Pertanyaan: “Apa perbedaan antara meng-ghasab dan mencuri?”
Jawaban: “Di dalam perkara ini terdapat beberapa perbedaan antara meng-ghasab dan mencuri. Pertama bahwa meng-ghasab terkadang melalui jalur kekerasan dan paksaan. Sedangkan mencuri melalui jalur senyap dan sembunyi-sembunyi. Barang yang di ghasab diambil dengan jalan kekerasan dan mengalahkan. Sedangkan barang yang dicuri dengan jalan mencari kesempatan dan sembunyi sehingga si pemilik tidak mengetahui bahwa barangnya telah diambil dengan cara yang batil. Maka ghasab adalah penguasaan barang milik orang lain secara batil yang proses pengambilannya diketahui oleh pemilik. Sedangkan pencurian adalah penguasaan atas barang milik orang lain yang proses pengambilannya tidak diketahui oleh si pemilik.
“Perbedaan yang kedua, bahwa ghasab tidak mendapatkan konsekuensi syar’i dengan hukuman had yang ditentukan kadarnya. Sedangkan pencurian mendapatkan konsekuensi syar’i dengan hukuman had yang telah ditentukan kadarnya jika telah tercapai syarat-syaratnya.
“Ketiga, sifat barang curian dan barang yang dighasab berbeda-beda. Barang yang dikategorikan dighasab bisa saja sedikit atau banyak, bisa berupa barang yang berharga atau barang yang tidak berharga seperti sikat yang tidak sampai nishob pencurian. Sementara barang yang dicuri harus memenuhi had. Dalam masalah pencurian terdapat had (batasan) sehingga seseorang bisa dikategorikan mencuri jika sudah melewati batasan ini.
“Keempat, barang yang diambil dengan cara yang batil tidak dianggap barang curian kecuali jika ia diambil dalam keadaan terjaga dan terlindungi. Seperti seseorang yang telah menaruh barangnya di dalam kotak yang tertutup. Sementara barang yang di ghasab adalah barang yang mendapatpenjagaan dari si pemilik atau yang dibiarkan begitu saja. Selama ia mengambil dengan paksa dan sepengetahuan si pemilik, maka itulah yang disebut sebagai ghasab.
“Masih banyak perbedaan-perbedaan yang lain, akan tetapi ini adalah perbedaan yang paling mendasar antara ghasab dan pencurian. Dalam masalah tanggungan, apakah seseorang harus mengembalikan barang atau tidak, maka para ulama telah bersepakat bawah orang yang mengghasab memiliki tanggungan untuk mengembalikan barang yang ia ambil. Namun dalam masalah pencurian, para ulama berbeda pendapat, sebagian dari mereka mengatakan bahwa orang yang mencuri dihukuman had nya, yaitu potong tangan tanpa memiliki tanggungan untuk mengembalikan. Sementara sebagian ulama yang lain berpendapat bawha orang yang mencuri harus dipotong tangan dan mengembalikan harta yang ia curi.”
Wallahu A’lam Bish-Shawab.
Diterjemahkan dari kitab Syarah Zaadul Mustaqni’ karya Muhammad bin Muhammad Al-Mukhtar Asy-Syinqithi hal. 11 juz. 230