Hukum Memakan Satu Ekor Kambing Kurban Untuk Diri Sendiri dan Kerabat

Pertanyaan:

“Jika seseorang menyembelih dua kambing untuk akikah atau dua kambing untuk kurban, bolehkah jika satu ekor kambing tersebut hanya untuk dirinya, dan satu ekor sisa dibagikan untuk orang lain? Apakah pembagian harus dari kedua ekor kambing tersebut atau boleh baginya untuk mengambil salah satu ekor untuk dirinya sendiri?”

Jawaban:

Pertama, bahwa dalil syar’i telah menunjukkan atas wajibnya membagikan hewan sesembelihan dari kurban dan hadyu, walaupun hanya sedikit. Allah ta’ala berfirman,

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” (Al-Hajj: 36)

Qani’ dalam ayat tersebut adalah orang fakir yang tidak meminta-minta karena merasa cukup dan karena menjaga kehormatannya. Sedangkan mu’tar adalah orang fakir yang meminta-minta.

Mereka para orang fakir dan miskin adalah orang yang berhak untuk mendapatkan bagian dari kurban dan hadyu. Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda,

 فَكُلُوا ، وَادَّخِرُوا ، وَتَصَدَّقُوا

“Makanlah dan ambillah bekal (darinya) serta simpanlah” (Hadits riwayat Muslim no. 1971)

Hukum wajibnya membagi daging hewan kurban adalah pendapat dari Syafi’iyah dan Hanabilah. Dan ini adalah pendapat yang shahih berdasarkan dzahirnya nahs-nash syar’i. Imam Al-Mawardi  berkata,

وَإِنْ أَكَلَهَا كُلَّهَا ، ضَمِنَ أَقَلَّ مَا يُجْزِئُ فِي الصَّدَقَةِ مِنْهَا

“Jika daging hewan kurban dimakan semuanya (sendiri dan tidak dibagikan), maka dia mempunyai tanggungan untuk bersedekah dengan kadar paling sedikit dari daging hewan kurban yang seharusnya dia bagikan.” (Al-Inshaf 6/491)

Imam An-Nawawy berkata,

يجب التصدق بقدرٍ ينطلق عليه الاسم ؛ لأن المقصود إرفاق المساكين ، فعلى هذا : إن أكل الجميع ، لزمه ضمان ما ينطلق عليه الاسم

“Wajib untuk menyedekahkan (daging kurban) sebesar yang dinyatakan cukup dari hewan yang dipotong tersebut, karena tujuan dari kurban adalah kemashlahatan orang-orang miskin. Oleh karena ini, jika dia memakan seluruh dagingnya (tanpa membagi kepada orang miskin), maka dia mendapatkan tanggungan untuk bersedekah sebesar yang dinyatakan cukup dari hewan tersebut.” (Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftinin 3/223)

Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya tentang seseorang yang memasak semua daging kurban bersama kerabatnya, tidak sedikitpun disedekahkan, apakah perbuatan mereka ini dibenarkan? Beliau menjawab,

“Ini adalah sebuah kesalahan karena Allah ta’ala berfirman,

 لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ الله فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

“Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mere-ka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan Dia kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (Al-Hajj: 28)

“Dan oleh karena itu, mereka diwajibkan untuk mengganti apa yang telah dimakan, untuk setiap kambing mengganti beberapa daging sampai dianggap cukup untuk kemudian disedekahkan” (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin 25/132)

Kedua, hukum wajibnya memakan hewan kurban bagi yang berkurban menjadi perselisihan para ulama. Jumhur dari mereka berpendapat bahwa hukumnya hanya sebatas sunnah, bukan wajib. Ini merupakan pendapat empat madzhab. Sebagian dari para ulama ada yang berpendapat bahwa diwajibkan untuk memakan dari hewan kurban walaupun hanya sedikit saja. Hal ini berdasarkan tekstual dari nash-nash yang memerintahkan untuk memakannya.

