Diriwayatkan dari Umar bin Khattab r.a, bahwasanya Nabi saw. bersabda, “Tidaklah seseorang yang memakai kain sutra di dunia kecuali ia tidak akan memakainya sama sekali di akhirat,” (HR Bukhari [5830] dan Muslim [2069]).
Dalam riwayat lain tertera, “Sesungguhnya yang memakai kain sutra di dunia adalah orang-orang yang tidak akan memakainya diakhirat nanti,” (HR Bukhari [5935] dan Muslim [2068]).
Diriwayatkan dari Ibnu Abi Laila, ia berkata, “Ketika Hudzaifah berada di kota Mada’in, ia meminta minum. Lalu disuguhkan kepadanya air di cangkir perak. Lantas ia membuangnya dan berkata, ‘Aku tidak membuangkan melainkan karena aku telah melarang kalian menggunakannya namun kalian masih saja menggunakannya. Rasulullah saw. bersabda, ‘Emas, perak, sutra, dan sutra dibaaj untuk mereka orang kafir di dunia dan untuk kalian di akhirat nanti’,” (HR Bukhari [5931] dan Muslim [2067]).
Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir r.a, bahwasanya ia berkata, “Rasulullah saw. mendapat hadiah berupa busana farruj (pakaian luar berbelah belakang) yang terbuah dari sutra. Lalu beliau memakainya dan melaksanakan shalat. Setelah selesai beliau meninggalkan baju tersebut dengan kertas sepertinya beliau tidak suka dengan pakaian tersebut kemudian bersabda, ‘Pakaian ini tidak pantas dipakai oleh orang-orang yang bertakwa’,” (HR Bukhari [5801] dan Muslim [2075]).
Diriwayatkan dari al-Barra’ bin Azib r.a, ia berkata, “Nabi saw. memerintahkan kami dengan tujuh perkara dan melarang kami dengan tujuh perkara. Beliau menyuruh kami untuk mengiringi jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhi undangan, menolong orang yang teraniaya, membenarkan sumpah, menjawab salam dan mengucapkakn tasymit bagi yang bersin. Beliau melarang kami menggunakan bejana perak, cincin emas, kain sutra, sutra dibaaj, kain qasiy dan kain istibraq,” (HR Bukhari [1239] dan Muslim [2066]).
Diriwayatkan dari Abu Umamah r.a, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka janganlah ia memakai kain sutra dan emas,” (Hasan, HR Ahmad [V/261]).
Kandungan Bab:
- Haram memakai kain sutra.
- Memakai sutra adalah salah satu sifat orang sombong yang tidak akan mendapat bagian di akhirat kelak. Sebab mereka itu telah memakai semua perhiasan mereka semasa di dunia. Oleh karena itu tidak pantas sutra dipakai oleh orang yang bertakwa.
- Barangsiap bersenang-senang dengan berbuat maksiat terhadap Allah maka mereka tidak akan mendapatkan nikmat akhirat.
- Pengharaman kain sutra hanya untuk kaum lelaki saja dan halal bagi kaum wanita berdasarkan hadits Ali r.a, ia berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah saw. mengambil kain sutra dan meletakkan di tangan kanannya dan emas di tangan kirinya lalu bersabda, ‘Yang dua ini haram untuk kaum laki-laki dari ummatku’,” (Shahih lighairihi, HR Abu Dawud [4057]).
- Larangan duduk di atas kain sutra berdasarkan hadits Hudzaifah r.a, ia berkata, “Nabi saw. melarang kami minum dan makan di bejana-bejana emas dan perak serta melarang kami memakai sutra, sutra dibaaj dan duduk di atasnya,” (HR Bukhari [5837]).Al-Hafidz Ibnu Hajar (X/292) berkata, “Penyebab dilarang duduk di atas kain sutra sama seperti penyebab dilarang memakai kain sutra, yakni apa saja yang terbuat dari sutra murni atau bahan sutra lebih dominan dalam pembuatannya daripada bahan lain.”
- Boleh memegang sutra dengan tanpa memakainya, berdasarkan hadits al-Bara’ bin Azib r.a, ia berkata, “Nabi saw. diberi hadiah sehelai kain sutra, lalu kami memegangnya dan merasa kagum dengan kain tersebut. Lalu Nabi saw. bersabda, ‘Apakah kalian merasa kagum dengan kain ini?’ Kami menjawab, ‘Benar wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, ‘Sapu tangan Said bin Mu’adz di surga lebih baik daripada kain ini’,” (HR Bukhari [5836]).Al-Hafidz Ibnu Hajar (X/291) berkata, “Ibnu Bathal berkata, ‘Larangan memakai sutra bukan dikarenakan najis, tetapi dikarenakan pakaian itu bukan pakaian orang-orang bertakwa. Adapun kain itu sendiri suci boleh dipegang, dijual dan boleh juga dimanfaatkan hasil keuntungannya’.”
- Hadits Nabi saw. menunjukkan bolehnya menjual dan memanfaatkan hasil keuntungannya.Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, bahwasanya Umar r.a. melihat pakaian sira (pakaian yang ditenun dengan campuran benang sutra) di pintu masjid, lalu ia berkata, “Ya Rasulullah bagaimana kalau pakaian itu Anda beli dan Anda pakai ketika hari Jum’at atau untuk menyambut utusan kenegaraan.” Rasulullah saw. bersabda, ‘Yang memakai pakaian ini adalah orang yang tidak akan mendapatkannya di akhirat nanti.”
Kemudian datang kiriman untuk Rasulullah saw. beberapa potong pakaian sutra dan beliau berikan sepotong kepada Umar. Umar berkata, “Ya Rasulullah, Anda memakaikanku pakaian ini sementara dulu engkau menolak untuk memakai uthaarid.” Rasulullah saw. menjawab, “Aku tidak memberikan kepadamu untuk kamu pakai.” Lalu Umar memberikan pakaian tersebut kepada saudaranya yang masih musyrik di Makkah,” (HR Bukhari [5841] dan Muslim [2068]).
Dalam riwayat lain tertera, “Aku mengirimkan pakaian ini kepadamu bukan untuk engkau pakai, tetap aku kirim kepadamu agar kamu dapat membagi-bagikanya untuk kerudung isteri-isterimu.”
Dalam riwayat lain, “Juallah dan manfaatkan hasilnya untuk keperluanmu.”
Dalam riwayat lain, “Aku mengirimnya kepadamu agar kamu mendapat uang dari pakaian itu.”
- Boleh memakain pakaian sutra bagi yang mengidap penyakit yang dapat diringankan dengan memakai sutra. Rasulullah saw. telah memberi dispensasi kepada az-Zubeir dan Abdurrahman bin Auf memakai sutra karena sakit gatal yang menyerang mereka berdua. (HR Bukhari [5839] dan Muslim [2076]).
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 3/223-228.