Imam Nawawi r.a. dalam kitab Syarbu Muslim III, hal 164 mengatakan, "Para ulama terkemuka telah sepakat atas bolehnya mengusap di atas kedua khuf, baik ketika safar ataupun ketika muqim, baik karena ada hajat ataupun tidak, hingga diperbolehkan juga bagi perempuan yang selalu berdiam diri di rumahnya atau orang-orang yang menderita sakit kronis yang tidak bisa berjalan, boleh mengusap bagian atas khufnya. Hanya golongan Syi'ah dan Khawarij sajalah yang bersikeras menentang masalah ini namun pengingkaran mereka ini tidak diakui."
Al-Hasan al-Bashari ra bertutur, "Ada tujuh puluh sahabat Rasulullah saw. yang menyampaikan kepadaku bahwa Rasulullah saw. biasa mengusap di atas kedua khufnya." Selesai.
Hujjah yang paling baik tentang bolehnya mengusap di atas khuf ialah riwayat Imam Muslim, dari Al-A'Masy dari Ibrahim dari Hammam berkata, "Jarir kencing kemudian berwudhu' dan mengusap di atas kedua khufnya. Lalu ia ditanya, 'Kamu melakukan ini?' Jawabnya, 'Ya,' (karena) saya pernah melihat Rasulullah saw. kencing lalu berwudhu' dengan mengusap di atas kedua khufnya."'
Al-A'masy bertutur bahwa Ibrahim menegaskan, "Adalah para ulama terkagum oleh hadits ini, karena Jarir masuk Islam setelah turunnya surah al-Maaidah." (Shahih: Mukhtashar Muslim no:136, Muslim I:227 no:272 dan Tirmidzi I:63 no:93).
Dalam Syarhu Muslim III hal 164. Imam Nawawi menyatakan yang maksudnya: Bahwa Allah SWT berfirman dalam surah al-Maidah, "Maka, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki." (Al-Maaidah:6).
Seandainya Islamnya Jarir lebih dahulu daripada turunnya surah Al-Maaidah, maka kemungkinan besar hadits tentang mengusap khuf dimansukh oleh ayat Al-Maaidah ini. Namun, karena Islamnya Jarir belakangan, ba'da (sesudah) turunnya surat tersebut maka, kita dapat menyimpulkan, bahwa hadits Jarir ini tetap diamalkan, tidak dimansukh. Dan hadits ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ayat di atas bukanlah orang yang sedang mengenakan khuf, sehingga sunnah nabi saw. ini mengkhususkan ayat Al-Maidah itu. Wallahu'a'lam.
1. Syarat Bolehnya Mengusap di atas Khuf
Syarat bolehnya bagi seseorang untuk diperbolehkan mengusap di atas khufnya ialah dengan memasang khufnya setelah berwudhu' sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat dari Al-Mughirah bin Syu'ban r.a. berkata, "Pada suatu malam dalam suatu perjalanan, aku bersama Nabi saw. Kemudian kutuangkan (air) dari dalam timba ke atas (tangan)nya, lalu beliau membasuh mukanya, kedua hastanya dan mengusap kepalanya. Kemudian aku jongkok hendak melepaskan kedua khufnya." Maka Rasulullah bersabda, "Biarkan keduanya; karena sesungguhnya aku memasang keduanya dalam keadaan sudah bersuci." kemudian beliau mengusap di atasnya." (Muttafaqun 'alaih: Muslim I:230 79/274, Fathul Bari I:309 no:206 dengan ringkas, dan 'Aunul Ma'bud I:256 no:151).
2. Masa Mengusap di Atas Khuf
Rentang waktunya adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat ini: "Dari Ali bin Abi Thalib r.a., ia berkata, "Rasulullah saw. telah menetapkan tiga hari, tiga malam bagi musafir dan sehari semalam bagi orang muqim." (Shahih: Mukhtasharu Muslim no:139, Muslim I:232 no:276 dan Nasa'i I:84). 3.
3. Bagian yang Diusap dan Caranya
Tempat mengusap khuf yang masyru' ialah punggung khuf sebagaimana yang diuraikan dalam riwayat dari Ali bin Abi Thalib r.a. (ia berkata), "Andaikata agama Islam berdasarkan rasio, niscaya bagian bawah khuf lebih utama diusap daripada bagian atasnya. (Namun) sungguh saya telah melihat Rasulullah saw. mengusap punggung kedua khufnya." (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:103 dan 'Aunul Ma'bud I:278 no:162). Dan yang wajib dalam mengusap adalah usapan secara mutlak yang dengan dilakukannya dapat dikatakan, bahwa dia telah mengusap.
