Tulisan ini akan sedikit memapar makna-makna Al-Ghuroba’ sesuai perspektif hadits-hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Salam. Pembahasan ini akan terbagi menjadi edisi. Edisi pertama akan membahas definisi secara bahasa dan istilah Al-Ghuroba’ dan pemaparan hadits-hadits tentangnya, edisi kedua akan membahas ciri-ciri orang atau golongan yang masuk dalam kriteria Al-Ghuroba’.
A. Pengertian Ghurbah secara bahasa
Kata ghurbah terpecah dalam tiga golongan huruf, yakni huruf ghain, ra’ dan ba’. Huruf-huruf ini termasuk kata asal yang shahih. (Mu’jam Maqayisul Lughoh (IV/420)).
Kata ini memiliki makna yang begitu luas, seperti yang disebutkan pengarang buku “Al-Qamus” terhadap salah satu perubahan bentuk kalimatnya (yakni al-gharbu) yang mencakup dua puluh empat makna. Akan tetapi Az-Zubaidi pensyarah Al-Qamus menemukan sepuluh pengertian yang belum disebutkan dalam kamus aslinya. Sehingga secara keseluruhan berjumlah tiga puluh empat makna. Jika dari satu bentuk perubahan kalimat saja ditemukan pengertian sebanyak ini, tentunya akan lebih banyak pengertian baru pada bentuk perubahan lainnya.
Kata Ghurbah sendiri memiliki bebrapa pengertian:
1. Diantara pengertiannya adalah An-Nawa wal Bu’du (kejauhan yang menjauh) jika dikatakan “ightaraba ghurbatan” artinya: menjauh , “nawa ghurbatan” artinya: pergi menjauh. (Al-Qamus (I/114), Al-Lisan (I/638), Ash-Shihah (I/190-191))
2. Pengertian yang agak mirip dengan makna sebelumnya adalah An-Nuzuhu ‘anil wathan wal ightirab (mengasingkan diri dan mengungsi dari tanah air). Dikatakan, rajulun ghurubun wa gharibun artinya: menjauh dari tanahnya airnya. Bentuk pluralnya adalah Ghuraba’ .
3. Pengertian yang agak mendekati pada kedua pengertian diatas adalah Al-gharib artinya: orang asing. (Sh-Shihah (I/191), Al-Lisan (I/640).
4. Kalimat Al-Ghurbatu juga dapat berati Al-Ghumudhu wal khafa’u wa ‘adamusyuhrati (kesamaran, tersembunyi, dan tidak populer). Diantara contohnya adalah gharibul hadits maksudnya adalah kesamaran yang tidak menampakkan maknanya. Adapun kalimat aghraba berarti mendatangkan sesuatu yang asing.
5. Dapat diartikan juga sebagai Adz- dzihabu wat tanahhi ‘anin naasi (menghindari dan berpaling dari orang lain). Dikatakan, gharaba’ ‘anna , yaghribu gharban yaitu ia menghilang dari tengah-tengah kita.
Menurut hema kami, kelima pengertian diatas, saling memiliki keterkaitan satu sama lain yang sering di ungkapkan dalam penggunaan bahasa arab.
Dalam pengertian An-nawa wal bu’du (menjauh) maksudnya seseorang meninggalkan tanah airnya ke tempat lain. Ia meninggalkan kaumnya menuju kaum yang lain. Sehingga ia pun menjadi asing di tengah-tengah masyarakat yang baru, karena bukan golongan mereka.
