Kita melihat termasuk musibah ketika seorang mukmin berdo’a namun do’anya tidak di kabulkan. Dia mengulangi do’anya dan berlalu waktu yang lama, namun dia tidak melihat tanda-tanda bahwa do’anya dikabulkan.
Maka sudah seyogyanya dia mengetahui, bahwa ini termasuk musibah yang memerlukan sikap sabar, dan bisikan yang menghinggapi jiwa tentang di tundannya pengabulan do’a merupakan penyakit yang memerlukan terapi.
Aku pernah tertimpa hal yang sejenis dengan permasalahan ini. Aku pernah terkena musibah dan aku pun berdo’a dengan bersungguh-sungguh, namun belum melihat ada jawaban dari do’a tersebut. Maka mulailah iblis menari-nari di arena jerat muslihatnya.
Maka sesekali iblis berkata, “Kemurahan Allah itu sangat luas dan sifat kikir tak ada pada diri-Nya, lalu apa faidah di tundanya pengabulan do’a?”
Aku pun berkata kepadanya, “Enyahlah engkau wahai terkutuk! Aku tidak perlu mengadukan perkaraku (kepadamu) dan aku tidak akan rela menjadikanmu sebagai wakilku (pemegang kuasa perkara).”
Kemudian aku kembali pada diriku seraya berkata, “Jangan sampai engkau membiarkan bisikannya mendiami dirimu, karena kalaulah tidak ada faidah dari di tundanya pengabulan do’a kecuali agar dzat yang memberi takdir mengujimu dalam memerangi musuh, niscaya itu sudah cukup menjadi hikmah.”
Diriku berkata, “Kalau begitu hiburlah aku dari di tundanya pengabulan do’a dalam musibah yang seperti ini!”
Aku pun berkata,
Pertama, telah nyata dengan bukti yang nyata baha Allah adalah Dzat yang Maha Memilki. Dan yang memiliki hak untuk berbuat, baik dengan menahan ataupun dengan memberi pemberian, maka tak di benarkan untuk menentang-Nya
Kedua, Hikmahnya telah terbukti dengan argumen-argumen yang pasti, maka bisa saja engkau memandang sesuatu hal sebagai suatu kemashlahatan, namun hikmah tidak menuntut hal itu. Dan kadang hikmah tersembunyi dari hal yang dilakkan oleh dokter yang secara lahiriyah menyakitkan namun tujuannya adalah kemaslahatan (pasien). Dan boleh jadi hal ini termasuk hal yang serupa dengan gambaran ini.
Ketiga, kadang di tundanya pengabulan do’a menyimpan maslahat, dan disegerakan pengabulan do’a menjadi mudhorot. Nabi bersabda:
لَا يَزَلُ الْعَبْدُ فِيْ خَيْرٍ مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ يَقُوْلُ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ
“Seorang hamba akan senantiasa berada dalam kebaikan selama dia tidak terburu-buru. Dia berkata, “Aku berdoa namun doaku tidak juga dikabulkan.” (H.R Ahmad)
Keempat, bisa saja terhalangnya sebuah do’a di sebabkan satu kesalahan yang ada pada dirimu. Mungkin saja ada syubhat dalam makananmu, atau hatimu lalai saat berdo’a atau di tambahkan hukuman Allah padamu dengan menghalangi keperluanmu, disebabkan satu dosa dimana engkau tidak lulus dalam bertaubat darinya. Maka carilah sebagian dari beberapa sebab diatas, semoga saja engkau bisa di bimbing memperoleh, apa yang di inginkan.
Kelima, semestinya engkau mencari apa yang menjadi maksud tujuan dari permintaanmu ini, karena bisa saja mendapatkan hal itu justru akan menambah dosa, atau memperlambat tercapainya tingkat kebaikan, sehingga terhalangnya permintaan ini lebih mendatangkan maslahat.
Keenam, bisa saja kala engkau tidak mendapatkan yang engkau inginkan akan menjadi sebab dirimu mau lebih mendekatkan diri di pintu Allah dan mengadu pada-Nya dan bisa saja terwujudnya (do’anya) itu akan menjadi sebab tersibukannya dirinya dengan hal itu (lalai) dari dzat yang di mintai do’a. Ini sangat jelas sekali, dengan bukti kalau bukan karena musibah ini, tentu kami tidak akan melihatmu mendekati pintu pengaduan (Allah).
Allah yang Maha Haq tahu bahwa makhluk akan tersibukkan oleh suatu kebaikan sehingga menjadikannya lupa pada-Nya, sehingga Allah memecut mereka di sela-sela nikmat-nikmat tersebut dengan menimpakan berbagai hal yang mendorong mereka untuk bersimpuh di pintunya, mereka memohon pertolongan kepada-Nya. Ini merupakan nikmat yang di balut dalam selimut cobaan. Yang dinamakan bala cobaan semata adalah yang membuatmu tersibukkan sehingga lalai dari-Nya. Adapun cobaan yang membuatmu bersimpuh di hadapan-Nya maka disitulah terletak keindahanmu.
Dan kalau engkau merenungi berbagai hal ini, pstilah engkau akan menyibukkan diri dengan hal yang lebih bermanfaat bagimu daripada sekadar mendapatkan apa yang terluput darimu, berupa menghilangkan kekurangan, atau meminta maaf dari satu kesalahan, ataupun bersimpuh di depan pintu menuju Rabb dari segala tuhan.
Sumber: Shaidul Khatir karya Ibnu Al-Jauzi penerbit pustaka Darul Haq