4. Mengusap Bagian Atas Kaos Kaki dan Sandal
Sebagaimana sudah dimaklumi bolehnya mengusap di atas kedua khuf, maka boleh juga mengusap bagian atas kaos kaki dan sandal, karena ada hadits al-Mughirah bin Syu'bah, ia berkata, "Bahwasanya Nabi saw. berwudhu' dan mengusap di atas kedua kaos kaki dan kedua sandalnya." (Shahih: Irwa'ul Ghalil no:101, 'Aunul Ma'bud I, 269 no:159, Tirmidzi I:67 no:99 dan Ibnu Majah I:185 no:559).
Dari Ubaid bin Juraij, ia bertutur, "Ada beberapa orang berkata kepada Ibnu Umar, Kami melihat engkau melakukan sesuatu yang tidak pernah kami melihat seorangpun mengerjakannya kecuali engkau' Lalu Ibnu Umar bertanya kepadanya, 'Apa itu?'. Maka jawab mereka, 'Kami melihat engkau memakai sandal al-Sibtiyah.' Maka Jawab Ibnu Umar 'Sesungguhnya aku pernah melihat Rasulullah saw. memakainya dan berwudhu' dengan mengusap di atas keduanya'."
5. Yang Membatalkan Mengusap Khuf
Kebolehan mengusap di atas khuf menjadi batal karena salah satu dari tiga sebab berikut:
1. Waktunya sudah berakhir. Kebolehan mengusap khuf terikat dengan waktu tertentu sebagaimana yang telah kita maklumi. Karenanya tidak boleh melebihi batas waktu yang telah ditetapkan oleh syara'.
2. Janabat, karena ada hadits Syafwan yang mengatakan, "Adalah Rasulullah saw. biasa memerintah kami, bila kami dalam safar, agar tidak melepaskan khuf kami selama tiga hari, tiga malam, kecuali karena (akan mandi) jinabat, namun kalau karena buang air besar atau kecil dan karena tidur (tidak usah dilepas)." (Hasan Irwaul Ghalil no:104, Tirmidzi I:65 no:96. dan Nasa'i I:84).
3.Dilepasnya kedua khuf dari kaki dalam keadaan berhadas. Karena jika ia menganggalkannya lalu mengenakannya kembali berarti ia tidak mengenakannya dalam keadaan suci kedua kakinya.
Dua hal yang perlu diketahui:
Pertama, bahwa berakhirnya masa dibolehkannya mengusap khuf dan melepaskannya dari kaki, dalam keadaan tidak suci hanya akan membatalkan kebolehan mengusap khuf saja, sehingga orang yang bersangkutan tidak boleh mengusap khuf lagi sebelum berwudhu' dan membasuh kakinya, kemudian memakainya lagi. Dengan demikian tampak jelas, bahwa barangsiapa yang melepaskan khufnya tatkala wudhu'nya belum batal atau masa bolehnya mengusap khuf sudah berakhir tapi wudhu'nya masih sah, maka ia tetap berada dalam keadaan (suci) dan boleh shalat semaunya sampai berhadas.
Kedua, barangsiapa yang mengenakan dua susun kaos kaki dalam keadaan sudah berwudhu' kemudian mengusap kaos kaki yang terletak pada bagian atas, kemudian ia melepaskan bagian atas tersebut, maka boleh bagi orang yang bersangkutan menyempurnakan masa bolehnya mengusap di atas khuf dengan mengusap kaos kaki yang terletak pada bagian bawah, karena dapat dikatakan, bahwa ia memasukkan kedua kakinya ke dalam kaos kakinya dalam keadaan suci. Adapun apabila ia memakai hanya satu kaos kaki saja, kemudian ia mengusap di atasnya, lalu ia memakai yang satunya lagi (sehingga menjadi dua susun/dua lapis), maka ia tidak boleh mengusap bagian atasnya, karena ia memasukkan kedua kakinya dalam keadaan tidak suci. (Demikian informasi langsung dari Syaikh Al-Bani rahimahullahu yang penulis terima)
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 102 – 106.