Mentalitas yang Tinggi

Hamba Allah yang menerapkan nilai-nilai Ubudiyyah dengan benar akan selalu memiliki mentalitas yang tinggi, karena Allah selalu mengatakan kepada mereka,

وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Janganlah kamu merasa lemah, dan jangan (pula) bersedih hati,, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (Ali Imran: 139)

Allah memotivasi hamba-Nya agar tidak merasa sedih ataupun hina. Namun justru saat ini banyak umat islam yang terjangkiti oleh kedua sifat tersebut. Mereka tidak yakin dengan kebenaran islam, tidak yakin dengan pertolongan Allah Subhanahu wa ta’alaa. Padahal seharusnya, seorang hamba Allah memiliki mentalitas yang tinggi, tidak merasa sedih ataupun hina dengan apa yang telah lalu dari sesuatu yang tidak bisa dicapai. Optimis dengan apa yang ada di hadapannya. Karena janji Allah pasti, Allah akan mengangkat derajat mukmin dengan aqidah islam yang tinggi, dibanding aqidah umat yang lain. Karena seorang mukmin selalu terhubung dengan sang Pencipta. Dan ajaran ini berasal langsung dari Allah yang memiliki segala kekuatan. Sementara kaum selain kita adalah hamba-hamba dunia, perbendaharaan mereka mudah rusak dan hancur, Karena itu adalah ciptaan manusia sendiri.

Selanjutnya penyakit yang dialami oleh umat Islam harus dideteksi secara mendalam, kemudian berusaha menyembuhkan penyakit-penyakit tersebut dengan obat-obat yang mujarab, yang berasal dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Sehingga dapat memulihkan kekuatan umat islam, mengembalikan kepribadian umat islam, dan persatuan umat islam didalam menghadapi berbagai macam, gejolak, tantangan, bahkan ancaman yang dapat ditimbulkan kapan saja oleh pihak lain di luar Islam.

Saat ini kita merasa, bahwa ujian-ujian yang dialami oleh umat Islam tidak ada habis-habisnya. Tidak jarang terjadi kemungkinan rekayasa-rekayasa atas semua yang terjadi di negeri kita yang dialami oleh umat Islam. Tujuannya adalah untuk memojokkan umat Islam. Padahal yang harus dipahami oleh semua pihak, bahwa Islam tidak pernah berbuat onar, tidak pernah mengajarkan kerusakan, Islam tidak pernah mengajarkan untuk menzhalimi orang lain. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Seorang muslim, adalah mereka yang tidak mengganggu orang lain, baik dengan lisan ataupun dengan tangannya.”

Sehingga karenanya, jika kemudian terjadi peristiwa-peristiwa kezhaliman, kerusakan, dan penyimpangan. Tentunya itu bukan dari Islam, karena Islam menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, menjunjung tinggi nilai-nilai universal yang ada pada manusia itu sendiri, mengajarkan nilai kejujuran, menekankan nilai keadilan. Dan tentunya, kita harus menjadi umat, sebagaimana yang Allah firmankan,

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ

Kamu adalah umat yang terbaik yang ditampilkan untuk manusia.”

Jika kemudian tampilan umat Islam kurang baik, maka yang menjadi pertanyaan adalah, ada apa dengan umat Islam ini? Tentunya kesalahan tidak terletak pada agama Islamnya, namun kesalahan terletak pada umatnya.

Problematika Umat Islam

Ada sejumlah masalah yang dihadapi umat Islam saat ini,

Yang pertama adalah, munculnya kebodohan, hilangnya ilmu dan para ulama yang benar. Hal ini telah diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda,

Sesungguhnya Allah tidak mengangkat ilmu dari manusia, tetapi Allah mengangkat ilmu dengan kematian para ulama. Sehingga ketika tidak terdapat seorang alim pun, maka manusia akan mengangkat orang-orang bodoh, dan apabila mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, akibatnya mereka sesat dan menyesatkan.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Dan inilah yang kita khawatirkan, adanya orang-orang yang berpenampilan seperti ulama, padahal mereka tidak pantas menyandang gelar ulama, yang oleh para ulama dikenal dengan sebutan “ulama suu’”, mereka membela kebatilan, menyerukan kepada kehancuran, dan membela segala macam bentuk penyimpangan hanya untuk kepentingan duniawi, untuk popularitas, yang kemudian berakibat penipuan terhadap umat (wal iyyadzu Billah).

