Pertanyaan:
Apakah shalat dhuha dapat dilakukan secara berjamaah, dan jika ya, apakah harus dibaca dengan suara jahr (keras) atau sirr (pelan)?
Jawabannya:
Alhamdulillah.
Berjamaah dalam shalat sunnah tidak dianjurkan kecuali yang biasa dilakukan oleh Nabi sallallahu alaihi wa sallam secara berjamaah, seperti shalat gerhana, istisqa’ dan tarawih. Adapun shalat-shalat selainnya, seperti shalat dhuha dan shalat malam selain tarawih, maka hal itu tidak dianjurkan dan boleh dilakukan sesekali saja, tidak mesti terus-menerus.
Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam Al-Majmu’ (3/548), “Telah disebutkan bahwa shalat sunnah berjamaah tidak diperbolehkan kecuali pada dua hari raya, dua gerhana, istisqa’, serta tarawih dan witir setelahnya……”
Adapun selain itu, seperti shalat sunnah rawatib, dhuha dan shalat sunnah mutlak, maka tidak disyariatkan berjamaah, yakni tidak dianjurkan. Namun, jika dilakukan secara berjamaah, maka diperbolehkan dan tidak dikatakan makruh. Imam Syafi’i -rahimahullah- membolehkan berjamaah pada shalat sunnah rawatib, dan dalil kebolehannya adalah banyak sekali dalam kitab-kitab shahih, di antaranya adalah dari Utban bin Malik -raḍiyallāhu ‘anhu-,
” أن النبي صلى الله عليه وسلم جاءه في بيته بعدما اشتد النهار ومعه أبو بكر رضي الله عنه فقال النبي صلى الله عليه وسلم : أين تحب أن أصلي من بيتك ؟ فأشرت إلى المكان الذي أحب أن يصلي فيه فقام وصفنا خلفه ثم سلم وسلمنا حين سلم ” رواه البخاري ومسلم
“Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- pernah pulang ke rumahnya Utban setelah hari semakin terik bersama Abu Bakar -raḍiyallāhu ’anhu-, lalu beliau bersabda, ‘Di mana aku mau shalat? “Di mana engkau ingin aku shalat dari rumahmu?” Aku menunjuk tempat di mana aku ingin beliau shalat, lalu beliau berdiri dan kami berbaris di belakangnya, kemudian beliau shalat dan kami shalat ketika beliau shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Shalat sunnah berjamaah bersama Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Ibnu Masud, dan Hudzaifah -raḍiyallāhu ‘anhum-, yang semua hadisnya ada di kitab shahih, kecuali hadis Hudzaifah, yang ada di kitab shahih Muslim.
Ibnu Qadamah rahimahullah berkata dalam kitab Al-Mughni (1/442): “Dibolehkan melakukan salat sunah secara berjamaah dan sendiri-sendiri, karena Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- pernah melakukan keduanya, dan sebagian besar salat sunah beliau dilakukan sendirian,
Beliau shalat bersama Hudzaifah satu kali, bersama Ibnu Abbas satu kali, bersama Anas, ibunya, dan anak yatim satu kali, bersama para sahabat di rumah Utban satu kali, dan bersama mereka di malam-malam bulan Ramadhan tiga kali, dan kami akan menyebutkan sebagian besar riwayat-riwayat tersebut pada tempatnya masing-masing, insyaallah semuanya adalah riwayat-riwayat yang shahih.”
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: Apa hukum shalat sunah berjamaah, seperti shalat dhuha?
Beliau menjawab, “Shalat sunah berjamaah terkadang tidak apa-apa. Karena Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- shalat berjamaah dengan para sahabatnya pada beberapa malam, pernah Abdullah bin Abbas -raḍiyallāhu ‘anhumā- shalat berjamaah dengannya, pernah Abdullah bin Mas’ud -raḍiyallāhu ‘anhu- shalat berjamaah dengannya, dan pernah pula Hudzaifah bin Al-Yaman -raḍiyallāhu ‘anhu- shalat berjamaah dengannya……
Intinya: Tidak mengapa bagi jama’ah untuk melakukan shalat nafar secara berjama’ah, akan tetapi hal itu tidak boleh dijadikan sebagai rutinitas setiap kali melakukan shalat sunnah secara berjama’ah, karena hal itu hukumnya tidak disyare’atkan.” (Fatawa Ibnu Utsaimin, 14/232).
Hukum asal dalam salat siang adalah sirr (pelan), sehingga mereka yang salat Duha berjamaah men-sirr-kan bacaannya.
Syekh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Adapun shalat-shalat di siang hari, seperti shalat Dhuha, salat rawatib, salat Dzuhur dan Asar, maka sunah di dalamnya adalah sirr.” (Syarh Fatawa Syekh Ibnu Baz).
Wallahu ‘a’lam.
Sumber: https://islamqa.info/ar/answers/112662/ حكم-صلاة-الضحى-جماعة