B. Pengunaan Kalimat Ghurbah dalam As-Sunnah.
Pengunaan kalimat ghurbah dalam as-sunnah nabawiyah banyak sekali pengertiannya. Semua pengertian itu terkumpul dalam satu kata yang telah kami isyaratkan sebelumnya. Sekarang kami akan sebutkan dua pengertian yng saling berdekatan:
Pertama, kalimat ghurbah disebutkan dalam arti fisik yakni bermukim diluar tanah airnya dan tinggal di tengah komunitas selain kaumnya. Pengertian ini brsumber dari hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar yang meriwayatkan,
“Rasulullah menarik kedua pundakku, lalu beliau bersabda, “Jadilah kamu didunia ini orang yang senantiasa asing atau seorang pengembara.” Kemudian Abdullah bin Umar berkata, “Jika kamu berada di waktu sore, janganlah kamu menunggu watu pagi, dan jika kamu berada di waktu pagi janganlah kamu menunggu waktu sore datang. Manfaatkanlah waktu sehatmu untuk waktu sakitmu, dan manfaatknlah waktu hidupmu untuk matimu. (H.R Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Ahmad, dll)
Rasulullah mengibaratkan kondisi yang seharusnya dijalani oleh mukmin yang taat dan rajin beribadah dengan kondisi orang asing yang tidak mempunyai tempat bernaung atau rumahnya di tempati. Seluruh urusannya, mulai dari makan, minum, tempat tinggal, kendaraan, dan seterusnya hanya sementara dan akan berlalu seiring dengan masa berakhirnya masa keterasingannya.
Ibnu Batthal mengatakan, “Orang asing itu sedikit berinteraksi dengan orang-orang sekitarnya, bahkan dia merasa hidup di tengah-tengah lingkungan yang jahat, dia hanya sekedar berlalu diantara orang-orang yang tidak di kenalinya, karena merasa dalam keadaan lemah dan penuh kekhawatiran atas dirinya, begitu pula halnya dengankeadaan seorang pengembara.”
Rasulullah menyerupakan kondisi seorang mukmin sejati dengan kedua tipe manusia ini (orang asing dan pengembara). Hal ini mengandung isyarat tentang betapa penting dan perlunya mengutamakan zuhud di dunia, mengambil secukupnya saja dan menahan diri dari hal yang bukan miliknya.
Kedua, pengertian ghurbah secara maknawi, dalam pengertian ini hendaknya seorang tetap beristiqomah senantiasa berusaha secara serius untuk menghindari segala bentuk fitnah dan pengaruh hawa nafsu, serta mengambil sikap pasif dan menyembunyikan diri sebagaimana yang dicontohkan oleh generasi “unik” pertama. Sikap tersebut mereka pilih selain karna sedikitya kekuatan, penolong dan pengikut yang membelanya, juga menghadapi banyak pihak yang membelot, mencemooh dan menyerang mereka.
Keadaan orang yang seperti ini disebut orang asing sebagaimana pengertian global yang telah saya isyaratkan. Suatu keadaan yang menunjukkan tidak adanya orang-orang di sekitarnya yang menyepakatinya. Sebab, ia mempunyai urusan tersendiri dan mereka mempunyai urusan tersendiri. Ia berada pada satu lembah dan mereka berada di lembah lainnya.
