Tidak Menggerakkan Lisan Dalam Shalat, Wajibkah Mengulang?

Pertanyaan:

“Sebelumnya saya tidak pernah tahu bahwa wajib hukumnya untuk menggerakan lisan ketika membaca dzikir dan surah di dalam shalat. Setelah mengetahuinya, saya pun melakukannya. Namun, apakah shalat saya yang dahulu telah batal dan harus saya ulangi?”

Jawaban:

Dzikir-dzikir yang dilafalkan dengan lisan seperti takbir, membaca Al-Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, dzikir pagi dan sore, dan dzikir-dzikir yang lain diharuskan dalam membacanya untuk menggerakkan lisan. Dan seseorang tidak dianggap telah mengucapkan dzikir-dzikir tersebut kecuali telah menggerakkan lisan untuk membacanya. Sebagian para ahli fikih telah memberikan syarat agar orang yang melafalkan dzikir harus mendengar dengan telinganya sendiri apa yang ia lafalkan. Adapun pendapat yang paling rajih adalah cukup dengan menggerakkan lisan dan mengeluarkan setiap huruf pada makhrajnya (tempat keluar huruf).

Jika seseorang tidak menggerakkan bibir dan lisannya, maka dia hanya dianggap berfikir dengan hati dan pikirannya, bukan mengucapkan suatu lafal. Sedangkan yang dituntut dalam masalah ini adalah melafalkan dan mengucapkan. Apabila engkau pada masa lalu tidak menggerakkan lisan ketika bertakbir atau membaca bacaan shalat karena tidak mengetahui akan kewajibannya, maka kami meminta dan berharap supaya Allah mengampunimu. Adapun shalat yang telah engkau laksanakan, maka tidak harus mengulangi lagi.

Berkata Syaikh Islam Ibnu Taimiyah,

“Oleh karena itu, kalaulah seseorang tidak bersuci padahal ia diwajibkan untuk bersuci karena nash belum sampai kepadanya, seperti seseorang yang memakan daging unta dan tidak berwudhu setelahnya untuk melaksankan shalat, kemudian ia baru tahu bahwa berwudhu setelah memakan daging unta adalah wajib, atau seseorang yang shalat di tempat unta menderu kemudian ia baru tahu akan hukumnya, apakah ia harus mengulangi shalatnya? Maka dalam masalah ini terdapat dua pendapat yang bersumber dari Imam Ahmad.

“Dan salah satu contoh adalah seseorang yang memegang kemaluannya kemudian ia shalat, kemudian datanglah keterangan bahwa wajib mengulagi wudhu setelah memegang kemuluan.

“Adapun pendapat yang shahih dari setiap masalah di atas adalah tidak wajibnya mengulangi shalat yang telah dilaksanakan. Karena Allah ta’ala memaafkan kesalahan dan lupa. Allah berfirman,

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِيْنَ حَتّٰى نَبْعَثَ رَسُوْلًا

“Dan Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (Al-Isra’: 15)

“Barang siapa yang belum sampai hujjah kepadanya terhadap sesuatu, maka tidak ditetapkan kewajiban atasnya. Oleh karena Nabi tidak memerintahkan kepada Umar dan Amar ketika keduanya dalam keadaaan junub dan tidak menemukan air, Umar tidak melaksanakan shalat sedangkan Amar melaksanakan shalat dengan menggulingkan badan di tanah, Nabi tidak memerintahkan untuk mengulangi shalatnya. Nabi juga tidak memerintahkan kepada Abu Dzar untuk untuk mengulang saat ia dalam keadaan junub berhari-hari. Dan Nabi pun tidak memerintahkan untuk mengulang shalatnya seseorang yang menghadap Baitu Maqdis sebelum datangnya penghapusan syariat tersebut.” (Majmu’ Fatawa lil Imam Ibnu Taimiyah 22/101)

Diterjemahkan dan diringkas dari:

https://islamqa.info/ar/answers/164080/كان-لا-يحرك-لسانه-بالقراءة-في-الصلاة-جهلا