
Para ulama sering memulai dan mengulang-ulang pembahasan tentang nilai buku-buku ilmiah beserta pengaruhnya yang besar dan kedudukannya yang penting. Mereka memiliki ungkapan-ungkapan terkenal dalam bentuk prosa maupun syair. Ungkapan tersebut sangat banyak, di antaranya terdapat dalam mukadimah kitab Al-Hayawan karya Al-Jahizh berikut kitab- kitab lain yang memuji kitab ini, Taqyîd Al-‘Ilm dan Al-Jâmi Li Adab Ar-Rawî Wa Akhlaq As-Sâmi’, karya Al-Khatib Al- Baghdadi, Jâmi Bayân Al-‘Ilm Wa Fadhlihi karya Ibnu Abdil Barr, buku-buku mengenai adab mencari ilmu, dan buku-buku biografi. Demikian pula dalam kata pengantar yang membahas isi buku. Kita tidak akan membahas kembali perkataan para ulama tersebut karena hal itu sering diulang. Namun demikian, saya tidak ingin buku ini kosong sama sekali dari kumpulan perkataan mereka yang memang sesuai untuk tema kita ini. Oleh karena mu, saya memilih sebagian perkataan mereka yang saya anggap perkataan terbaik.
Al-Jahizh dalam Al-Hayawân mengatakan, “Barangsiapa yang ketika membeli buku tidak merasa nikmat melebihi nikmatnya membelanjakan harta untuk orang yang dicintai, atau untuk mendirikan bangunan, berarti dia belum mencintai ilmu. Tidak ada manfaatnya harta yang dibelanjakan hingga dia lebih mengutamakan untuk membeli buku, seperti orang Arab Badui yang lebih mengutamakan susu untuk kudanya daripada untuk keluarganya. Hingga dia juga sangat berharap untuk memperoleh ilmu seperti halnya orang Arab Badui yang sangat mengharapkan kudanya.”
Imam Abu Muhammad Ibnu Hazm (w. 456 H) menyebutkan pilar-pilar penopang ilmu dalam Risalah Maratib Al-‘Ulûm. Di antaranya adalah, “Memperbanyak buku. Sebab, tidak ada buku yang tidak bermanfaat dan tidak menambah ilmu yang bisa diperoleh seseorang, apabila dia memang membutuhkannya. Orang tidak akan mampu menghafal semua ilmu yang pernah dipelajarinya. Apabila kenyataannya demikian, maka buku menjadi sarana penyimpan ilmu paling baik baginya.
Seandainya tidak ada buku, tentu hilanglah banyak ilmu dan tidak akan terpelihara. Di sinilah kesalahan orang yang mencela upaya memperbanyak buku. Kalau saja pendapatnya itu dituruti, niscaya lenyaplah banyak ilmu. Kemudian, orang- orang bodoh memaksa umat manusia untuk melenyapkan ilmu dan mendakwakan hawa nafsu mereka. Kalau saja tidak ada bukti atau kesaksian dari buku, pastilah klaim orang alim dan orang jahil akan dipandang sama.”
Oleh karena sering membeli buku, sebagian ulama mendapatkan banyak kritikan. Sulaiman bin Abdul Hamid berkata dalam syairnya,
Dia berkata: Engkau telah membelanjakan hartamu
Untuk buku yang berada pada tangan kananmu.
Aku berkata: Biarkanlah Aku…
Semoga kutemukan satu buku yang memberi petunjuk kepadaku
Sehingga nanti kuambil catatan amalku, aman dengan tangan kananku.
Dalam setiap informasi dan kisah yang akan saya kemukakan berikut terdapat penjelasan gamblang mengenai nilai penting buku dan posisinya di dalam hati para ulama. Dengan begitu, kisah-kisah tersebut tidak perlu dikomentari lagi.
Sumber: Gila Baca Ala Ulama, Ali bin Muhammad Al-‘Imran, Pustaka Arafah, h. 49-52