Hikmah Pelarangan Puasa Bagi Istri Tanpa Seizin Suami

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلا بِإِذْنِهِ

“Tidak halal bagi seorang wanita untuk berpuasa, sementara suaminya ada di rumah, kecuai dengan seizinnya.” (Hadits riwayat Bukhari 5191 dan Muslim 1026)

Sedangkan lafadz yang diambil oleh Abu Daud dan At-Tirmidzi adalah,

 لا تَصُومُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلا بِإِذْنِهِ غَيْرَ رَمَضَانَ

“Seorang wanita (istri) tidak boleh berpuasa selain bulan Ramadhan, sedangkan suaminya ada di sisinya, kecuali dengan izinnya.” (Riwayat Abu Daud 4258 dan At-Tirmidzi 782 dishahihkan oleh Al-Albany)

Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar, “Maksud dari suami berada di sisinya adalah dia tidak dalam keadaan safar. Sedangkan maksud dari ‘kecuali dengan seiziinnya’ adalah pada selain bulan Ramadhan, dan selain puasa-puasa wajib lainnya. Hadits tersebut menunjukkan keharaman berpuasa bagi seorang istri tanpa seizin suami, ini berdasarkan pendapat jumhur ulama’.”

Berkata Imam An-Nawawy, “Maksud dari hadits ini adalah puasa sunnah yang waktu pelaksanannya tidak ditentukan. Dan puasa tersebut haram hukumnya menurut kami karena seorang suami memiliki hak untuk ber-istimta’ (berhubungan intim) setiap saat. Dan haknya harus segera dipenuhi dan tidak dapat ditunda dengan amalan sunnah atau amalan wajib yang bisa ditunda. Apabila dikatakan, ‘Seharusnya ia tetap boleh berpuasa tanpa seizin suaminya, jika suaminya ternyata menghendaki hubungan intim, maka ia membatalkan puasanya.’ Maka jawabannya adalah, ‘Pada umumnya, puasa seorang istri akan menghalanginya untuk memenuhi haknya seorang suami, karena ia enggan untuk membatalkan puasanya.”

Apabila ditanyakan, “Puasa adalah ibadah, maka tidak ada ketaatan kepada makhluk jika dengan ketaan tersebut dapat mendurhakai Allah.” Maka dapat dikatakan, “Ya, hal itu benar. Namun, meninggalkan puasa sunnah bagi seorang perempuan bukanlah satu buah kedurhakaan. Kedurhakaan adalah tatkala seorang perempuan meninggalkan puasa pada bulan Ramadhan. Oleh karena itu, seorang perempuan tetap melaksankan puasa pada bulan Ramadhan walaupun tanpa seizin suaminya sebagaimana terdapat pada lafadz hadits yang dibawa oleh Abu Daud dan At-Tirmidzi pada hadits di atas.”

Maka didahulukan haknya seorang suami daripada puasa sunnah karena hak suami wajib untuk dipenuhi oleh seorang istri.

Wallahu A’lam Bish-Shawab

https://islamqa.info/ar/answers/49834/الحكمة-من-منع-المراة-من-صيام-النفل-الا-باذن-زوجها