum muslimin harus menjadi pelindung bagi muslim lainnya terhadap musuh-musuh mereka. Kaum muslimin yang kuat harus membela kaum muslimin yang lemah dan yang ikut perang membantu yang tidak ikut perang. Seorang mukmin tidak boleh dibunuh karena membunuh orang kafir dan tidak boleh juga membunuh orang kafir yang masih berada dalam perjanjian selama masa perjanjian belum habis'," (Shahih lighairihi, HR Abu Dawud [2751] dan Ibnu Majah [2659]). Ada beberapa hadits lain yang termasuk dalam bab ini, yaitu dari Ibnu Abbas, Aisyah, Ma'qil bin Yasar r.a. Kandungan Bab:
- Seorang mukmin tidak dibunuh karena membunuh orang kafir dan ini adalah pendapat mayoritas ulama.
- Al-Baghawi berkat dalam kitabnya Syarhus Sunnah (X/174-175), "Hadits ini merupakan dalil bahwasanya seorang muslim tidak dihukum mati karena membunuh orang kafir, baik kafir dzimmi yang teirkat dengan perjanjian seumur hidup atau kafir yang meminta jaminan keamanan dalam jangka waktu tertentu. Ini pendapat yang dipegang oleh sejumlah sahabat, tabi'in, dan ulama setelah mereka. Yaitu pendapat umar, Utsman, Ali, Zaid bin Tsabit r.a, Atha', Ikrimah, al-Hasan al-Bashri, Umar bin Abdul Aziz, Malik, Sufyan ats-Tsauri, Ibnu Syibrimah, al-Auza'i, asy-Syafi'i, Ahmad dan Ishaq.
- Ashaabur Ra'yi memiliki pendapat yang berseberangan dengan pendapat ini dan mereka berdalil dengan hadits-hadits dan atsar-atsar yang sanadnya tidak shahih sebagaimana yang telah dijelaskan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Baari (xII/262) dan al-Baghawi dalam kitabnya Syarhus Sunnah (190/175-176) dan asy-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar (VII/55).
- Beberapa kelompok jama'ah berpendapat dengan pendapat yang berseberangan dengan hadits ini dan saya telah membantah pendapat tersebut di dalam kitabku "Al-Jama'atul Islamiyyah fi Dhau'il Qur'an was Sunnah bi Fahmi Salafil Ummah" (sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul "Jama'ah-Jama'ah Islam yang Menyimpang Ditimbang Menurut al-Qur'an dan as-Sunnah".
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 3/494-496.