Aku perhatikan kala mereka tengah berada dalam kedudukan mulia, maka aku lihat kebanyakan manusia begitu tampak jels kerugiannya saat itu. Diantara mereka ada para pemuda yang begitu larut dalam maksiat, ada yang lalai dalam mencari ilmu, ada juga yang hanyut dalam menikmati kenikmatan. Maka mereka semua akan menyesal saat menginjak usia tua.
Adapun orang yang menggunakan masa muda untuk ilmu, maka pada usia tua dia akan memuji hasil dari apa yang telah ia tanam (pada masa dulu). Dia merasa puas dengan dibukukannya ilmu yang telah dia kumpulkan. Kelezatan (kesehatan) badan yang dia raih, baginya tak ada apa-apanya bilang di bandingkan dengan kelezatan ilmu yang dia dapat. Ini masih di tambah dengan kenikmatan saat mencari ilmu yang dengan ilmu tersebut ida mengangankan untuk bisa meraih apa yang dia cari. Dan mungkin saja kesibukkannya tersebut lebih menyenangkan daripada apa yang dia dapatkan.
Aku perhatikan diriku dengan membaningkan sanak saudaraku, keluargaku yang menghabiskn umur mereka untuk mencari dunia, sedangkan aku menghabiskan masa remaja dan masa muda untuk mencari ilmu. Aku dapatkan apa yang di dapat oleh mereka tak ada yang luput dariku, kecuali sesuatu yang bila aku mendapatkannya, aku akan menyesal karenanya.
Lalu aku perhatikan keadaanku, ternyata keadaan hidupku di dunia lebih baik daripada kehidupan mereka. Kedudukanku di tengah masyarakat juga lebih tinggi daripada kedudukan mereka, dan apa yang aku dapatkan berupa pengetahuan tentang ilmu adalah hal yang tak bisa di tandingi.
Lalu iblis berkata kepadaku, “Engkau lupa dengan kepayahan dan tidak tidur malammu?”
Maka aku katakan kepadanya, “Hai bodoh! Memotong-motong jari kala melihat Yusuf, tak ada rasa perihnya. Jalan yang menuntun pada seorang teman itu tidaklah dirasa panjang.”
Dulu saat aku berada di waktu manisnya mencari ilmu aku menemui hal-hal berat yang bagiku itu lebih manis dari madu, dikarenakan apa yang aku cari dan aku harapkan. Pada masa kecil aku membawa roti kering, lalu aku keluar untuk mencari hadits. Aku duduk di tepian sungai Isa. Aku tak kuasa memakannya kecuali ada air. Setiap aku makan sat suap, aku pun minum, namun begitu mata kemauanku tidak melihat melainkan kenikmatan mendapatkan ilmu.
Maka hal itu membuahkan hasil pada diriku bahwa aku dikenal banyak mendengar hadits perjalanan hidup Rasulullah dan adab beliau, dan keadaan dari para sahabat dan tabi’in.
Dan itu juga membahkan satu perlakuan yang tidak bisa diraih kecuali dengan ilmu. Sampai-sampai aku ingat pada masa remaja (masa suka hal sia-sia), pada waktu nafsu begitu menggebu dan pada masa membujang, aku ingat bahwa aku bisa saja melakukan sesuatu yang nafsu begitu menginginkannya, seperti halnya orang kehausan yang menginginkan air tawar. Dan tak ada yang menghalangiku darinya selain buah yang aku dapat dari ilmu, yaitu takut kepada Allah. Kalau saja bukan karena berbagai kesalahan manusiawi yang pasti dimiliki manusia, aku mengkhawatirkan diriku tentang munculnya sifat ujub.
Hanya saja Allah menjagaku,mengajariku, dan memperlihatkan kepadaku berbagai rahasia ilmu tentang ma’rifat kepada-Nya dan lebih mendahulukan menyendiri dengan-Nya. Sampai-sampai kalaulah Ma’ruf Al-Karkhi dan Bisyr Al-Hafi hadir bersamaku, pastilah aku akan melihat keduanya sebagai hal yang mengganggu. Kemudia ilmu kembali padaku sehingga menenggelamkanku dalam perasan aku telah berbiat tidak maksimal dan menyepelekan, sampai aku melihat orang yang paling kecil kedudukannya pun lebih baik dariku.
Pada suatu hari aku pernah duduk dalam majelisku. Ku lihat di sekelilingku ada kurang lebih 10.000 orang. Tak ada diantara mereka kecuali hatinya telah melunak atau berlinang air mata. Aku katakan pada diriku “Bagaimana dengan engkau, bila mereka semua selamat sedangkan engkau sendiri binasa?” maka aku pun berseru dengan lisan perasaanku,
“Wahai Rabb penguasaku! Kalaupun Engkau memutuskan untuk menyiksaku kelak, maka janganlah Engkau beritahukan azabku kepada mereka, untuk menjaga kemurahan-Mu bukan untuk diriku. Agar nanti mereka tidak berkata, Allah mengazab orang yang telah menunjukkan kepada jalan-Nya.
Wahai Rabbku! Telah di katakan kepada Nabi-Mu “Bunuhlah Ibnu Ubay si munafik! Namun beliau mejawab “Jangan sampai orang-orang membicarakan bahwa Muhammad telah membunuh pengikutnya.” (H.R Bukhari dan Muslim)
Wahai Rabbku, Janganlah keyakinan baik mereka terhadapku dengan kemurahan-Mu, agar jangan sampai Engaku beritahukan kepada mereka tentang diazabnya orang yang memberi petunjuk jalan menuju-Mu. Demi Allah Mahasuci Engkau wahai Rabbku dari megeruhkan sesuatu yang jernih.
Sumber: Shaidul Khathir oleh Abul Faraj Abdurrahman bin Al Jauzi