Ulama yang benar, akan nampak dalam diri mereka beberapa tanda,

Yang pertama, mereka berbuat ikhlas kepada Allah, tidak menginginkan jabatan, tidak mengharapkan pujian, tidak menghendaki popularitas. Yang ada pada dirinya adalah, bagaimana amalnya diterima oleh Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya,

“Wahai Rasulullah, ada orang berperang untuk mendapatkan harta ghanimah, ada orang berperang, karena ingin disebut-sebut sebagai pejuang, sebagai mujahid, da nada orang berjuang karena ingin dilihat kedudukannya, siapakah di antara mereka yang berjuang di jalan Allah ya Rasulullah?”

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berperang di jalan Allah untuk menegakkan kalimat Allah, mencari ridho Allah bukan kemudian tujuan-tujuan duniawi tersebut, maka sungguh, dialah orang yang berjuang di jalan Allah.” (Riwayat Bukhari)

Ulama yang benar adalah mereka yang gemar beramal secara sembunyi-sembunyi. Mereka selalu beramal tanpa harus dilihat oleh orang lain. Karenanya, apa yang tidak nampak dari diri mereka lebih bagus daripada yang nampak.

Kemudian, ciri ulama yang baik adalah, adanya rasa takut kepada Allah. Takut jika amal mereka tidak diterima, takut jika mereka terjangkit penyakit riya’, takut jika mereka tidak menjalankan tanggung jawabnya sebagai ulama secara benar. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Hakikat ilmu adalah munculnya rasa takut kepada Allah.” Karena Allah mengatakan,

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya adalah ulama.

Kemudian, kategori ulama yang benar adalah, mereka tidak menunggu pujian orang lain. Mereka tidak menunggu pemberian orang lain, mereka tidak mengharapkan kedudukan di hadapan manusia. Mereka adalah pribadi-pribadi yang tulus ikhlas karena Allah.

Inilah ciri-ciri ulama, yang kita sangat berharap, kita dapat bersama dengan mereka.

Masalah umat Islam yang selanjutnya, dikarenakan kurangnya para ulama yang benar adalah, munculnya banyak fitnah dan cobaan yang menimpa kaum muslim.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Semakin dekatnya hari Kiamat ilmu akan diangkat, diturunkannya kebodohan, banyaknya terjadi pembunuhan-pembunuhan.”

Dalam riwayat Ibnu Majah dan Hakim, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Akan terjadi di suatu masa, Islam akan lusuh seperti lusuhnya pakaian. Sehingga saat itu manusia tidak tahu lagi apa itu puasa, apa itu shalat, apa itu sedekah, apa itu haji. Dan akan muncul dalam kehidupan umat ini orang-orang tua, mereka mengatakan, ‘Kami menemukan orang tua kami mengucapkan ‘Laa ilaaha Illallah.’ Tapi kami tidak mengetahui apa itu artinya.’”

Kejahilan seperti ini masih banyak kita temukan saat ini, disebabkan karena ilmu yang tidak menyebar secara merata. Sehingga karenanya, agar umat ini tidak tertimpa musibah sebagaimana yang Rasulullah khabarkan, solusinya adalah menyebarkan ilmu, menjadi penyeru kebenaran yang tulus ikhlas kepada Allah, hanya mengharapkan ridha Allah.

Masalah berikutnya adalah, penguasa-penguasa yang tidak memihak pada kebenaran. Mereka menjual negaranya, membela musuh-musuh Islam untuk memperkaya diri sendiri.

Kemudian masalah umat Islam yang selanjutnya, banyak golongan-golongan menyimpang yang bermunculan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Dari sahabat Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umat Yahudi telah berpecah belah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua golongan, dan umat nasrani berpecah belah seperti itu pula, sedangkan umatku akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan. (HRS Ahmad, Abu Dawud, At Tirmizy, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al Hakim, Ibnu Abi ‘Ashim, dan dishohihkan oleh Al Albani)

Kelompok-kelompok sesat merupakan faktor utama penyebab melemahnya kekuatan umat islam. Mereka mengatas-namakan islam, tetapi jauh dari islam. Sehingga pada hadits di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pedoman agar kita tahu siapa yang berada di atas kebenaran Islam. Yakni mereka yang mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat beliau Radliyallahu ‘anhum ajma’iin. Jika ada satu pihak yang menafikan sebagian ajaran Rasulullah, atau menafikan sebagian shahabat Rasulullah, maka sudah pasti mereka tidak berjalan di atas Islam yang sebenarnya.

