Menyambut Adzan

Adzan

Adzan bukan saja sebagai panggilan untuk shalat, melainkan sekaligus syiar Islam. Umat lain, untuk berkumpul, ada yang dipanggil dengan genta, lonceng, kobaran api, kentongan, beduk, genderang, dan sebagainya. Al-Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i meriwayatkan hadits tentang sejarah adzan; bersumber dari Abdullah bin Umar sebagai berikut:

أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يَقُولُ كَانَ الْمُسْلِمُونَ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمَعُونَ فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلَاةَ لَيْسَ يُنَادَى لَهَا فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِي ذَلِكَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ اتَّخِذُوا نَاقُوسًا مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ بُوقًا مِثْلَ قَرْنِ الْيَهُودِ فَقَالَ عُمَرُ أَوَلَا تَبْعَثُونَ رَجُلًا يُنَادِي بِالصَّلَاةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا بِلَالُ قُمْ فَنَادِ بِالصَّلَاةِ

Ibnu Umar radiyallahu anhu berkata; adalah kaum muslimin sewaktu telah sampai ke Madinah, mereka berkumpul dan kebingungan kala hendak mendirikan shalat; pasalnya, belum ada cara memanggil mereka. Sampailah pada suatu hari mereka membincangkan hal itu. Ada di antara mereka yang ber- pendapat; “Gunakan saja lonceng seperti yang digunakan orang Nasrani”. Yang lain mengusulkan; “Gunakan saja terompet seperti yang digunakan orang Yahudi”. Umar angkat bicara, “Bagaimana kalau seseorang diperintahkan memanggil orang untuk shalat?” Lantas Rasulullah bersabda, “Wahai Bilal, bangkit dan panggillah orang untuk shalat”. (Al-Bukhari pada kitab Al-Adzan)
Dengan cukup bervariasi, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah meriwayatkan hadits tentang adzan yang menceritakan mimpi Abdullah bin Zaid sebagai berikut;

اهْتَمَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلصَّلَاةِ كَيْفَ يَجْمَعُ النَّاسَ لَهَا فَقِيلَ لَهُ انْصِبْ رَايَةً عِنْدَ حُضُورِ الصَّلَاةِ فَإِذَا رَأَوْهَا آذَنَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا فَلَمْ يُعْجِبْهُ ذَلِكَ قَالَ فَذُكِرَ لَهُ الْقُنْعُ يَعْنِي الشَّبُّورَ وَقَالَ زِيَادٌ شَبُّورُ الْيَهُودِ فَلَمْ يُعْجِبْهُ ذَلِكَ وَقَالَ هُوَ مِنْ أَمْرِ الْيَهُودِ قَالَ فَذُكِرَ لَهُ النَّاقُوسُ فَقَالَ هُوَ مِنْ أَمْرِ النَّصَارَى فَانْصَرَفَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ رَبِّهِ وَهُوَ مُهْتَمْ لَهُمْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأُرِيَ الْأَذَانَ فِي مَنَامِهِ قَالَ فَغَدَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي لَبَيْنَ نَائِمٍ وَيَقْظَانَ إِذْ أَتَانِي آتٍ فَأَرَانِي الْأَذَانَ قَالَ وَكَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَدْ رَآهُ قَبْلَ ذَلِكَ فَكَتَمَهُ عِشْرِينَ يَوْمًا قَالَ ثُمَّ أَخْبَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تُخْبِرَنِي فَقَالَ سَبَقَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدِ فَاسْتَحْيَيْتُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا بِلَالُ قُمْ فَانْظُرْ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدِ فَافْعَلْهُ قَالَ فَأَذَّنَ بِلَالٌ قَالَ أَبُو بِشْرٍ فَأَخْبَرَنِي أَبُو عُمَيْرٍ أَنَّ الْأَنْصَارَ تَزْعُمُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ زَيْدٍ لَوْلَا أَنَّهُ كَانَ يَوْمَئِذٍ مَرِيضًا لَجَعَلَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُؤَذِّنًا

Ketika itu Rasulullah sedang memikirkan cara mengumpulkan orang untuk shalat. Di antara yang hadir ada yang mengusulkan; “Bagaimana jika kita tancapkan bendera ketika waktu shalat tiba, sehingga orang-orang yang melihatnya akan memberi tahu yang lain”. Tetapi Rasulullah tidak tertarik oleh usulan itu. Ada yang mengusulkan; “Bagaimana kalau dengan terompet”. Beliau juga tidak tertarik oleh usulan ini, bahkan beliau berkomentar, “Itu adalah cara orang Yahudi.” Ada pula yang mengusulkan lonceng, beliau pun berkomentar, “Itu adalah cara orang Nasrani”. Kemudian Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbih pergi dalam keadaan tetap risau memikirkan apa yang sedang dipikirkan Rasulullah, hingga ia bermimpi tentang adzan. Keesokan harinya, ia sampaikan itu kepada Rasulullah; “Wahai Rasulullah, sewaktu aku berada di antara tidur dan jaga, tiba-tiba seseorang datang seseorang mengajariku adzan.” Sementara itu Umar bin Al-Khathab telah mengalami mimpi serupa tetapi ia merahasiakannya selama dua puluh hari. Sewaktu ia memberitahukan itu kepada Nabi , beliau bertanya, “Apa yang menghalangimu untuk menyampaikannya kepadaku?” Jawab Umar, “Abdullah bin Zaid telah lebih dahulu, jadi saya malu menyampaikannya”. Serta-merta Rasulullah bersabda, “Wahai Bilal, bangkitlah”. Bilal pun mengumandangkan adzan.
Abu Bisyr berkata, “Abu Umair mengkhabarkan kepadaku bahwa Anshar menduga seandainya Abdullah bin Zaid tidak sedang sakit, tentulah ia sudah ditunjuk Rasulullah sebagai muadzin”, (Abu Dawud pada kitab Ash-Shalat)
Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah meriwayatkan hadits tentang lafazh adzan dari Abu Mahdzurah sebagai berikut;

أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ عَلَّمَهُ هَذَا الْأَذَانَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهُ ثُمَّ يَعُودُ فَيَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ مَرَّتَيْنِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ مَرَّتَيْنِ زَادَ إِسْحَقُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا الله

Adzan mengumandangkan keagungan Allah, syariat Islam, dan kaum Muslimin. Maka, sudah selayaknya kaum Muslimin menyambutnya dengan bergairah. Allah berfirman;

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (Fushilat: 33)

Rasulullah, dalam hadits muttafaq alaih yang diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudri, bersabda:

إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ.

Jika kalian mendengar suara adzan maka ucapkanlah seperti apa yang dikumandangkan muadzin.
Rasulullah, sebagaimana diriwayatkan oleh Amr bin Al-Ash, bersabda;

إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِي الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدِ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِي الْوَسِيلَةَ حَلّت له الشفاعة

“Apabila kalian mendengar muadzin mengumandangkan adzan, ucapkanlah seperti yang ia ucapkan, kemudian bershalawatlah kepadaku. Barangsiapa bershalawat kepadaku sekali, Allah akan membalasnya sepuluh kali lipat. Setelah itu, mohonlah kepada Allah agar aku memperoleh Al- Wasilah; itu adalah tempat di surga yang hanya disediakan bagi salah seorang hamba Allah saja; dan aku berharap si hamba itu adalah aku. Maka, barangsiapa memohon agar aku memperoleh Al-Wasilah, sudah pasti baginya syafaat”. (Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i)

Rasulullah, menurut riwayat Al-Bukhari dari Jabir bin Abdullah, mengajarkan doa setelah adzan sebagai berikut;

مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدُّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آت مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Barangsiapa mendengar adzan kemudian berucap; “Wahai Allah, Pemilik seruan yang sempurna ini dan shalat yang akan didirikan ini, berilah Muhammad Al-Wasilah dan Al- Fadhilah, serta bangkitkanlah beliau pada kedudukan terpuji yang telah Kaujanjikan”, berhaklah ia atas syafaatku di Hari Kiamat.
(Al-Bukhari, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Sumber: Buku 27 Keutamaan Shalat Berjamaah di Masjid, MYR Raswad, Pustaka Al Kautsar, hal 176-186.