Orang yang Dimaafkan oleh Allah karena Dia memaafkan Hamba-Hamba Allah

Pengantar

Ini adalah kisah seorang laki-laki yang tidak mempunyai amal shalih manakala malaikat maut datang untuk mencabut nyawanya. Dalam urusan dagang, dia memafkan orang-orang yang bersangkutan dengannya. Jika dia memberi hutang dan waktu pembayaran telah tiba, maka dia memberi kesempatan kepada orang yang mampu hingga dia bisa membayar dan memaafkan orang yang dalam kesulitan. Yang dia harapkan dari perbuatannya ini adalah agar Allah memaafkannya. Maka Allah pun memaafkan dan mengampuni dosa-dosanya karena sifat pemaafnya dalam bermuamalah.

Teks Hadis

Bukhari meriwayatkan dari Hudzaifah berkata, Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Ada seorang laki-laki dari umat sebelum kalian yang didatangi oleh malaikat maut untuk mencabut nyawanya. Dia ditanya, ‘Adakah kebaikan yang kamu lakukan?’ Dia menjawab, ‘Aku tidak tahu.’ Dikatakan kepadanya, ‘Lihatlah.’ Dia menjawab, ‘Aku tidak mengetahui apapun. Hanya saja, di dunia aku berjual beli dengan orang-orang dan membalas mereka. Lalu aku memberi kesempatan kepada orang yang mampu dan memaafkan orang yang kesulitan.’ Maka Allah memasukkannya ke surga.'”

Dalam riwayat Hudzaifah juga, “Para malaikat menerima ruh seorang laki-laki dari kalangan umat sebelum kalian. Mereka bertanya, ‘Apakah kamu melakukan suatu kebaikan?’ Dia menjawab, ‘Aku memerintahkan para pegawaiku agar memberi kesempatan kepada orang yang mampu dan memaafkan orang yang tidak mampu.’ Maka mereka memaafkannya.”

Dalam riwayat Abu Hurairah dengan lafadz, “Ada seorang saudagar yang memberi hutang kepada orang-orang. Jika dia melihat seorang dalam kesulitan, dia berkata kepada pegawainya, ‘Maafkanlah dia, mudah-mudahan Allah memaafkan kita.'” Maka Allah memaafkannya.”

Takhrij Hadis

Riwayat pertama diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Ahadisil Anbiya’, bab keterangan tentang Bani Israel, 6/494, no. 3451.

Riwayat kedua dalam Shahih Bukhari dalam Kitabul Buyu’, bab orang yang menangguhkan orang yang mampu, 4/307, no. 2077. Bukhari meriwayatkan pula dari Abu Hurairah dalam Kibatul Buyu’, bab orang yang menangguhkan orang yang tidak mampu.

Riwayat ketiga dalam Shahih, Kitabul Buyu’, bab orang yang menangguhkan orang yang tidak mampu, 4/304, no. 2078.

Diriwayaktan oleh Muslim dalam Shahihnya dari Hudzaifah, Abu Hurairah dan Abu Mas’ud dalam Kitabul Musaqah, bab keutamaan menangguhkan orang yang tidak mampu, 3/1194, no. 1560-1561.

Penjelasan Hadis

Allah memberitahukan kepada kita bahwa ketika kematian mendatangi seorang hamba dan ajalnya telah tiba, maka malaikat mendatanginya. Jika dia adalah orang yang beriman, maka malaikat memberinya berita gembira. Jika dia adalah orang kafir, maka malaikat bertanya kepadanya, mencelanya, menyiksanya dan menyampaikan berita gembira neraka. Allah berfirman tentang kematian orang mukmin, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Rabb kami ialah Allah’, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (Fushshilat: 30).

Allah berfirman tentang orang kafir para pendosa ketika ajal menjemput, “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab, “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para Malaikat berkata, “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?” Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa: 97).

Dalam hadis ini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyampaikan berita tentang seorang laki-laki dari umat sebelum kita yang didatangi oleh malaikat maut untuk mencabut nyawanya. Malaikat bertanya kepadanya tentang amal kebaikan yang dilakukannya di dunia. Orang ini tidak menemukan amal kebaikan untuk dirinya. Ketika orang ini menjawab bahwa dirinya tidak memiliki kebaikan satupun, maka mereka meminta agar meneliti ulang. Dia tetap tidak menemukan amal kebaikan kecuali hanya perniagaaan yang menjadi profesinya. Dia memerintahkan agar pegawai yang bekerja padanya supaya menangguhkan orang yang mampu dan memaafkan orang yang tidak mampu. Dia menjelaskan alasannya kepada mereka dan berkata, “Semoga Allah memaafkan kita.” Maka Allah memenuhi harapannya, memaafkan dan mengampuninya.

Muamalah seperti yang dicontohkan oleh laki-laki ini merupakan muamalaah yang diharapkan oleh Islam. Ia didasarkan kepada kemudahanan dalam jual-beli dan kelapangan dalam bermuamalah. Memudahkan urusan bagi orang-orang yang mampu dan memaafkan orang-orang yang tidak mampu. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah berdoa untuk orang yang bersifat demikian, “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berlapang dada jika menjual, berlapang dada jika membeli, berlapang dada jika membayar, dan berlapang dada jika menuntut.”

Pelajaran-Pelajaran dan Faedah-Faedah Hadis

  1. Keutamaan memberi tempo kepada orang yang mampu dan memaafkan orang yang tidak mampu. Pelakunya yang ikhlas mendapatkan janji maaf dari Allah pada saat bertemu dengan-Nya.
  2. Luasnya rahmat Allah. Hanya dengan amal sedikit, seorang hamba bisa mendapatkan pahala besar. Laki-laki ini diampuni dan dimaafkan oleh Allah hanya dengan amalan yang kecil.
  3. Seorang hamba mukmin tidak dikafirkan hanya karena dia melakukan dosa besar. Laki-laki ini tidak melakukan kebaikan kecuali amal ini. Dia meninggalakan kewajiban-kewajiban, namun Allah mengampuni dan memaafkannya.
  4. Pertanyaan malaikat kepada seorang hamba manakala ia datang kepadanya untuk mencabut nyawanya, sebagaimana laki-laki ini ditanya dan juga sebagaimana yang Allah sampaikan dalam ayat yang kita nukil dalam bab penjelasan.
  5. Menetapkan kaidah besar dalam urusan sifat Allah. Kaidah ini adalah, ‘Setiap kesempurnaan tanpa kekurangan yang ditetapkan untuk makhluk, maka Allah lebih berhak.’ Di antaranya adalah memaafkan orang-orang dalam bermuamalah. Allah berfirman, “Kami lebih berhak dengan itu daripada dia, maafkanlah dia.” Riwayat ini dalam Shahih Muslim.
  6. Boleh jual-beli secara tunda. Laki-laki dalam hadis ini melakukan hal itu. Dia memberi tempo kepada orang yang mampu dan memaafkan yang tidak mampu.

Sumber: diadaptasi dari DR. Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Shahih Qashashin Nabawi, atau Ensklopedia Kisah Shahih Sepanjang Masa, terj. Izzudin Karimi, Lc. (Pustaka Yassir, 2008), hlm. 270 – 273.