1. PENGERTIAN GHASHAB
Ghashab ialah mengambil hak orang lain dengan cara yang tidak benar.
2. HUKUM GHASHAB
Ghashab, merampas hak orang lain adalah perbuatan zhalim, sedangkan perbuatan zhalim termasuk kegelapan-kegelapan pada hari kiamat.
Allah swt berfirman:
“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zhalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. Mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mengangkat kepalanya, sedangkan mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.” (QS Ibrahim: 42-43).
Firman-Nya lagi:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil.” (QS al-Baqarah: 188).
Dalam khuthbah (haji) wada’, Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya darahmu, harta bendamu, dan kehormatanmu adalah haram atasmu, seperti haramnya pada harimu ini pada bulanmu ini, (dan) di negerimu ini.” (Shahihul Jami’us Shaghir no: 2068).
Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda, “Pezina tidak akan berzina manakala ia beriman ketika berzina, tidak akan minum khamer manakala ia beriman ketika meneguknya, tidak akan mencuri manakala ia beriman ketika mencuri, dan tidak akan melakukan satu perampasan yang membuat mata orang-orang terbelalak ketika melihatnya manakala ia beriman ketika melakukannya.” (Muttafaqun’ alaih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 7707).
3. HARAM MEMANFAATKAN BARANG RAMPASAN
Perampas diharamkan menggunakan harta rampasan, dan ia wajib mengembalikannya kepada pemiliknya:
Dari Abdullah bin as-Sa-ib bin Yazid dari bapaknya dari datuknya bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Seorang di antara kamu tidak boleh mengambil perbekalan saudaranya, baik main-main maupun serius; dan barangsiapa yang mengambil tongkat saudaranya, maka kembalikanlah ia!” (Hasan: Shahihul Jami’us Shaghir no: 7578, ’Aunul Ma’bud XIII: 346 no: 4982 dan lafadz ini bagi Imam Abu Daud, Tirmidzi III: 313 no: 2249 dengan lafadz: (seorang di antara kamu tidak boleh sekali-kali mengambil tongkat saudaranya).
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang pernah menganiaya saudaranya mengenai kehormatannya atau sesuatu yang lain, maka hendaklah pada hari ini ia menebus dirinya dari perbuatan tersebut sebelum uang Dinar dan Dirham tak berlaku. Jika ia memiliki amal shalih, maka diambillah kebaikannya sepadan dengan kadar kezhalimannya; jika ia tidak mempunyai banyak kebaikan, maka keburukan rekannya (yang dianiaya), lalu dibebankan kepadanya.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 6511, Fathul Bari V: 101 no: 2449 dan Tirmidzi IV: 36 no: 2534 semakna).
4. ORANG YANG TERBUNUH DEMI MEMBELA HARTANYA ADALAH SYAHID
Boleh seseorang membela dirinya dan hartanya, bila ada orang lain hendak membunuhnya atau merampok harta miliknya:
Dari Abu Hurairah ra, ia bercerita: Telah datang seorang laki-laki kepada Nabi saw, lalu bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu, jika ada seorang tak dikenal hendak merampas hartaku?” Maka jawab Beliau, “Yaitu janganlah engkau serahkan hartamu itu kepadanya.” Ia bertanya (lagi), “Bagaimana pendapatmu, kalau ia hendak membunuhku?” Sabda Beliau, “Bunuhlah ia lebih dahulu!” Ia bertanya (lagi), “Bagaimana jika ia lebih dahulu membunuhku?” Jawab Beliau, “Maka engkau gugur sebagai syahid.” Ia bertanya (lagi), “Bagaimana pendapatmu, jika aku yang lebih dahulu membunuhnya?” Sabda Beliau, “Dia di neraka.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 1086, Muslim I: 124 no: 140, Nasa’i VII: 114).
5. MERAMPAS TANAH
Dari Sa’id bin Zaid ra, ia berkata, “Saya pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mengambil (sejengkal) tanah dengan cara yang zhalim, niscaya (pada hari kiamat) ia akan dikalungi tujuh tanah.” (Muttafaqun’alaih: Fathul Bari V: 103 no: 2452 dan Muslim III: 1230 no: 1620).
Dari Salim dari bapaknya ra bahwa Nabi saw bersabda, “Barangsiapa mengambil sejengkal tanah yang bukan haknya, maka nanti di hari kiamat dia akan dibenam Allah sampai tujuh tanah.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 6385 dan Fathul Bari V: 103 no: 2454).
Dan, barangsiapa yang merampas sebidang tanah orang lain, lalu menanam tanaman atau membangun rumah padanya, maka tanamannya harus dicabut dan bangunannya harus dirobohkan. Hal ini mengacu pada sabda Nabi saw:
“Keringat orang yang zhalim tidak mempunyai hak apa-apa.” (Shahih: Shahih Tirmidzi no: 1113, Tirmidzi II: 419 no: 1394 dan Baihaqi VI: 142).
Jika terlanjur perampas tanah itu menanam tanaman di tanah rampasan itu, maka ia berhak mendapat ganti biayanya, sedangkan tanaman tersebut menjadi hak milik sang pemilik tanah:
Dari Rafi’ bin Khadij ra, bahwa Nabi saw bersabda, “Barangsiapa menanam (suatu tanaman) di tanah milik suatu kaum tanpa seizin mereka, maka dia tidak mempunyai hak atas tanamannya itu, tetapi dia (hanya berhak) atas biaya (yang telah dikeluarkan).” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 6272, Tirmidzi II: 410 no: 1378 dan Ibnu Majah II: 824 no: 2466).
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 724 – 728.