Larangan Mengucapkan Tasymit Untuk Orang yang Tidak Perlu

Diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari r.a,ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Apabila salah seorang dari kalian bersin dan mengucapkan ‘alhamdulillah,’ maka hendaklah kalian mengucapkan tasymit, namun jika ia tidak mengucapkan ‘alhamdulillah,’ jangan kalian ucapkan tasymit’,” (HR Muslim [2992]).

Diriwayatkan dari Anas r.a, ia berkata, “Ada dua orang laki-laki yang bersin di dekat Rasulullah saw. Salah seorang dari mereka beliau ucapkan tasymit atasnya sementara yang satu lagi tidak. Lalu laki-laki yang tidak diucapkan tasymit bertanya, ‘Si Fulan Anda ucapkan tasymit, mengapa hal itu tidak Anda ucapkan terhadapku?’ Beliau menjawab, ‘Dia mengucapkan hamdalah sementara kamu tidak’,” (HR Bukhari [6225] dan Muslim [2991]).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Jika salah seorang kalian bersin maka hendaklah orang yang ada dimajelisnya mengucapkan tasymit. Dan apabila ia bersin tiga kali berarti ia telah terserang flu, oleh karena itu jangan kalian ucapkan tasymit setelah bersin yang ketiga’,” (Shahih, HR Ibnus Sunni [251]).

Diriwayatkan dari Abu Mus al-Asy’ari r.a, ia berkata, “Orang-orang yahudi sengaja bersin di dekat Rasulullah saw dengan harapan beliau mengucapkan untuk mereka ‘yarhamukallah’. Tetapi beliau mengucapkan, ‘Yahdikumullahu wa yushlihu baalakum (semoga Allah memberi kalian hidayah dan memperbaiki kondisi kalian)’,” (Hasan, HR Bukhari dalam Adabul Mufrad [940]).

Kandungan Bab:

  1. seorang muslim tidak mengucapkan tasymit pada dua tempat:
    1. Jika orang yang bersin tidak mengucapkan hamdalah. 
    2. Jika ia bersin lebih dari tiga kali. Karena itu artinya ia sedang sakit dan tidak perlu diucapkan tasymit.
  2. Untuk orang kafir, tidak perlu diucapkan tasymit tetapi dido’akan agar ia mendapatkan hidayah. Sebab hidayah Allah adalah perkara yang terpenting untuk mereka dan lebih besar daripada rahmat.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/330-331.