Solusi Problematika Umat Islam

Kemudian obat dari segala macam problematika umat tersebut, ada pada ajaran Islam itu sendiri, yaitu al-Qur’an yang Allah turunkan kepada kita, dan Sunnah yang Rasulullah ajarkan kepada kita. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Aku tinggalkan kepada kalian dua pedoman, bila kalian berpegang pada keduanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya setelah aku. Yaitu al-Qur’an dan Sunnah-ku.”

Mari kita kembali pada kebenaran al-Qur’an dan Sunnah ini. Dan menjauhi segala macam penyimpangan dari aliran-aliran sesat. Banyak belajar dan mengkaji ilmu-ilmu Islam. Jika kemudian mengalami kesulitan maka kita bertanya kepada ahlinya, agar kita tidak terjerumus kepada kelompok yang sesat itu.

Kemudian, di antara yang perlu kita bangun adalah persatuan umat. Yang dimulai dari penegakkan tauhid, mengembalikan umat islam pada pemahaman al-Qur’an dan Sunnah secara benar. Kemudian langkah berikutnya adalah, satukan barisan umat islam. Persatuan umat islam akan menjadi benteng yang kokoh untuk melindungi umat islam dari segala macam bentuk penyimpangan yang menyesatkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” (Riwayat Muslim)

Inilah yang seharusnya kita ingatkan kepada kaum muslimin. Sehingga upaya kita untuk membangun persatuan umat tidak boleh hanya didasarkan pada semangat yang pada akhirnya berusaha menyatukan antara syirik dan tauhid, antara iman dan kufur, yang jelas-jelas mustahil. Karena keduanya berbeda secara prinsip. Persatuan umat Islam harus dibangun di atas kebenaran tauhid yang diajarkan oleh Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menjaga hal itu seutuhnya, sehingga tidak terbawa arus kesana-kemari, yang berujung kepada penyimpangan.

Ditambah lagi bahwa, keutuhan umat ini layaknya sebuah bangunan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Orang mukmin dengan orang mukmin yang lain seperti sebuah bangunan, sebagian menguatkan sebagian yang lain.” (Shahih Muslim, No.4684)

Menjaga keutuhan umat Islam, agar kekuatan umat ini tidak hanya sebatas kekuatan semu, kekuatan yang hanya didasarkan pada semangat. Tapi betul-betul, kekuatan yang memiliki akar yang kokoh, dengan tujuan dan visi yang sama, untuk menegakkan dan memperjuangkan islam, mengharap ridho Allah. Bukan untuk kepentingan-kepentingan duniawi.

Sehingga karenanya, Rasulullah memberi pedoman untuk menjaga keutuhan umat islam ini. Beliau bersabda,

Janganlah kalian mudah terpancing dengan buruk sangka. Sesungguhnya ia adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kalian saling mencari kelemahan sesama kalian, janganlah kalian saling berebut, janganlah kalian saling mendengki satu sama lain, jangan kalian saling bermusuhan, janganlah kalian saling berpaling satu sama lain. Dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara karena Allah. Sesama muslim adalah saudara, jangan menzhaliminya, jangan menghinakannya, jangan merendahkannya, taqwa itu disini, taqwa itu disini (sambil beliau menunjuk ke dadanya). Cukuplah seseorang dianggap sebagai pribadi yang buruk apabila ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Haram bagi sesama muslim untuk merenggut hartanya, kehormatannya, dan darahnya.

Dengan aqidah yang kokoh, dengan semangat yang benar, ditambah dengan prinsip yang lurus, berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, mengikuti jejak para salafus-shaleh. Dan membangun persatuan yang kuat. In Syaa Allah tidak ada masalah yang tidak bisa kita pecahkan.