Larangan Bertengkar dalam Membela Kebathilan sedang Ia Mengetahuinya

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang syafaatnya (bantuannya) menyebabkan terhalangnya pelaksanaan hukum dari hukum-hukum Allah berarti ia telah menentang Allah. Barangsiapa mati dalam keadaan menanggung hutang, maka tidak ada lagi dinar dan dirham yang dapat dijadikan penebus pada saat itu, yang ada hanyalah pahala dan dosa. Barangsiapa bertengkar dalam membela kebathilan sedang ia mengetahuinya, maka ia senantiasa berada dalam kemarahan Allah sehingga ia melepaskan pembelaannya. Barangsiapa menuduhkan sesuatu terhadap seorang mukmin yang tidak dilakukannya, maka ia akan dikurung dalam lumpur yang berasal dari perasan keringat penduduk Neraka hingga ia mencabut tuduhannya tersebut,” (Shahih, HR Abu Dawud [3597], Ahmad [II/70] dan al-Hakim [II/27]).

Dari Ummu Salamah r.a. dari Rasulullah saw. bahwa beliau mendengar pertengkaran di pintu kamar. Rasulullah keluar menemui mereka dan berkata, “Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia biasa dan kalian selalu mengadukan perkara kepadaku. Barangkali salah seorang dari kalian lebih pandai bersilat lidah daripada yang lainnya. Dan aku menganggap ia jujur dalam perkataannya sehingga aku memenangkanya dalam perkara tersebut karena argumentasinya. Barangsiapa yang telah aku menangkan ia dengan mengambil hak seorang muslim, maka sesungguhnya itu adalah potongan api Neraka, silahkan ia mengambil atau meninggalkannya,” (HR Bukhari [2458] dan Muslim [1713]).

Kandungan Bab:

  1. Barangsiapa bertengkar dalam membela kebathilan untuk mematahkan kebenaran atau untuk mengambil hak seorang Muslim, maka ia berdosa dan berhak mendapat kemarahan dan kemurkaan Allah SWT. 
  2. Barangsiapa melakukannya berarti ia telah memiliki sifat nifaq. Karena seorang munafik apabila bertengkar, maka akan berbuat jahat sebagaimana telah disebutkan dalam hadits Muttafaq ‘alaih dari ‘Abdullah bin ‘Amr r.a. 
  3. Hukum di dunia didasarkan pada lahiriyah seseorang. Akan tetapi hukum ini pada hakikatnya bisa saja tidak benar. Oleh karena itu, hukum ini tidak dapat merobah realita. Dan seluruh orang-orang yang terlibat pertengkaran akan berkumpul dihadapan Allah SWT untuk menyelesaikan pertengkaran mereka. Sehingga akan diserahkan setiap hak kepada yang berhak menerimanya sedang mereka tidak akan dirugikan sedikitpun.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/371-373.