Larangan Berbicara dengan Ucapan yang Berlebih-lebihan

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud r.a, bahwasanya Nabi saw. bersabda, “Celakalah orang yang berlebih-lebihan.” Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. (HR Muslim [2670]).

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr r.a, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah membenci seorang yang pandai bersilat lidah sebagaimana sapi memutar-mutarkan lidahnya,” (Shahih, HR Abu Dawud [5005] dan at-Tirmidzi [2853]).

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya orang-orang yang paling aku cintai diantara kalian dan paling dekat majelisnya denganku pada hari kiamat kelak adalah orang yang terbaik akhlaknya diantara kalian. Dan orang yang paling kubenci dan paling jauh majelisnya di hari kiamat kelak adalah tsartsaruun, mutasyaddiquun, dan mutafahaiquun.” Sahabat berkata, “Ya Rasulullah, kami sudah tahu arti tsartsaruun dan mutasyaddiquun, lalu apa arti mutafaihiquun?” Beliau menjawab, “Orang sombong,” (Shahih lighairihi, HR at-Tirmidzi [2108]).

Diriwayatkan dari Umamah r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. pernah bersabda, ‘Sejelek-jelek umatku adalah orang-orang yang datang berbagai nikmat, makan berbagai jenis makanan, dan memakai berbagai jenis pakaian dan terlalu berlibahan dalam berbicara’.”

Kandungan Bab:

  1. Haram hukumnya berlebihan-berlebihan dalam ucapan dan menyusahkan diri menyusun persajakannya, difasih-fasihkan serta menyusun pendahuluannya dengan berbagai perhiasan kata sebagaimana yang dilakukan oleh yang berpura-pura fasih. Semuan ini merupakan perbuatan tercela. Demikian juga halnya mereka yang menggunakan i’rab secara mendalam dan bahasa-bahasa asing ketika berbicara kepada orang owam.
  2. Tasyadduq, tafaihiq, tsartsarah dalam berkata-kata merupakan penyebab timbulnya kemurkaan Allah. oleh karena itu, berlagak fasih akan menjurus kepada kehinaan, kerendahan, dan kepada perbuatan haram. Ini menunjukkan bahwa larangan tersebut hukumnya haram.
  3. Menjauhkan sifat tasyadduq dalam mengeluarkan statement dibarengi dengna perasaan bangga dan mengganggap diri suci. Tafaihiq berbicara sambil mengungkapkan sastra dan kafasihan. Kedua sifat ini merupakan sifat orang-orang sombong dan pelaku riya’.
  4. Penggunaan lafazh-lafazah yang indah dalam berkhutbah dan memberikan ceramah tidak termasuk celaan, selama hal itu tidak berlebihan atau mencari kata-kata asing. Sebab maksudnya untuk menyentuh hati agar giat mentaati Allah dan rasul-Nya. Keindahan lafazh memiliki pengaruh dalam yang tidak dapat dipungkiri kecuali oleh orang yang mutakabbir (sombong). Hal ini dapat dibuktikan dari khutbah Rasulullah saw. yang berisikan ceramah yang sangat mengenai hingga air mata berlinang dan hati bergetar. Demikian juga hadits Rasulullah saw, “Sesungguhnya diantara penjelasan itu merupakan sihir.”

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/330-331.