Makna dan Ciri-Ciri Ghuroba’ edisi 2

Makna hadits ghurbah yang telah kami sampaikan tempo lalu sangatlah banyak karena makna ghurbah ini relatif terkait dengan masa, tempat dan syari’at. Dan insya Allah kami akan menyampaikan rincian makna-makna ghurbah tersebut dan semoga kita termasuk di dalamnya.

  1. Makna Ghurbah Secara Umum

 Makna ghurbah secara umum yaitu (asing)nya kaum muslimin di tengah-tengah masyarakat kafirdi setiap masa dan tempat. Kaum muslimin di tengah-tengah masyarakat kafir, ibarat rambut putih pada seekor banteng hitam, atau seperti rambut hitam pada banteng putih. Pada dasarnya golongan ini sangat sedikit. Allah berfirman:

“…Dan sangat sedikit dari hamba-hambaku yg bersyukur.” (Saba’: 13)

Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata, “Tatkala didalam kemah bersama Rasulullah, beliau bersabda, “Relakah kalian menjadi seperempat daripada penghuni surga? Kami menjawab, “Ya.” Beliau bersabda,”Relakah kalian menjadi sepertiga daripada penghuni surga?” Kami menjawab, “Ya.” Beliau bersabda lagi “Relakah kalian menjadi separuh daripada penghuni surga?” Kami menjawab “Ya.”

      Beliau kemudian melanjutkan, “Demi Allah yang jiwaku dalam genggamannya, saya mengaharapkan semoga kalian mejadi setengah dari pada penghuni surga. Yang demikian karena surga ahnya akan dimasuki oleh jiwa yang yang muslim. Keberadaan kalian diantara orang-orang musyrik hanyalah bagaikan rambut putih yang terdapat pada kulit banteng yang hitam atau sperti rambut hitam pada kulit banteng yang merah.” (H.R Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

Kemudian juga makna ghurbah secara umum yaitu suatu kelompok atau individu yang senantiasa berbuat kebaikan, mengajak kepada yang ma’ruf di tengah-tengah masyarakat yang kebanyakan mereka berbuat rusak. Keterasingan ini menjadi pembeda mana orang-orang yang sholih dan mana orang-orang yang fajir atau fasid.

Ghurbah ini telah di takdirkan dan di tetapkan oleh syari’at, bahwa kaum beriman lebih sedikit di banding orang-orang kafir. Maka seorang muslim harus memandang masalah ini secara obyektif dan berimbang di antara dua sudut pandang yang ekstrim keduanya adalah:

  1. Orang yang senantiasa tamak dan terlalu berlebihan dalam berambisi untuk mensucikan dunia dari pengaruh kufur dan syirik. Mereka adalah orang-orang yang terlalu idealis dan tenggelam dalam lautan optimisme. Pun demikian, pergolakan antara tauhid dan syirik memang akan senantiasa terjadi hingga ketentuan Allah tiba.
  2. Orang-orang yang menjadikan realitas ini sebagai alasan untuk vakum dan berhenti mendakwahkan non-muslim kepada islam, bahkan mengerahkan segala potensi untuk itu. Mereka orang yang keliru dalam bersikap dan pura-pura akn realitas yang terjadi.

Keseimbangan cara pandang ini tidak mencegah Rasulullah dan sahabatnya untuk berdakwah di jalan Allah secara terang-terangan, berkorban dan sabar di jalan Allah, hingga Allah memberikan petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki melalui wasilah mereka.

  1. Makna Ghurbah Secara Khusus

Makna ghurbah ini adalah golongan pemegang teguh sunnah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang senantiasa sabar dan bersandar kepadanya. Mereka juag berlepas diri dan menghindarkan diri dari selain tuntunan sunnah di bandingkan komunitas muslim lainnya.

Ghurbah mereka di tengah komunitas muslim terkadang lebih dahsyat di banding kaum muslimin yang hidup di tengah orang-orang kafir. Ketika seorang mukmin semakin berpegang teguh terhadap sunnah Nabi, baik dari sisi keilmuan maupun praktik, maka keterasingannya akan semakin meningkat pula. Demikian pula orang yang menopang dan mengikuti juga semakin berkurang dan sedikit, sementara banyak sekali orang yang menetang dan berseberangan dengannya.

