Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya rugilah orang-orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui, dan mereka mengharamkan apa yang telah ALlah rizkikan kepada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk,” (Al-An’aa: 140).
“Katakanlah, marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Rabb-mu, yaitu janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan keji, baik yang tampak diantaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan ALlah membunuhnya melainkan dengan sesuatu sebab yang benar.’ Demikian itu yang diperintahkan Rabb-mu kepadamu supaya kamu memahaminya,” (Al-An’aam: 151).
Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan member rizki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar,” (Al-Israa’: 31).
“Hai Nuh, apabila datang kepadamu perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dosa yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada ALlah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang,” (Al-Mumtahanah: 12).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud r.a, ia berkata, aku bertanya, “Ya Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?” Beliau menjawab, “Yaitu engkau menyekutukan ALlah sementara Dia-lah yang telah menciptakanmu.” Aku kembali berkata, “Kemudian apalagi?” Beliau menjawab, “Engkau membunuh anakmu karena engkau takut ia makan bersamamu.” Aku katakan, “Lantas apalagi?” Beliau menjawab, “Engkau menzinahi isteri tetanggamu sendiri.” Kemudian turunlah ayat yang membenarkan sabda Nabi saw, ‘Dan orang-orang yang tidak beribadah kepada ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan ALlah membunuhnya kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yagn melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat pembalasan dosanya,” (Al-Furqaan: 68).
Diriwayaktan dari Ubaidah bin ash-Shamit (salah seorang personil Perang Badar dan ia juga salah seorang utusan pada malam al-Aqobah) r.a, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda di hadapan sekelompok sahabat, “Berbaiatlah kalian kepadaku untuk tidak menyekutukan ALlah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kalian, tidak berbuat dusta yan gkalian ada-adakan antara tangan dan kaki kalian dan tidak mendurhakaiku dalam perkara yang ma’ruf. Barangsiapa yang memenuhi janjinya tersebut maka ia akan mendapatkan pahalanya dari Allah, dan barangsiapa yang melanggar salah satu janji itu lantas Allah menutupi pelanggaran tersebut maka urusannya terserah kepada Allah, jika berkehendak Allah akan menyiksanya atau mungkin ALlah akan memaafkannya.” Ubadah bin ash-Shamit berkata, “Maka kamipun membaiat beliau atas perkara itu,” (HR Bukhari [18]).
Kandungan Bab:
- Haram membunuh anak karena takut miskin, oleh karena itu perkara ini mendapat perhatian khusus dalambai’at. Sebab perbuatan tersebut termasuk pembunuhan dan memutuskan tali silaturrahim. Mempertegas agar larangan tersebut tetap terjaga.
- Ibnu Katsir dalam Tafsir Qur’aanil ‘Azhiim (II/196) mengingatkan satu point yang tercantum dalam ayat-ayat yang telah disebutkan dalam bab ini. Ia mengatakan, “Pada firman Allah, ‘Min imlaaq’ Ibnu Abbas, Ibnu Qatadah, as-Sa’di, dan lainnya berkomentar, ‘Yaitu kefakiran.’ Artinya, janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena kemiskinan yang kalian derita. Dalam surat Al-Isra’ “Wala taqtulu auladakum khasyyata imlaaq” artinya janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Oleh karena itu, Allah menyebutkan, “Nahnu narzuquhum wa iyyakum” Allah memulai pernyataannya dengan memberi jaminan rizki kepada anak-anak tersebut sebagai tanda kepedulian terhadap mereka. Artinya janganlah kalian khawatir terhadap rizki mereka karena kalian miskin, sebab itu semua telah ditanggung Allah. Adapun ketika seseorang menderita kemiskinan, Allah berfirman, “Kami-lah yang memberi kamu dan anak-anak kamu rizki.” Menyebut kamu lebih dahulu sebab dalam kondisi seperti itu, hal inilah yang lebih penting. Allaahu a’lam.
- Hukum ini dapat dianalogikan terhadap apa yang sedang marak sekarang ini dikenal dengan sebutan KB (untuk membatasi keturunan). Hal ini dilakukan dengan sedikitnya pendapatan, sempitnya lapangan pekerjaan dan meningkatnya angka pengangguran. Ini semua merupakan prasangka jahiliyyah terhadap Allah.
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/324-327.