Asma’ Allah Ada yang Dipakai Sendirian Dan Bersama Dengan Sifat yang Lainnya, Ada Juga yang Tidak Dipakai Sendirian, Tetapi Harus Bersama Dengan Lawannya
Sesungguhnya asma’ Allah, sebagian darinya ada yang dipakai sendirian dan bersama yang lainnya, dan ini adalah kebanyakan asma’. Al-Qadiir (Yang Maha Kuasa), as-Samii’ (Yang Maha Mendengar), al-Bashiir (Yang Maha Melihat), al-‘Aziiz (Yang Maha Perkasa), dan al-Hakiim (Yang Maha Bijaksana). Asma’ ini boleh disebut sendirian dan bersama yang lainnya, seperti jika dikatakan: “Ya ‘Aziiz, Ya Haliim, Ya Ghafuur, Ya Rahiim.” Boleh juga disebut sendirian (tanpa bersama nama yang lain). Demikian pula dalam memuji-Nya dan menyebut tentang-Nya dengan sifat yang boleh bagi kita menyebut salah satunya saja maupun menggabungkannya dengan asma’ yang lain.
Sebagian dari asma’ ada yang tidak disebutkan sendirian. Tetapi disertakan dengan lawannya, seperti al-Maani’ (Yang Mencegah), adh-Dhaarr (Yang Memberi Mudharat), dan al-Muntaqim (Yang Membela). Asma’ ini idak boleh disebutkan terpisah dari sifat yang merupakan sifat lawannya yaitu al-Mu’thi (Yang Maha Memberi), an-Naafi’ (Yang Memberi Manfaat), dan al-‘Afuww (Yang Memberi Maaf). Dialah al-Mu’thi al-Maani’, adh-Dhaarru an-Naafi’, al-Muntaqim al-‘Afuww, dan al-Mu’izz al-Mudziil. Sesungguhnya kesempurnaan terdapat ketika disebutkan nama ini bersama muqaabil-nya (lawanny) karena yang dimaksud dengannya bahwasanya hanya Dialah yang bersifat Rububiyyah (ketuhanan), mengatur makhluk, dan mengatur keadaan mereka, mamberi, mencegah, memberi manfaat, memberi mudharat, memaafkan, dan menyiksa. Adapun memuji-Nya dengan hanya memakai sifat mencegah, menyiksa, dan memberi mudharat, hal itu tidak boleh. Nama-nama yang bergabung ini berlaku sebagaimana dengan yang lain. Dia (asma’ yang berpasangan) sekalipun banyak, berlaku seperti satu nama. Oleh karena itu, tidak terdapat (dalam nash) nama-nama ini disebutkan secara terpisah dan tidak pernah digunakan, kecuali berpasangan.
Sebagian Dari Asma’ul Husna Ada yang Menunjukkan Beberapa Sifat
Ibnul-Qayyim berkata, “Sebagian dari Asma’ul-Husna ada yang menunjukkan beberapa sifat. Nama tersebut mendapatkan semuanya seperti satu nama yang menunjukkan satu sifat baginya, seperti nama-Nya al-‘Azhiim (Yang Maha Agung), al-Majiid (Yang Maha Mulia, Yang Maha Terpuji), dan ash-Shamaad (Tempat Bergantung), sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya, “Ash-Shamaad adalah pemimpin yang sempurna dalam kepemimpinan-Nya, Yang Maha Mulia yang sempurna kemuliaan-Nya, Yang Maha Agung yang sempurna keagungan-Nya, al-Haliim (Yang Maha Penyantun) yang sempurna pada santunan-Nya, Yang Maha Mengetahui yang sempurna pengetahuan-Nya, Yang Maha Bijaksana yang sempurna kebijaksanaan-Nya, Dia Yang sepmpurna dalam segala kemuliaan-Nya dan kepemimpinan-Nya, Dia adalah Allah, ini adalah sifat yang tidak pantas kecuali bagi-Nya, tiada yang setara bagi-Nya. Tiada sesuatu yang serupa dengan-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa.” Ini adalah lafazhnya. Ini adalah sebagian yang tersembunyi bagi sebagian orang yang membicarakan tentang tafsir Asma’ul-Husna. Ia menerangkan nama tanpa maknanya (pengertiannya) dan menguranginya dari tempat yang tidak diketahui. Siapa yang tidak meliputi hal ini dengan pengetahuan, niscaya ia telah mengurangi al-Ismul A’zham (Nama Yang Maha Agung) akan haknya dan mengurangi maknanya, maka renungkanlah.
Sumber: DR. Sa’id Ali bin Wahf al-Qahthani. Syarah Asma’ul Husna”. Terj. Abu Fatimah Muhammad Iqbal Ahmad Ghazali. Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’i. 2005.