Kepolisian Inggris bekerjasama dengan Pimpinan universitas telah mengerahkan personilnya ke berbagai universitas di Inggris untuk mengawasi para mahasiswa Muslim yang dianggap "radikal". "Kami telah mengidentifikasi beberapa universitas untuk mencegah terjadinya resiko yang lebih besar. Namun demikian, kami tetap harus bekerjasama dengan Special Branch dari kepolisian," ujar Menteri Pendidikan Tinggi, David Lammy kepada BBC, Kamis (4/2).
"Saya pikir itu merupakan suatu kerjasama yang baik antara pimpinan universitas dan kepolisian," tambahnya.
Special Branch adalah julukan yang sudah lazim digunakan untuk menyebut satuan khusus yang bertanggung jawab terhadap masalah keamanan nasional di Inggris. Satuan ini bertugas melindungi negara dari ancaman "terorisme" dan tindakan radikal lainnya.
"Memang selama ini di universitas belum ada tindakan "radikal" yang signifikan, tapi kita mengakui bahwa tingkat kemungkinan terjadinya tindakan itu semakin meningkat. Karena itu, kami menganggapnya sebagai ancaman yang cukup serius," tutur Lammy.
Menanggapi ancaman itu, para anggota Special Branch dan beberapa anggota Kepolisian lainnya hadir di universitas untuk mewujudkan kerjasamanya. Di universitas mereka mengadakan rapat.
Kekhawatiran yang berlebih ini muncul setelah belakangan diketahui bahwa Umar Faruq, pelaku bom istisyhadiyah terhadap sebuah pesawat di Detroit, AS, Desember lalu, adalah seorang mahasiswa di Universitiy College London (UCL). Di universitas itu Umar Faruq mempelajari teknik mesin antara tahun 2005 sampai 2008.
Sebenarnya, jauh-jauh hari pemerintah Inggris telah mengantisipasi timbulnya gerakan "radikal". Pada 2006 lalu, Inggris membuat buku panduan khusus bagi staf universitas untuk mengantisipasi gerakan "radikal" di kampus.
Berlebihan
Keputusan mengirim satuan khusus ke berbagai universitas untuk mengawasi para mahasiswa yang dianggap radikal cukup menarik perhatian. Salah satunya adalah Prof. Malcolm Grant, seorang Profesor dari UCL. Prof. Malcom mengaku tidak setuju universitas bekerjasama dengan polisi. Menurutnya, tindakan itu sangat berlebihan.
"Itu berarti mereka tidak percaya bila kita dapat membentengi para mahasiswa dari tindakan "radikal"," ujarnya.
Perhatian lain datang dari Ketua Federation of Student Islamic Societies (Fosis), Qasim Rafiq. Menurutnya, anggapan bahwa mahasiswa muslim Inggris "radikal" tidak ada bukti.
"Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa mahasiswa muslim Inggris bersikap "radikal" di berbagai universitas," ujarnya.
Kekhawatiran yang berlebihan itu juga ditampik oleh lembaga Cambridge. Setelah lembaga ini mengadakan penelitian terhadap para mahasiswa Islam di berbagai universitas ternyata tidak dijumpai sikap radikal dari mahasiswa Muslim. Justru, mayoritas mahasiswa Muslim di Inggris lebih banyak bergabung dengan Amnesty Internasional daripada Al-Qaeda. (Iol/Fani)