Larangan Menahan Harta dan Tamak Terhadapnya

Dari Asma’ binti Abi Bakar r.a. menceritakan bahwa ia menemui Nabi saw. dan berkata, “Wahai Nabiyullah, aku tidak memiliki sesuatu pun kecuali yang diberikan oleh az-Zubair kepadaku. Bolehkan aku mengeluarkan sedikit dari harta yang diberikannya itu?” Rasulullah saw. bersabda, “Bershadaqahlah selama kamu mampu, janganlah menahan-nahan harta sehingga Allah akan menyempitkan rizkimu!” (HR Bukhari [1434] dan Muslim [1029]).

Dari Ka’ab bin Malik r.a, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Dua ekor serigala lapar yang dilepas di tengah kambing-kambing tidak lebih merusak agama seseorang daripada ketamakan terhadap harta dan kedudukan’,” (Shahih, HR Tirmidzi [2376], al-Baghawi [4054], Ahmad [III/456 dan 460], ad-Darimi [II/304], Ibnul Mubarak dalam kitab az-zuhd [181] dan Ibnu Hibban [3228]).

Kandungan Bab:

  1. Larangan menahan shadaqah karena takut hartanya habis, sesungguhnya hal tersebut dapat memutus berkah.
  2. Larangan tamak terhadap harta dan menahan-nahannya, karena sifat tersebut akan mewariskan kebakhilan dan kekikiran.
  3. Seorang Mukmin gemar bershadaqah dan menganjurkan supaya bershadaqah, ia mengeluarkan seluruh hartanya sehingga ia tidak memiliki apapun lantas bergantung kepada manusia dan meminta-minta kepada mereka. Sebaik-baik urusan adalah yang proporsional (sesuai porsinya).

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi’i, 2006), hlm. 1/601-602.