Pertanyaan:
Apakah seseorang yang ada di dalam kubur akan terganggu dengan kubur di sebelahnya?
Jawaban:
Kami tidak mengetahui dalil dari Sunnah Nabi yang menunjukkan bahwa orang yang ada di dalam kubur akan terganggu dengan orang yang dikuburkan di sebelahnya, seperti ia tersiksa bila orang yang disebelahnya disiksa atau ia bahagia bila orang yang disampingnya bahagia.
Syekh Ibnu Utsaimin berkata, “Orang yang meninggal akan tersakiti dengan orang yang ada di sebelahnya jika ia disiksa, perkara ini membutuhkan tauqif (berhenti) dan dalil. Saya tidak mengetahui dalil sunah dalam masalah ini, meskipun sebagian ulama rahimahullah berkata, orang yang meninggal kadang tersiksa dengan tetangga (kuburnya) jika dia disiksa dan dengan perbuatan munkar yang ada padanya. Tapi saya tidak menemukan dalil sunah yang menguatkan hal ini. Wallahu A’lam. (Fatawa Noor ‘ala ad-Darb, (1/337)).
Adapun riwayat dari Abu Naim dalam Al-Hilyah (6/354) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam bersabda:
ادفنوا موتاكم وسط قوم صالحين، فإن الميت يتأذى بجار السوء، كما يتأذى الحي بجار السوء
“Kuburlah jenazahmu di antara orang-orang yang bertakwa, karena orang mati tersakiti oleh tetangganya yang buruk, sebagaimana orang yang hidup tersakiti dengan tetangganya yang jahat.”
Ini adalah hadits maudhu’. Lihat “Silsilat al-Hadith adh-Dha’ifah” (563) oleh Al-Albani.
Ibnu Hibban rahimahullah berkata: “Ini adalah berita palsu, dan tidak ada dasar perkataan Rasulullah shallallahu alaihi wa salam. (Kitabul Majruuhin, (1/291)).
Sekelompok ulama telah menyebutkan tentang anjuran untuk dikuburkan di samping orang-orang shaleh, namun mereka tidak menyebutkan dalil-dalil yang tegas dari Sunnah. Melainkan hanya sekedar kesimpulan dari beberapa hadis, sebagaimana sebagian dari mereka menyimpulkannya dari hadits,
أن موسى عليه الصلاة والسلام لَمّا حضرته الوفاة سأل ربه أن يُدْنِيَهُ مِنْ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ (متفق عليه)
“Ketika Musa alaihis salam akan meninggal ia meminta Rabbnya untuk didekatkan ke Tanah Suci sejauh lemparan batu” (Muttafaqun ‘alaihi).
Al-Bukhari rahimahullah menyertakan satu bab dalam hadits di atas dengan, “Bab tentang orang-orang yang suka dimakamkan di Tanah Suci atau sejenisnya.”
Ibnu Battal berkata: Maksud dari permohonan Musa untuk mendekatkan dirinya ke tanah suci, wallahu a’lam, adalah karena keutamaan para nabi dan orang-orang shaleh yang dikuburkan di tanah suci, sehingga dianjurkan bersama mereka dalam kematian, sebagaimana dianjurkan bersama mereka dalam kehidupan. Dan juga orang-orang yang mulia pergi ke tempat-tempat yang mulia, mengunjungi kuburnya dan mendoakan penghuninya. (Syarkh Penjelasan Ibnu Battal (5/359)).
Imam Al-Nawawi berkata, “Dalam perkara ini, dianjurkan menguburkan di tempat-tempat yang mulia, dan daerah yang diberkahi serta dekat dengan kuburan orang-orang shaleh.” (Syarh Muslim” (15/128)).
Jelas, hadits di atas tidak secara tegas menyatakan hal itu. Karenanya Imam Al-Bukhari rahimahullah, mengambil dari hadits di atas anjuran dikuburkan di tanah yang baik, dan tidak menyimpulkan anjuran memakamkan di dekat orang shaleh.
Ada beberapa riwayat dari kaum salaf dan ahli ilmu tentang wasiat (pesan) untuk dimakamkan di samping orang shaleh.
Ibnu Mas’ud berwasiat agar dimakamkan di sebelah makam Utsman bin Math’un, radhiyallahu ‘anhuma. (Ats Tsiqat karya Ibnu Hibban (3/208))
Ghalib bin Jibril, sahabat Imam al-Bukhari, berwasiat agar dimakamkan di sebelah al-Bukhari. (Al-Mutaffaq wal-Mufraq (3/201)).
Abu Bakar Al-Khatib Al-Hafiz berwasiat agar ia dimakamkan di sebelah Bishr bin Al-Harits. (Tarikh Damaskus (34/5)).
Maka siapa yang mencontoh para ulama dan imam di atas lalu berwasiat agar dimakamkan di samping orang shaleh, janganlah ia diingkari, meskipun kami tidak menegaskan bahwa itu memberinya manfaat, karena tidak ada satu dalilpun dari sunah yang menetapkan hal itu.
Yang harus diingkari dan dijauhkan dari manusia adalah seseorang yang berwasiat agar di makamkan di tempat tertentu atau di samping seseorang untuk mengambil berkah atas mayit tersebut, dan dirinya akan mendapatkan manfaat dengan dzatnya atau memberi syafaat untuknya di sisi Allah.
Ini tidak ada dasarnya. Ini keyakinan rusak yang dapat menyebabkan seseorang melakukan perbuatan buruk, ia bergantung kepada syafaat seseorang di tengah masyarakat.
Yang penting bagi seorang muslim adalah mempersiapkan diri menghadapi kematian dan memperbaiki amal yang akan menjadi penghiburannya di alam kubur.
Al-Bukhari (6514) dan Muslim (2960) meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda,
يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلَاثَةٌ فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ وَاحِدٌ: يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ، فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ، وَيَبْقَى عَمَلُهُ
“Seorang Mayyit akan diikuti oleh tiga hal. Dua hal akan kembali dan satu hal akan tetap bersamanya. Mayyit akan diikuti oleh keluarga, harta, dan amalnya. Keluarga dan hartanya akan kembali, sedangkan amal akan tetap bersamanya.”
Salman radhiyallahu ‘anhu berkata,
إِنَّ الْأَرْضَ لَا تُقَدِّسُ أَحَدًا، وَإِنَّمَا يُقَدِّسُ الْإِنْسَانَ عَمَلُهُ (رواه مالك في الموطأ)
“Sesungguhya bumi tidak akan menyucikan seorangpun, tapi yang mensucikan manusia adalah amalnya.” (HR. Malik dalam Al-Muwatta).
Tetangga (kubur) yang baik tidak akan memberikan kebaikan kepada seseorang yang amalnya buruk. Sebagaimana tetangga (kubur) yang buruk , tidak akan membahayakan seseorang bila amalnya baik. Wallahu A’lam.
Sumber: https://islamqa.info/ar/answers/129865/هل-يتاثر-الشخص-بمن-يدفن-بجانبه