Pada dasarnya, pengertian seperti inilah maksud dari pokok pembahasan ini dan merupakan pengertian yang dapat di pahami dari sabda Rasulullah:
“Sesugguhnya agama islam bermula datang dalam keadaan asing dan kelak akan di anggap asing sebagaimana datangnya.” (H.R Muslim)
C. Penelitian dan Kajian tentang Hadits- Hadits Ghurbah
Hadits-hadits tentang keterasingan islam ini di temukan dari beberapa jalur periwayatan dengan berbagai bentuk dan susunannya. Ada yang maushul dan ada yang mursal. Hadits ini di riwayatkan oleh sejumlah sahabat Rsulullah yang mulia, bahkan lebih dari dua puluh orang sahabat yang perincian hadits-haditsnya yang artinya adalah sebagai berikut:
1. Dari Abdullah bin Umar dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam beliau bersabda: “Sesungguhnya Islam bermula datang dalam keadaan asing dan kelak is akan kembali asing sebgaimana awalnya. Ia akan kembali terpusat di dua masjid sebagaimana ekor masuk kembali ke sarangnya.” (H.R Muslim)
2. Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Islam bermula datang dalam keadaan asing dan kelak akan kembali asing sebagaimana datangnya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing tersebut.” (H.R Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah)
3. Dari Katsir bin Abdullah bin Amr bin Auf bin Zaid bin Milhah dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya islam ini benar-benar akan kembali berpusat di negeri Hijaz, sebagaimana seekor ular kembali masuk kedalam sarangnya. Sungguh, agama ini benar-benar akan tertambat di negeri hijaz sebagaimana hutan betina yang tertambat di puncak gunung. Sesungguhnya agama islam bermula datang dalam keadaan asing, dan kelak akan kembali asing, yaitu mereka yang tetap melakukan perbaikan atas sunnahku yang telah dirusak oleh orang-orang sepeninggalku. (H.R Tirmidzi, Baihaqi dan Al-Bazar)
4. Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya islam bermula datang dalam keadaan asing, dan kelak akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-orang yangasing itu.” (H.R Tirmidzi, Ibnu Majah, Baihaqi)
5. Yang kelima kami sebutkan hadits yang diriwayatkan oleh 4 orang sahabat dengan matan yang sama , di antara sahabat itu adalah: Abu Darda, Abu Umamah, Watsilah bin Atsqa’ dan Anas bin Malik bahwa nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya islam bemula datang dalam keadaan asing, dan kelak akan kembali asing.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah siapakah orang-orang yang asing itu?” Be;iau menjawab, “Mereka yang senantiasa melakukan perbaikan meskipun orang lain merusak. Mereka tidak saling membantah di dalam agama Allah (islam). Mereka juga tidak mengkafirkan ahli tauhid hanya karna sebuah dosa.” (H.R Ath-Thabarani, Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi)
6. Dari Anas bin Malik dari Rasulullah beliau bersabda: “Sesungguhnya islam bermula datang dalam keadaan asing dan kelak ia akan kembali asing. Maka berbahagialah orang-orang yang asing itu.” (H.R Ibnu Majah)
7. Dari Sa’ad bin Abi Waqash ia berkata, saya mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya iman bermula dalam keadaan asing, kelak ia akan kembali sebagaimana dia bermula datang. Pada waktu itu maka beruntunglah orang-orang terasing tatkala orang lain rusak. Demi Allah Zat yang menguasai nyawa Abu Qasim (Nabi Muhammad), iman ini akan bersarang di kedua masjid sebagaimana seekor ular yang kembali ke sarangnya.” (H.R Ahmad, Al-Bazar, Ibnu Mandah, dll dengan sanad shahih menurut Al-Albani)
8. Dari Jabir bin Abdullah ia berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya islam bermula datang dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasing, ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang-orang asing itu?” Beliau menjawab, “Merekalah orang yang senantiasa shaleh meskipun orang lain rusak.” (H.R Ath-Thabarani, Al-Baihaqi)
9. Dari Abdullah bin Amr bin Ash ia berkata, Suatu ketika kami bersama Rasulullah beliau bersabda: “Beruntunglah orang-orang asing, ada yang bertanya, siapakah orang-orang yang terasing itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang senantiasa saleh dalam komunitas orang-orang yang mendurhakai mereka lebih banyak daripada yang mentaati mereka.” (H.R Ahmad dan Thabarani)
