Urgensi Tauhid Asma’ wa Sifat

A.  Tauhid Asma wa Shifat Merupakan Bagian Dari Iman Kepada Allah Ta’alaa

Tidak samar bagi seorang muslim betapa pentingnya beriman kepada Alloh, karena ia merupakan bagian dari rukun iman. Maka iman kepada Alloh adalah dasar segala kebaikan, sumber segala petunjuk, dan sebab segala keberuntungan. Apabila seorang muslim berpaling kepada selainnya untuk mencari kebaikan atau keberuntungan niscaya yang di dapat adalah kebinasaan dan kerusakan. Dan manusia akan di beri balasan dari segala perbuatannya oleh Alloh maka tidak ada kebaikan dan kebahagiaan untuk seorang hamba kecuali setelah mengenal Rabbnya dan beribadah hanya kepadanya. Maka tidak ada yang setara dengan-Nya meskipun ia memberikan manfaat atau memberikan kecelakaan. Inilah da’wah para Rosul untuk umat-umatnya agar beriman kepada Alloh dan beribadah kepadanya, dan semua Rosul memmulai da’wahnya dengan tauhid.

Dan baginya kesejahteraan, dan keselamatan serta kebahagiaan karena adanya tauhid yang murni  yang diatasnya dibangun iman kepada Alloh Ta’alaa. Dan Alloh subhaanahu wa ta’alaa mengutus Rosul-Rosulnya untuk memurnikan tauhid. Semoga selalu tercurahkan sholawat dan salam kepada mereka dan kepada orang-orang terdahulu yang mengikuti mereka hingga yang sekarang. Tauhid di tinjau dari khabanya terbagi dua macam :

Pertama: Tauhid yang mengabarkan keyakinan menetapkan sifat-sifat yang sempurna bagi Alloh dan mensucikanNya dari bentuk-bentuk tasybih, tamtsil, dan sebagainya serta mensucikanNya dari sifat-sifat yang cacat.(Mu’taqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah fii Asma’ wa Sifat)

Kedua: Tauhid yang mengabarkan untuk hanya beribadah kepadaNya, tidak mempersekutukanNya dengan sesuatu apapun, hanya cinta kepadaNya, takut, berharap, tawakal hanya kepadaNya, ridho Dian sebagai Robb, Ilah, dan Walinya.(Mu’taqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah fii Asma wa Sifat)

Dan sungguh Alloh Ta’alaa telah mencantumkan kedua tauhid diatas pada salah sat surat dalm al-qur’an yakni surat al-ikhlas:

 قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ

“katakanlah (hai muhammad) bahwa Alloh itu Esa” (Al-ikhlas :1)

Ayat diatas mengandung dua unsur tauhid yang telah kami sebutkan diatas yakni: pertama, memerintahkan untuk meyakini bahwa Alloh itu Esa, kedua, menetapkan sifat yang sempurna yakni Esa dan mensucikanNya dari sifat cacat yang di persekutukan.

Kemudian makna kedua tauhid di atas ada pada surat Al-Kafirun:

قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَفِرُوْن

“Katakanlah (Muhammad) wahai orang-orang kafir” (Al-Kafirun: 1)

Ayat diatas mengandung wajibnya beribadah hanya kepadaNya saja, tidak mempersekutkanNya dengan sesuatu apapun.

Dan tidaklah sempurna satu tauhid kecuali yang lainnya juga sempurna, dan dengan ini Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam membaca kedua surat ini pada sholat sunah subuh dan sholat maghrib dan sunnah witir unutuk memulai harinya dengan tauhid dan menutup harinya juga dengan tauhid.

B. Tauhid Asma wa Sifat merupakan ilmu yang penting dan mulia

Tidak di ragukan lagi bahwasanya yang paling mulia serta yang paling agung dari suatu ilmu adalah mengetahui Alloh Azza wa Jalla yang tiada illah yang haq disembah kecuali Alloh Azza wa Jalla yang menciptakan langit dan bumi, Raja bagi alam semesta, yang memiliki sifat-sifat yang baik lagi sempurna, suci dari aib dan kekurangan dan suci dari segala bentuk penyerupaan dan persamaan pada kesempurnaan Dzat dan SifatNya. Dan tidak diragukan juga bahwasanya pengetahuan (ilmu) tentang DiriNya, Nama-NamaNya, dan Sifat-SifatNya, serta PerbuatanNya adalah sebaik-baik dan semulia-mulianya ilmu. Jika dikatakan  ilmu itu adalah wasilah (perantara) untu beramal dan mengerti tujuan beramal, sedangkan amal adalah tujuan dan sudah diketahui bahwasanya tujuan itu lebih mulia daripada perantara, lalu bagaimana mengutamakan perantara atas tujuan ??