Imam An-Nawawy berkata,

وَأَمَّا الْأَكْل مِنْهَا فَيُسْتَحَبّ وَلَا يَجِب , هَذَا مَذْهَبنَا وَمَذْهَب الْعُلَمَاء كَافَّة , إِلَّا مَا حُكِيَ عَنْ بَعْض السَّلَف أَنَّهُ أَوْجَبَ الْأَكْل مِنْهَا … لِظَاهِرِ هَذَا الْحَدِيث فِي الْأَمْر بِالْأَكْلِ ، مَعَ قَوْله تَعَالَى : ( فَكُلُوا مِنْهَا ) ، وَحَمَلَ الْجُمْهُور هَذَا الْأَمْر عَلَى النَّدْب أَوْ الْإِبَاحَة ، لَا سِيَّمَا وَقَدْ وَرَدَ بَعْد الْحَظْر

“Adapun hukum memakan sebagian daging kurban adalah sunnah bukan wajib, ini adalah madzhab kami dan menjadi madzhab para ulama. Kecuali apa yang telah diriwayatkan dari sebagian ulama salaf bahwa mereka mewajibkannya, berdasarkan tekstualitas hadits yang menyuruh untuk memakannya, juga berdasarkan firman Allah,

فَكُلُوا مِنْهَا

Maka makanlah sebagian dari padanya.” (QS. Al Hajj: 28)

“Jumhur ulama memahami perintah tersebut sebagai sunnah atau mubah, apalagi perintah tersebut ada setelah adanya larangan” (Syarah Shahih Muslim 13/131)

Ketiga, adapun hewan akikah, maka tidak ada di dalam nash-nash syar’i tentang bagaimana cara membaginya, juga tidak ada kewajiban untuk memakannya, atau menyedekahkannya. Oleh karenanya, seseorang bisa menggunakannya sesuai dengan keinginannya. Jika dia mau, maka dia menyedekahkan semuanya, atau memakan semuanya. Namun yang lebih utama adalah menjadikannya sama dengan hewan kurban.

Imam Ahmad pernah ditanya tentang akikah, bagaimana yang seharusnya? Beliau menjawab,

 كَيفَ شِئْت ، وَكَانَ ابْن سِيرِين يَقُول : اصْنَع مَا شِئْت

“Terserah kamu, Ibnu Sirin pernah berkata: “Lakukanlah semaumu”. (Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud: 55)

Keempat, ketentuan di atas dilihat dari segi kewajiban bersedekah dengan sebagian daging kurban, atau disunnahkan untuk memakan sebagiannya atau kewajiban mensedekahkannya, semua itu berlaku bagi setiap kambing secara sendiri-sendiri. Maka jika dia menyembelih 10 kambing, dia harus menyedekahkan bagian dari tiap-tiap kambing yang ada, dan disunnahkan untuk memakan sebagian daging dari setiap kambing, dan tidak boleh menyedekahkan satu kambing utuh mewakili kambing-kambing lainnya002C karena setiap kambing merupakan hewan kurban yang terpisah.

Oleh karenanya pada saat Nabi Shalallahu alaihi wa sallam menyembelih hadyu-nya (hewan sembelihan haji), beliau meminta agar mengumpulkan dari setiap unta sejumlah daging tertentu. Jabir bin Abdillah berkata,

ثمَّ انْصَرَفَ إِلَى الْمَنْحَرِ فَنَحَرَ ثَلَاثًا وَسِتِّينَ بِيَدِهِ ، ثُمَّ أَعْطَى عَلِيًّا فَنَحَرَ مَا غَبَرَ [ أي ما تبقى ] ، ثُمَّ أَمَرَ مِنْ كُلِّ بَدَنَةٍ بِبَضْعَةٍ ، فَجُعِلَتْ فِي قِدْرٍ ، فَطُبِخَتْ ، فَأَكَلَا مِنْ لَحْمِهَا ، وَشَرِبَا مِنْ مَرَقِهَا

“Kemudian beliau beranjak menuju tempat penyembelihan, beliau menyembelih 63 ekor unta dengan tangan beliau sendiri, kemudian beliau memberikan sisanya kepada Ali untuk disembelih. Kemudian beliau meminta dari setiap ekor unta sejumlah daging tertentu, diletakkan disebuah wadah untuk dimasak, maka keduanya memakan sebagian daging kurban tersebut dan meminum kuahnya” (Hadits riwayat muslim no. 1218)

Hal ini menunjukkan bahwa setiap hewan sembelihan mempunyai hukum yang terpisah, oleh karena beliau meminta dari setiap ekor unta sejumlah daging tertentu.

Diterjemahkan dan diringkas dari

https://islamqa.info/ar/answers/149415/حكم-اكل-جميع-الاضحية-او-التصدق-بجميعها