Diriwayatkan dari Samurah bin Jundab r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. melarang kami memberi nama budak kami dengan nama Aflah, Rabaah, Yasaar, dan Naafi’,” (HR Muslim [2136]).
Masih diriwayatkan dari Samurah bin Jundab r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Ucapan yang paling dicintai Allah adalah subhanallaah, alhamdulillah, laa ilaaha illallah, Allahu akbar dan tidak mengapa kalimat manapun yang engkau ucapkan terlebih dahulu. Janganlah engkau menamai budakmu dengan nama Yasar, Rabah, Najih, dan Aflah. Sebab jika kamu bertanya apakah dia ada di sana? Dan kebetulan ia memang tidak di sana maka akan dijawab, ‘Tidak ada.’ Nama tersebut hanya empat dan jangan kamu tambah lagi,” (HR Muslim [2137]).
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah r.a, ia berkata, “Nabi saw.pernah ingin melarang nama Ya’la, Barakah, Aflah, Yasar, Naafi’, dan yang semisalnya. Namun aku lihat setelah itu beliau diam saja tidak mengatakan apapun tentang hal itu hingga akhirnya beliau wafat dan tidak mengatakan apapun. Kemudian Umar pun ingin melarang nama-nama tersebut tetapi ia juga tidak melakukannya,” (HR Muslim [2137]).
Kandungan Bab:
- An-Nawawi dalam kitab Syarh Muslim (XIV/19) mengatakan, “Dimakruhkan memberi nama yang tercantum dalam hadits atau yang semkna dengan nama-nama itu. Jadi hukum makruh tidak hanya pada nama-nama itu saja dan hukum makruh ini adalah makruh tanzih b ukan makruh tahrim. Sebab dimakruhkan sebagaimana yang telah dijelakan oleh Nabi saw. dalam sabdanya. Jika engkau bertanya, “Apakah kamu ada di sini?” Lantas dijawab, “Tidak.” Beliau membencinya karena ini merupakan jawaban yang jelek dan terkadang orang-orang menjadikannya sebagai tanda-tanda kesialan.
- Sabda beliau, “Nama tersebut hanya empat dan jangan kamu tambah lagi.” Artinya, jangan kalian sampaikan dariku selain dari empat nama ini. Bukan berarti dilarang mengiaskan kepada nama-nama lain yang memiliki kesamaan arti. Ini dapat dibuktikan dari ucapan Jabir, “…Dari yang semakna.”
- Ucapan Jabir, “…Hingga akhirnya beliau wafat dan tidak mengatakan apapun tentang hal itu.” Ini menurut ilmu yang di dapat oleh Jabir. Sementara yang lainnya masih menjaga larangan tersebut sebagaimana yagn tercantum dalam hadits bab.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/330-331.