Kita katakan: Setiap ilmu dan amal terbagi menjadi dua macam. Pertama, apa-apa yang menjadi perantara dari keduanya. Kedua, apa-apa yang menjadi tujuan dari keduanya. Maka tidaklah semua ilmu itu adalah perantara, karena sesungguhnya ilmu tentang Alloh Azza wa Jalla, baik nama-namaNya dan sifat-sifatNya itu adalah mutlak semulia-mulianya ilmu karena ilmu tersebut di peroleh langsung dari DiriNya bertujuan untuk mengetahui kebesaranNya. Alloh Azza wa Jalla berfirman :

اللهُ الَّذِيْ خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَّمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوْا أنَّ اللهَ عَلَى كَلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ وَّ أَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ بَكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

“Alloh menciptakan tujuh langit dan dari penciptaan bumi juga serupa. Perintah Alloh berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwa Alloh Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan ilmu Alloh benar-benar meliputi segala sesuatu”. (Ath-Tholaq : 12)

Sungguh Alloh telah mengabarkan bahwasanya Dia menciptakan langit dan bumi dan menurunkan perintah kepada keduanya agar hambaNya mengetahui bahwa Dia Maha Mengetahui atas segala sesuatu dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Maka ilmu ini adalah tujuan. Alloh berfirman juga :

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ

“Maka ketahuilah bahwa tiada tuhan yang patut di sembah kecuali Alloh”. (Muhammad : 19)

Ayat diatas menerangkan bahwasanya ilmu tentang ke-Esaan-Nya adalah tiada illah yang di sembah kecuali Dia, meskipun itu tidak hanya sampai disitu saja. Akan tetapi ketika beribadah kepadanya harus di sertai dengannya (tauhid) dan tidak mempersekutukannya. Maka pada kedua ayat diatas tersirat dua perintah yaitu :

  • Perintah untuk mengetahui Alloh Ta’alaa beserta nama-namaNya, sifat-sifatNya, perbuatanNya, dan hukum-hukumNya.
  • Perintah untuk beribadah hanya kepadanya.

Kedua perintah diatas merupakan pondasi aqidah islamiyah yang harus di jaga agar jangan tercampuri dengan hal-hal yang berbau syirik sehingga menjadikan aqidah islamiyah yang murni ini berubah menjadi aqidah yang bathil.

C. Tauhid Asma wa Sifat merupakan pokok ilmu agama

          Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya ilmu tentang Asma dan Sifat serta Perbuatan Alloh Azza wa Jalla adalah setinggi-tingginya ilmu dan semulia-mulianya ilmu bahkan seagung-agungnya ilmu yang merupakan pokok dari ilmu-ilmu syar’i yang lainnya. Maka barang siapa yang mengenal Alloh pastilah dia mengenal apa-apa selain Alloh dan barang siapa yang bodoh (tidak mengenal Alloh) maka dia lebih bodoh dari apa-apa yang selain Alloh. Alloh berfirman:

وَلاَتَكُوْنوُ كَاالَّذِيْنَ نَسُواللهَ فَاَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Alloh sehingga Alloh menjadikan mereka lupa akan diri sendiri”. (Al-Hasyr :19)

Ayat diatas menerangkan barang siapa yang lupa kepada Robbnya maka Alloh akan menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri sebagai ganjaran bagi mereka yang melupakan Alloh.

D. Mengetahui Asma dan Sifat Alloh dengan benar merupakan pondasi manhaj Salafus Sholih.

Mengenal Asma dan Sifat Alloh merupakan pondasi yang dengan seorang hamba bisa beramal sholih karna hal ini termasuk dalam kategori tauhid dan karna cahayanya seorang hamba mampu beribadah dan mendekatkan diri kepadaNya. Sudah merupakan manhaj para salafus sholih mengetahui Asma wa Sifat Alloh dengan pemahaman yang benar menurut Alloh dan rosulNya karna tauhid Asma wa Sifat adalah salah satu dari beberapa perkara dalam islam yang banyak aliran sesat muncul karena mereka salah dalam memahami tauhid ini.