10. Dari Abdullah bin Amr bin Ash ia berkata, Rasulullah bersabda: “Orang yang paling di cintai Allah adalah orang yang terasing.” Ada yang bertanya, “siapakah orang-orang terasing itu ?” Beliau menjawab, “Yaitu orag-orang yang lari menyelamatkan agama mereka. Kelak pada hari kiamat Allah akan membangkitkan mereka bersama Isa bin Maryam Alaihi Salam.” (H.R Ibnu Ahmad, dll dha’if )
11. Dari Abdurrahman bin Sinnah bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda: “Islam bermula datang dalam keadaan asing, kelak akan kembali asing sebagaimana awalnya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing.” Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang-orang yang asing itu?” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang senantiasa saleh meskipun manusia rusak. Demi Allah yang jiwaku dalam genggaman-Nya, sungguh iman akan berhimpun ke Madinah seperti halnya air berhimpun. Demi Allah yang jiwaku dalam genggaman-Nya sesungguhnya islam akan berhimpun di dua masjid sebagaimana ular bersarang masuk kembali ke sarangnya.” (H.R Ibnu Ahmad , Ibnu Wadhdhah, Ibnu Ady)
12. Dari Sahl bin Sa’ad As-Saidi dari Rasulullah bahwa beliau bersabda: “Sesungguhnya Islam bermula datang dalam keadaan asing dan kelak akan kembali seperti awalnya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing.” Para sahabat bertanya, “Wahai rasulullah siapakah orang-orang yang asing itu?” beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang senantiasa saleh tatkala manusia rusak.” (H.R Ad-Dulabi )
13. Dari Salman ia berkata , Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya islam bermula datang dalam keadaan asing dan kelak akan kembali menjadi asing.” (H.R Ath-Thabarani)
14. Dari Abdullah bin Abbas ia berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya islam bermula datang dalam keadaan asing dan kelak akan kembali seperti halnya pertama kali datang. Maka beruntunglah orang-orang yang asing itu.” (H.R Al-Haitsami dha’if)
15. Dari Abu Sa’id Al-Khudriy ia berkata, Rasulullah bersabda: “Islam bermula dalam keadaan asing dan kelak akan kembali seperti halnya datangnya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing itu.” (H.R Al-Haitsami dha’if )
16. Dari Abu Musa Al-Asy’ariy ia berkata, Rasulullah bersabda: “Hari kiamat tidak akan terjadi hingga bumi kenyang meminum darah dan islam menjadi asing.” (H.R Al-Haitsami dha’if)
17. Dari Bilal bin Mirdas Al-fazari dari Nabi Muhammad bahwa ia bersabda: “Islam bermula dalam keadaan asing.” (H.R Bukhari, mursal, Ibnu Abi Hatim berpendapat: dha’if)
18. Dari Abu bakar bin Amr Al-Mu’arifi ia berkata Rasulullah bersabda: “Beruntunglah orang-orang yang asing, yaitu mereka yang senantiasa berpegang teguh kepada Kitabullah tatkala ia di tinggal orang. Dan mereka mengetahui As-Sunnah di kala ia padam.” (H.R Ibnu Wadhdhah, mursal)
19. Dari Syuraih bin Ubaid ia berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Islam bermula dalam keadaan asing dan kelak akan kembali asing. Maka beruntunglah orang-orang yang asing. Ingatlah bahwa seorang mukmin tidak pernah merasakan keterasingan. Tidaklah seorang mukmin meninggal dunia pada suatu tempat yang asing yang tak seorang pun menangis, untuknya, melainkan langit dan bumi akan menangisinya. Kemudian Rasulullah membacakan firman Allah, “maka langit dan bumi tidak menangisi mereka.” (Ad-Dukhan: 29) lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya langit dan bumi tidak akan menangisi orang kafir.” (H.R Ibnu Jarir Ath-Thabari , mursal , karena Syuraih seorang Tabi’in)
20. Dari Al-Hasan bahwa Rasulullah bersabda: :Sesungguhnya islam bermula datang dalam keadaan asing dan kelak akan kembali asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana seorang bisa menjadi asing?” Beliau bersabda “Sebagaimana seseorang yang di anggap asing di kampung orang lain.” (H.R Ibnu Wadhdhah, Abu Amr, ad-Dani dan Daruquthni, mursal, Al-Hasan Al-Bashri adalah tabi’in)
Sumber: Ghuraba’ Al-Awwalauun kaya Syaikh Salman Al-Audah,terjemah indonesia “Generasi Ghuraba’” penerbit Aqwam, Jakarta.