Dia laksana musafir bersama beberapa sahabat karib yang meniti perjalanan sangat jauh dan banyak rintangan.  Setiap kali fase perjalanan terlewati, sebagian dari mereka tertinggal dan terputus di jalan. Pada akhirnya, sedikit saja yang senantiasa ikut bersamanya dalam mengarungi perjalanan. Mereka lebih merasakan derita, kepedihan, serta dahsyatnya keterasingan jiwa, mana kala penentang yang berseberangan dan tidak menyetujui pendapatnya adalah saudara-saudara mereka yang seagama.

Karena Sufyan Ats-tsauri berkata, “Mintalah wasiat kebaikan kepada para pemegang teguh sunnah Rasulullah karena mereka adalah Al-ghuroba’. (Syarah Usul I’tiqad Ahlus Sunnah wa Jama’ah (I/64), Siyar A’lamin Nubala’ (VII/273)

Ia berkata pula, “Jika kamu mendapatkan kabar mengenai seseorang yang senantiasa berpegang teguh kepada sunnah di negeri timur dan satu lag di negeri barat, maka kirimkanlah salam kepada keduanya dan doakanlah. Betapa sedikit orang yang benar-benar berpegang teguh kepada sunnah dan jama’ah (Ahlus Sunnah wal Jama’ah). (Syarh Usul I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jama’ah (I/6))

Abu Bakar bin Ayyash berkata, “Posisi sunnah dalam agama islam lebih mulia daripadda posisi islam terhadap agama-agama lain. (Ibid)

Perkara yang disebut ghurbah Islam di tengah komunitas agama lain berlaku juga disini. Ghurbah para pengemban sunnah di tengah komunitas muslimin sendiri tidak mesti membuat mereka duduk dan berputus asa. Akan tetapi mereka harus tetap komiten menyebarkan akidah yang benar, sistem pengambilan dalil yang benar dan persepsi perilaku yang benar di tengah komunitas muslim.

Ghurbah ini mesti terjadi dan bukan mustahil jika bersifat relatif. Keberadaannya senantiasa berbeda antara satu masa dengan masa yang lain, atau antara satu daerah dengan daerah yang lain. Terkadang ghurbah tersebut membuat para pelakunya merasakan kesempitan di dunia yang luas ini. Diri mereka pun terasa sesak.

Tetapi pada saat yang lain mereka akan memperoleh pemecahan atas berbagai problema yang dihadapi. Sehingga kaum beriman yang tertindas dan menderita dapat bernafas lega dan leluasa. Mereka merasakan kebahagiaan dengan wajah yang berseri-seri dengan kejayaan dan kemengan yang diperoleh agama dan sunnah.

Kemudian kita harus membedakan antara ghurbah  seperti ini dengan ghurbah yang terjadi di kahir zaman menjelang kiamat. Di kala itu, ajaran islam akan luntur dan gugur sebagaimana rontoknya benang-benang baju, hingga ajaran islam hilang dari muka bumi secara keseluruhan.

Di masa ghurbah akhir zaman ini, masih terdapat para reformis dan juru da’wah. Akan tetapi orang yang mendurhakai jauh lebih banyak jika di banding mereka yang menaati syariat, dan keterasingan ini pun melanda seluruh pelosok negeri. Madinah yang sebelumnya merupakan pusat ibu kota dan kejayaan islam dan muslimin hanya akan di masuki orang-orang yang tidak mengindahkan islam. Ghurbah seperti dalam bentuknya terbagi menjadi tiga:

  • Ghurbah Syariat, dalam bentuk ini ajaran Islam dianggap aneh dan asing, seperti jihad, amar ma’ruf nahi mungkar. Karena itu Rasulullah menggambarkan agama ini sebagai ajaran yang asing dan aneh dipermulaan dan penghabisannya.

 

  • Ghurbah Tempat, Islam begitu asing di salah satu negeri. Para pemeluknya di anggap asing di negeri tersebut. Sementara di negeri yang lain, islam dominan, di sanjung dan berjaya. Sehingga dengan kata lain,ghurbahnya hanya pada satu tempat saja.

 

  • Ghurbah Masa, yaitu ghurbah yang merambah di seluruh pelosok negeri. Saat itu, Islam terasa begitu asing kapanpun dan dimanapun. Sebagaimana yang terjadi pada masa sebelum di utusnya Rasulullah ghurbah ini hanya akan terjadi pada ummat nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam setelah turunnya Nabi Isa Alaihi Salam dan sebelum terjadinya kiamat.

 

Sumber: Ghuraba’ Al-Awwalauun kaya Syaikh Salman Al-Audah,terjemah indonesia “Generasi Ghuraba’” penerbit Aqwam, Jakarta.