Di antara kesalahan aliran-aliran sesat adalah mereka menafikan atau mengingkari bahwa Alloh punya sifat dan hanya menetapkan Asma saja mereka ini adalah mu’tazilah, ada diantara mereka yang menafikan sifat-sifat Alloh karna beranggapan bahwa menetapkan sifat bagi Alloh hanya akan menimbulkan penyerupaan Alloh Ta’alaa dengan makhluk-makhlukNya seperti Jahmiyah, Falasifah.

Ada juga diantara mereka yang mentakwilkan sifat-sifat Alloh dari makna yang sebenarnya dengan maksud mentanzih (mensucikan) Alloh dari penyerupaan sifat-sifat makhlukNya, dan masih banyak lagi syubhat-syubhat yang mereka buat dari tauhid Asma dan Sifat.

E. Pentingnya menjauhi Ahlu Bathil dan kelompok yang menyelisihi Ahlu  Haq

Pembahasan Asma wa Sifat merupakan salah satu dari pembahasan masalah aqidah islamiyah yang sangat penting dan banyak perbedaan yang ditimbulkan karena masalah ini karena mereka  tidak memahami berdasarkan apa yang Alloh dan RosulNya perintahkan. Mereka juga tidak memahami sebagaimana para sahabat Rosululloh memahami masalah ini karena para sahabat adalah sebaik-baik generasi yang di miliki umat islam karena para sahabat mendapat pengajaran langsung dari Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam.

Maka wajiblah bagi para penuntut ilmu untuk selalu mendalami masalah ini dengan pemahaman yang benar yang sesuai dengan Alqur’an dan As Sunnah Alloh berfirman :

فَإِنْ تَنَزَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّهُ إِلَى اللهِ وَ الرَّسُوْلِ

“Maka jikalau kalian berbeda pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah kepada Alloh( Qur’an) dan RasulNya (Sunnah)” (An-Nisa : 59)

Mengembalikan suatu perkara kepada Alloh dan RasulNya maksudnya adalah mengembalikan kepada Alqur’an dan As Sunnah Rasululloh setelah ada perselisihan yang tidak ada jalan keluarnya. Dan tidak ada yang lebih mengetahui tentang diriNya selain Alloh dan apa-apa yang Alloh khabarkan didalam kitabNya dan dengan lisan RasulNya mengenai nama-namaNya dan sifat-sifatNya. Begitupun dengan Nabi Shollallohu Alaihi wa Sallam adalah orang yang paling tahu tentang RabbNya dan khabar Nabi adalah yang paling benar khabarnya Alloh berfirman :

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى ، إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحىَ

“Dan tidaklah apa yang di ucapkannya itu (Alqur’an) menurut hawa nafsunya, Tidak lain Alqur’an itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya” (An-Najm : 3-4)

Maka sudah sepatutnya bagi seorang muslim mengerahkan segala kemampuannya dalam mengenal dan memahami Asma dan Sifat Allah dan pemahamannya terbebas dari virus ta’thil ataupun tamtsil yang mana keduanya banyak kita temukan pada diri ahli bid’ah dan orang-orang yang menyelesihi apa yang datang dari Rasululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam maka pemahaman yang benar adalah apa yang tertera dalam Alqur’an dan As Sunnah dan apa-apa yang telah diriwayatkan dari para sahabat dan tabi’in. Inilah sebaik-baik pemahaman.(Mu’taqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah fii Asma’ wa Sifat)

Imam Syafi’i Rahimahullah berkata: “Aku beriman kepada Allah dengan apa yang datang dari Allah atas maksud dan tujuan Allah, dan Aku beriman kepada Rasulullah dengan apa yang datang dari Rasulullah atas maksud dan tujuan Rasulullah.”(Syarah Lum’atul I’tiqad)

Dengan memahami perkataan Imam Syafi’i sudah jelas dapat kita pahami bahwa segala khabar dari Allah dan Rasulullah kita di wajibkan untuk mengimaninya, kemudian memahaminya dengan maksud dan tujuan dari Allah dan Rasul-Nya. Tidak memahami dengan akal dan hawa nafsu sendiri karna hal itu akan menimbulkan kerusakan dan berujung kesesatan.

Sumber: Mu’taqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah fii Asma wa Sifat